Tue 6-May-2025

Rekonsiliasi Palestina Sebagai Permainan Abbas?

Selasa 10-Oktober-2017

Meski tidak begitu optimisrekonsiliasi Palestina hakiki akan berhasil namun saya mungkin orang yangpaling berambisi mewujudkan persatuan riil dan menghimpun semua potensi rakyatPalestina dalam sebuah program serius melawan Israel.

Saya menengarai Mahmud Abbasdan pimpinan Fatah ingin rekonsiliasi sebagai &ldquopermainan&rdquo yang bisa berakhirdengan memaksa Hamas bertekuk lutut di bawah kepemimpinan mereka dan maumematuhi seluruh komitmen politik dan keamanan yang mereka teken dalamperjanjian Oslo.

Gagasan &ldquomemenej (manajemen)&rdquo danbukan &ldquomenyelesaikan&rdquo konflik mirip dengan cara Israel memainkan penyelesaianpolitik damai dengan Abbas dan Fatah yang berakhir dengan menekuk lututpimpinan Palestina agar patuh dengan cara pandang dan persepsi Israel terkaitotonomi Palestina.

Agaknya Fatah hanya inginmenampung sedikit &ldquocinta bertepuk sebelah tangan&rdquo yang diulurkan oleh Hamasdalam masalah rekonsiliasi. Setelah itu pimpinan Fatah yang mendominasipemerintah akan mewujudkan keuntungan di lapangan dan mengosongkan &ldquopartisipasinasional&rdquo kemudian meningkatkan eskalasi krisis dengan memojokkan Hamas.

Mereka yang mengelu-elukanrekonsiliasi mungkin agak terburu-buru. Mereka menganggap selama ini Hamassebagai penghambat rekonsiliasi. Padahal mereka sebenarnya tak memahami esensiperbedaan internal Palestina.

Perbedaan Palestina bisadisederhakan seperti dua penumpang dalam sebuah kendaraan yang berbeda arah dantujuan mereka. Salah satunya kemudian menjadi sopir dan satunya menjadi penumpang.Lebih dari itu kedua penumpang dalam mobil juga berbeda soal &ldquobuku petunjukperjalanan&rdquo berbeda undang-undang lalu lintas berbeda menafsirkan rambu dijalan.

Esensi persoalan sebenarnyaadalah bahwa masing-masing pihak yang berbeda dalam prinsip permanen danreferensi (piagam nasional) dalam program nasional dalam prioritas dan dalammenentukan bingkau nasional yang besar. Artinya selain beda tujuan mereka(Hamas dan Fatah) berbeda secara program.

Fatah dengan programnyadidukung kekuatan asing sebab program itu memang hasil dikte asing maka saatterjadi perbedaan bisa jadi mereka akan menggunakan tangan asing untuk menekukpartnernya dalam kerja rekonsilisi ini.

Model rekonsiliasi sepertisekarang ini mungkin lebih kepada berbagi kepentingan dalam hal taktis urusansederhana dan keseharian bukan persoalan esensial yang besar. Yang akanterjadi hanya semacam memenej krisis bukan memenej kerja bersama.

Sejumlah pengamat menilaiperbedaan Palestina saat ini adalah konflik atas pemerintah otoritas. Namun inibukan esensi persoalan Palestina meski ini salah satu persoalan. Sebab jikaini menjadi utama niscaya akan bisa diselesaikan melalui undang-undang pemiludemokratis dan berdasar musyawarah mufakat dan peralihan kekuasaan secaradamai.

&ldquoMenajemenHamas terhadap perlawanan dianggap pelanggaran bagi Fatah terhadap kesepakatanyang sudah diteken Otoritas Palestina yang menganggap perlawanan sebagaipenghalang bagi rute politik nasionalnya untuk menerapkan solusi dua negara.Sehingga bagi Fatah perlawanan harus dihabisi.&rdquo

Persoalan makin komplek sebabada intervensi asing Israel Arab regional dan internasional. Sebagian pihakyang bersengketa di Palestina kemudian meminta asing turun tangan. Sehingga iniyang akan memperuncing persoalan.

Ada perbedaan soal prinsipippermanen pertama mendeskripsikan dan mendifinisikan Palestina itu sendiri.Fatah telah melepaskan dalam perundingan 80 persen dari wilayah Palestinahistoris mengakui eksistensi negara Israel dan memiliki program politik menyelesaikandengan solusi dua negara. Sementara elit Fatah dan Jihad Islami menolakmelepaskan sejengkal tanahpun dari Palestina dan menolak mengakui Israel.

Setelah terlibat kesepakatanOslo konsekwensinya Fatah tak boleh lagi menempuh jalan perlawanan bersenjatamembuang cara-cara kekerasan dan hanya mengendalikan pemerintah otonomi(otoritas Palestina) di bawah hegemoni Israel dikendalikan secara politikekonomi keamanan oleh syarat-syarat&nbspIsrael Amerika dan barat.

Fatah diiming-iming dengannegara Palestina merdeka dalam beberapa tahun namun setelah 24 tahun hanyakesia-siakan dan hanya mengendalikan pemerintah yang hanya bekerja lebih kepadauntuk kepentingan Israel daripada untuk kepentingan cita-cita bangsa Palestina.

Sementara Hamas dan 10 faksiPalestina lainnya menolak kesepakatan Oslo dan seluruh konsweksinya sertamemilih jalan perlawanan bersenjata. Jika harus berinteraksi dengan OtoritasPalestina mereka berusaha mengembangkan perannya saja dalam melayani rakyatPalestina tanpa terkait dengan konsekwensi Oslo.

Model perjuangan Hamas danfaksi perlawanan lainnya yang ditolak oleh Israel dan Amerika yang mengharuskanPalestina mematuhi syarat-syarat tim kuwartet (mengakui entitas Israelmenghentikan perlawanan menyetujui apa yang disetujui PLO soal ruteperundingan damai). Inilah yang kemudian menempatkan Hamas berada di posisibuntu dalam memimpin otoritas atau terlibat kerjasama yang riil yang sulitdikompromikan dengan program perlawanan. Bukti sudah jelas ketika Hamasberkuasa di Jalur Gaza harus diblokade dijatuhkan dan digagalkan.

Ini artinya programrekonsiliasi atau kerja bersama di lapangan mengharuskan &ndash meski secaraeksplisit &ndash Hamas menerima bahwa urusan terkait kepemimpinan (kendali) kerjaeksekusi pelaksanaan badan keamanan dan hubungan politik adalah murni urusanFatah atau yang disetujui oleh Fatah. Artinya Hamas harus tetap berada diperan marginal sebesar apapun popularitasnya jika mau rute rekonsiliasiberjalan.

Menajemen Hamas terhadapperlawanan dianggap pelanggaran bagi Fatah terhadap kesepakatan yang sudahditeken Otoritas Palestina yang menganggap perlawanan sebagai penghalang bagirute politik nasionalnya untuk menerapkan solusi dua negara. Sehingga bagi Fatahperlawanan harus dihabisi dengan dalih &ldquosatu&rdquo kekuasaan otoritas.

Bagi Hamas jika Fatahmelanjutkan perundingan hal itu diangap sia-sia mengabaikan hak dan prisipdasar permanen Palestina dan memberikan peluang kepada Israel untuk menguasaipenuh Palestina. Karena itu Hamas tidak akan &nbspmelepaskan perlawanan dan senjatanya.

Karena itu jika Fatahmenguasai Jalur Gaza dari sisi keamanan dan militer serta membekukan kerjaperlawanan maka itu tidak akan lama. Apalagi Hamas berusaha meluaskan kerjaperlawnaannya di Tepi Barat yang terus dibekap oleh Otoritas Palestina. Cepatatau lambat akan terjadi konfrontasi dan krisis-krisis yang menggiring kepadagagalnya rekonsiliasi.

Sejak 50 tahun lalu (musimpanas 1968) Fatah memonoli pimpinan PLO dan perilaku para pimpinannya dilapangan tidak memberikan contoh mendorong demokrasi yang transparan danmelibatkan kelompok lain yang kapabel.

Ketika Fatah menekankesepakatan Oslo mereka tak peduli dengan oposisi rakyat Palestina danfaksi-faksi lain (10 faksi) dan hanya memonopoli pimpinan PLO menejemen pelaksananyadan badan keamanannya sejak dibentuk. Ketika Hamas menang pemilu 2006 pimpinanFatah mencabut kewenangan mendasar dari dewan perwakilan rakyat (parlemen) dandari pemerintahan bentukan Hamas. Bahkan membatalkan dan menggagalkanpemerintah Hamas.

Sejek terjadi perpecahan dandisintegrasi Fatah menguasai Tepi Barat dan Hamas menguasai Jalur Gaza ditahun 2007 pimpinan Fatah memberikan legalitas kepada presiden OtoritasPalestina dan pemerintah dibentuknya. Sementara parlemen yang seharusnya memberikanlegalitas kepada pemerintah mengevaluasi dan mengimpeachment justru dihalangisejak 10 tahun. Artinya pemerintah bentukan Fatah adalah pemerintah hasilkudeta hitam. Namun pimpinan Fatah memanfaatkan dukungan Arab dan duniainternasional karena komitmen dengan Oslo.

Bagi pimpinan Fatah arab danasing kemenangan Hamas dalam pemilu berikutnya hanyalah memproduk ulang krisisdengan blokade kudeta dan anulir.

Sehingga pemilu yang tidakmenjamin kemenangan Fatah tidak akan digelar. Sebab yang diharapkan dari pemiluadalah mencabut keterwakilan rakyat dari Hamas dan jalur perlawanan bukanmendaur ulang krisis. Inilah kenapa pemilu daerah diundur pada tahun lalu.

Abas dan Rami Hamdallah inginserah terima Jalur Gaza dengan kewenangan penuh. Ini yang belakangan disetujuiHamas. Namun Abbas tak memberikan apapun dalam bingkai kerjasama partisipasiyang riil. Logika yang dipakai masih yang sama dalam memerintah PLO.

Lihat saja pimpinan Fatahmenyikapi dengan dingin sikap kompromi Hamas di Jalur Gaza. Fatah melihat sikapkompromi Hamas terjadi karena prosedur dan kebijakan yang mereka tempuh dalammenekan Jalur Gaza dan menjatuhkan ekonominya.

&ldquoYangkita khawatirkan adalah jika ternyata pihak yang harus dihabisi (disalahkan)adalah pihak yang selama ini telah memberikan kompromi-kompromi dan kemudiankita khawatir akan kembali ke titik nol kembali.&rdquo

Menurut saya tidak akanterjadi rekonsiliasi yang hakiki selama tidak ada kemajuan riil dalamkesepakatan nanti terkait:

&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbspReferensi dan prinsip dasaryang bisa menjadi penentu dan mengendalikan semua pihak (semacam piagamnasional).

&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbspProgram politik yangmemiliki langkah-langkah prioritas di setiap tahapan dengan standar jelastermasuk terkait dengan rute penyelesaian politik damai dan rute perlawana.

&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbspMekanisme riil untukmenampu seluru kekuatan Palestina di dalam dan luar negeri yang masuk dalam PLOdan partisipasi mereka dalam mengefektifkan kembali organisasi ini.

&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbspKesiapan semua pihakmemenej perbedaan secara beradab dengan satu atap untuk menjaga kepentingantertinggi bangsa Palestina dan menolak intervensi asing khususnya Israel baratdalam urusan internal Palestina.

Secara praktis mustahil jika atap itu adalah kesepakatanOslo tanpa mengevaluasi pengalaman Otoritas Palestina.

Dalam wawancaya dengan kantor berita Sama komandanHamas di Jalur Gaza Yahya Sinwar menyatakan pihaknya akan memberikan kompromisangat besar untuk rekonsiliasi dan itu sangat mengejut. Namun ia jugamengatakan akan mematahkan leher setiap yang mengalangi dan tidak menginginkanrekonsiliasi baik di Hamas atau Fatah.

Saya tidak tahu apakah ungkapanyang digunakan Sinwar adalah tepat seperti itu keputusan Hamas secarakelembagaan. Namun itu menunjukan keseriusan Hamas dalam merealisasikanrekonsiliasi. Yang kita khawatirkan adalah jika ternyata pihak yang dipatahkanlehernya adalah pihak yang selama ini telah memberikan kompromi-kompromikemudian kita khawatir akan kembali ke titik nol kembali. (aljazeera/at)

Short Url:

Coppied

Lebih banyak dari: Muhsin Shalih