Munir Syafiq
Ada tiga surat yang berturut-turut dialamatkan pada sejumlah negara Arab melalui organisasi Liga Arab yang menunjukan keterpurukan yang dialami Liga Arab dan sejauh mana pelecehan yang dialami bangsa Arab secara resmi di dunia internasional.
Surat pertama datang dari draft Rusia-Amerika yang meminta negara-negara Arab jangan terpengaruh dengan kasus pelucutan senjata nuklir dari Timur Tengah sebelum terlaksananya perdamaian secara utuh. Permintaan ini adalah sebuah kemunduran dari keputusan Liga Arab untuk mengkaji kembali perjanjian larangan penyeberan nuklir tahun 1955. Dallam surat itu Rusia-Amerika meminta negara-negara Arab melucuti senjata nuklirnya tanpa syarat apapun.
Draft itu ditujukan kepada Sekjen Liga Arab yang meminta tidak terpengaruh dengan bergabungnya Zionis dalam perjanjian tersebut. Oleh karena itu Rusia dan Amerika meminta negara-negara Arab untuk menyetujui untuk membuat tempat penelitian nuklir dibawah pengawasan badan atom internasional.
Dua syarat ini merupakan upaya yang diajukan pada negara-negara Arab untuk menanda tangani perjanjian yang sebenarnya merupakan niat dari Amerika dan Rusia sendiri untuk mengubah agenda perjanjian. Draft ini memakasa negara-negara yang terlibat dalam penanda tanganan perjanjian terutama negara-negara Arab Iran dan Turki untuk tidak mengembangkan uranium walau untuk tujuan damai.
Maka draft ini ditinjau dari semua segi merupakan penghinaan terhadap negara Arab dan Liga Arab berupa pelecehan mendasar terhadap sikap bangsa Arab. disamping sejauhmana keberanian negara-negara asing dalam menekan bangsa Arab. Situasi yang belum pernah dialami bangsa Arab selama dua decade sebelumnya. Dengan draft ini sekjen Liga Arab dan negara-negara yang terkait perjanjian telah jatuh pada tingkat kemunuduran yang luar biasa dengan menerima dikte pihak asing dalam keputusan setrategis yang menyangkut kepentinganya.
Barangkali bergabungnya Rusia dalam sikap Amerika seperti ini sebagai bukti jelas pelecehan terhadap sikap Arab yang tidak peduli terhadap kondisi mereka.
Kemungkinan Rusia bergabung dalam barisan ini sebagai bukti bahwa ia melecehkan sikap Arab dan tidak peduli terhadap segala akibatnya. Dalam posisi seperti ini Rusia bersifat pasif artinya menunggu kejujuran bangsa Arab dan kaum muslimin. Jika tidak maka barang siapa yang stagnan di kemudian hari ia tidak akan dalam melindungi dari musuh-musuhnya.
Betul memang dari sisi penafsiran diatas sikap tidak peduli dengan segala reaksi dari sejumlah negara-negara Arab berikut Liga Arab maka keberpihakan Rusia kepada Amerika dalam proyek ini harus dibayar dan tentu mempunyai resiko. Karena tentu bertentangan dengan prinsif Rusia sendiri terkait pelucutan senjata nuklir tanpa terkait dengan kesepakatan damai secara menyeluruh.
Penghinaan kedua terhadap Liga Arab dan negara Arab secara keseluruhan selain Suriah dan Libanon datang dari menlu Amerikan Hillary Clinton sebelum munculnya keputusan komite pengawas Arab di PLO yang mendukung sikap Mahmud Abbas untuk kembali pada perundingan secara tidak langsung. Ia mengatakan “Negara-negara Arab akan mendukung Abbas dalam permintaanya untuk kembali pada perundingan”. Dari mana ia tahu hal tersebut padahal belum diumumkan. Bagaimana ia yakin bahwa komite pengawas Arab akan menyetujui permintaan Abbas ?.
Dari sini sudah terungkap bahwa komite inisiatif perdamaian Arab sudah berada pada kantong Hillary Clinton. Kalau tidak bagaimana ia bisa percaya dengan inisiatif Arab akan menyetujui kesepakatan mereka sebelumnya bersama Netanyahu. Dan seandainya inisiatif Arab tidak dalam penguasaan Hillary Clinton setidaknya dengan pernyataan Hillary Arab akan memenuhi permintaannya agar mendukung sikap Mahmud Abbas untuk kembali pada perundingan secara tidak langsung.
Penghinaan ketiga yang lebih parah muncul pada saat yang sama ketika presiden Amerikan Barck Obama mengucapkan selamat kepada Shimon Peretz dan Benyamin Netanyahu bersamaan dengan peristiwa Nakbah Palestina yang ke 62 tahun yang diperingati Zionis sebagai hari berdirinya negara Israel bagi bangsa Yahudi. Namun tak sedikitpun Liga Arab protes ataupun marah atas sikap Amerika tersebut yang menjadikan proyek perdamaian semakin genting. Dari sini terlihat juga betapa proyek perdamaian Arab semakin bobrok apalagi dengan menggantungkannya pada sikap Amerika yang semakin jauh dari masalah Palestina. (asy)
Harian Arab Qatar