Dr. Nafidl Sulaiman
Salah satu hukum Allah (sunnatullah) pada alam raya untuk mengatur kehidupan adalah “hukum pembelaan”. Allah menyebutkannya dalam Al-Quran
وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ” (الحج40)
“dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani gereja-gereja rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa” (Al-Hajj: 40)
Sunnatullah ini membawa makna perbedaan dan konfrontasi antara dua sistem. Masing-masing sistem itu akan mendorong lainnya dari pusat kendali untuk kemudian ditempat. Tentu pihak lainnya tidak mau menyerah dengan mudah. Bahkan sekuat tenaga mendorong lainnya. Dari sinilah kemudian ada konflik antara dua pihak yang bertentangan baik itu dua ideologi atau isme dua bangsa atau dua negara.
Bentuk konflik pun beragama dari konflik pemikiran budaya hingga konflik militer bersenjata. Contoh konflik seperti adalah yang terjadi di wilayah Palestina. Di sana adalah perlawanan terhadap penjajah Israel yang membawa proyek pemikiran dan budaya barat berhadapan dengan proyek pemikiran dan peradaban Islam.
Konflik kita dengan Israel bukan sekedar militer antara bangsa yang berada di bawah penjajah dan bangsa yang melakukan kolonialisme dan pembangunan pemukiman yahudi dengan cara yang sadis namun juga konflik pemikiran nilai peradaban. Karenanya Israel selalu bekerja merancang peradaban yang berbeda dengan negara-negara Arab di sekitarnya. Rancangan ini kemudian didukung barat dan dipoles dengan simbol “demokrasi di Timur Tengah” dan peradaban barat yang maju peradaban ilmu pengetahuan dan teknologi kebebasan dan kekuatan nuklir dan propaganda lainnya yang disebarkan di media Israel.
Jika diamati perlawanan Palestina secara khusus berangkat dari kaum intelektual yang mampu memenej konflik dengan penjajah Israel sesuai dengan visi intelektual Arab dan Islam. Sekolah perguruan tinggi dan masjid menjadi penopang dan titik tolak bagi gerakan revolusi dan Intifadhah dalam sejarah modern Palestina. Artinya kelompok intelektual adalah yang melawan Israel dan mengendalikan konflik itu.
Jadi mereka yang melawan Israel adalah kelompok intelektual terutama di kalangan elitnya. Namun tidak semua intelek menjadi pelawan. Karena adalah kelompok yang mengklaim intelek dan cendikiawan justru menjadi penghalang jalan perlawanan. Bahkan ikut dalam konspirasi bersama Israel melawan perlawanan. Kelompok intelek perlawanan adalah berusaha memperuhi dan memodernkan sarana dan mekanisme perlawanan dan memberikan dimensi internasionalme dan kemanusiaan sesuai dengan hukum internasional. Sebab perlawanan dengan berbagai bentuknya adalah hak sebuah bangsa terjajah.
Perlawanan Palestina tidak akan bisa mewujudkan targetnya kecuali jika ia perlawanan yang peka dan cermat mengerti apa dan bagaimana yang ia inginkan? Ini mengharuskan publikasi dan sosialisasi kepekaan terhadap target dan strateginya visinya terhadap peristiwa dan perkembangan jaman. Sehingga publik akan membelanya dan simpati kepadanya. Dari sana ia akan mampu mempertahankan semangat dan sumber energi.
Agar simpati dan dukungan publik tidak hanya sekedar emosional pada saat mendapatkan cobaan berat maka harus ada “tarbiyah tsaqofah perlawanan” sehingga publik memiliki keyakinan keperpihakan (afiliasi) baik di tingkat emosional dan tindakan nyata.
Salah satu sarana tarbiyah tsaqofah perlawanan adalah pembinaan keluarga dari orang tua kepada anak-anaknya berupa penjelasan ikut dalam mengantarkan orang yang mati syahid memasang gambar masjid Al-Aqsha dan simbol perlawanan menyediakan media yang memberitakan perlawanan seperti radio TV program di komputer kaset video dan lain-lain. Juga mengajak anak-anak yang memiliki bakat menulis bernasyid berpidato dan pementasan sandiwara perlawanan.
Lembaga pendidikan memiliki peran menyempurnakan tugas-tugas di atas melalui kurikulum yang mengadopsi perlawanan. Selain itu juga dibutuhkan lembaga swasta seperi klub pusat studi dan lain-lain. Dari sinilah masyarakat akan matang dalam melakukan perlawanan hingga Palestina terbebas dari kekejian penjajah Israel. (bn-bsyr)