Thu 8-May-2025

Strategi Israel Dalam Dilematis

Selasa 3-Februari-2009

Mohammad Sayyad
Al-Haleej Emiret

Ya “Israel” dalam kebuntuan strategis yang nyata. Bagaimana?

Strategi eksistensi “Israel” dibangun di atas keunggulan militer dan besar untuk menaklukkan semua negara-negara Arab dan masyarakatnya. Untuk itu Israel bekerja dengan berbagai cara untuk mempersenjatai diri dengan berbagai segala jenis senjata yang ada di pasar atau yang dimiliki Negara sekutunya atau yang tidak dimiliki termasuk senjata nuklir.

Cara ini mungkin berhasil disampaikan kepada negara-negara Arab melalui serangkaian perang dan agresi yang terhadap tentara memerangi orang Arab. Israel tidak membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan penetrasi ke front dan menguasai sebagian wilayah mereka. Sampai akhirnya Negara-negara Arab berfikir bahwa tidak ada gunanya memilih konfrontasi dan perlawanan terhadap “Israel.”

Israel menggunakan senjata “gertak psikologi” dengan makar dan penipuan. Israel menghasung dan memprofokasi Arab dengan dukungan Washington tentu agar mereka melakukan konsesi-konsesi. Satu demi satu Arab memberikan konsesinya. Bahkan dengan paksa ditambah lagi dengan koloni yang dilakukan Israel terhadap tanah dan air milik Arab.

Akhirnya suatu ketika Israel ditakdirkan untuk menjajal kekuatan perlawanan rakyat bersenjata yang terlatih menggunakan senjata dan hebat dalam perang urat syaraf. Dalam agresi Juli 2006 terhadap Libanon yang berlangsung selama lebih dari satu bulan Israel menggunakan segala jenis senjata dari udara laut dan darat yang dibolehkan atau yang sah dan dilarang (seperti bom cluster). Langkah ini dilakukan Israel sebagai percobaan hakiki di lapangan setelah terbiasa menang dalam setiap pertempuran. Kini mereka harus face to face dengan perlawanan. Namun Israel tidak bisa menguasai satu desa pun di Libanon. Secara eksplisit Israel mengakui kegagalan seperti ditegaskan oleh Komisi investigasi Winograd yang dibentuk Israel Israel” untuk menyelidiki kegagalan perang. Laporan yang teramat menghantam dan tidak usah mencari alasan menginkarinya.

Kenyataan pahit kebenaran mengejar para elit Israel dan para jenderalnya untuk menyembunyikan air mukanya yang jatuh. Hingga akhirnya mereka merasa ada kesempatan sekali lagi menyelamatkan kegagalan ini. Mereka berkhayal untuk bahwa tugas menyelesaikan militias dari Hamas dan perlawanan Palestina di Gaza dan faksi-faksi perlawanan jauh lebih mudah dari pada membasmi Hezbollah Libanon. Apalagi tugas ini akan diperingan dengan blockade delapan bulan terhadap Jalur Gaza yang dihuni 15 juta warga Palestina. Barangkali Hamas dan perlawanan Palestina sudah tidak punya tekad dan ketegaran dalam menghadapi blockade.

Yang mengejutkan rute perang kali ini tidak berbeda dalam perang sebelumnya dengan scenario namun hasilnya juga tidak beda. Padahal Israel melipat gandakan upaya dan perlengkapan melebihi dosis di Lebanon atau bahkan perang dari agresi AS di Vietnam.

Tiga minggu setelah pemboman udara dan darat dan laut secara brutal bom tidak membuahkan hasil. Tindakan yang tidak lebih sama dengan dengan serangan ke kota-kota Jerman oleh bersekutu pesawat NATO pada akhir Perang Dunia Kedua dan tindakan Amerika mengebom dengan pesawat “B 52” terhadap kota-kota Vietnem di awal tahun 1970 an. Perlawanan tidak bisa dipatahkan. Roket mereka terus menggempur kota-kota Israel dan serdadu Israel yang ditawan Hamas (Shalit) tidak berhasil dibebaskan.

Jika operasi Israel yang disebut dengan Cast Lade (nama yang berasal dari teks agama Yahudi ini menandakan bahwa mereka merujuk ideology diskriminasi Israel) sesuai dengan rencana para arsiteknya maka tidak akan memakan waktu lama.

Ironinya pada kali ketiga ini – jika kita mengecualikan perang terhadap Lebanon selatan yang akhir tahun 2000 dimana Israel melakukan penarikan pasukan – merupakan bukti tegas tentara Israel gagal mencapai kemenangan melawan pejuang perlawanan Palestina dan gelombang kecaman Rakyat Arab. Israel juga gagal tahun 1982 untuk mematahkan tulang punggung yang nasional Palestina dan Libanon dan gagal menjajah Beirut meski Israel melakukan lebih dari 25 serangan selama 88 hari berturut-turut di kota dan memuntahkan puluhan ribu ton bom dan missil selain serangan bom laut.

Artinya petualangan Israel yang brutal dalam agresinya ke Gaza telah menegaskan kembali kegagalan menghadapi perlawanan. Bukan ini saja bahkan Israel nekad berhadapan dengan perlawanan dan rakyat Arab (bukan pemerintahnya). Dengan tindakan membantai anak-anak warga sipil rumah sakit dengan sangat brutal telah membuka kedok kepada seluruh dunia tentang hakikat wajah Israel sebagai Negara mafia fasis yang selalu haus darah.

Ini juga untuk pertama kalinya Israel harus membela diri dari tuntutan internasional untuk menyeret tindakan kriminal kejahatan perang yang dilakukan oleh Olmert dan Livni Barak Peres dan para pejabat tentara yang bertanggung jawab atas kejahatan terhadap warga Gaza. Dengan segala potensi politik hukum dan propaganda medianya untuk menggagalkan upaya internasional ini untuk membawa elit mereka ke pengadilan criminal.

Demikianlah Israel dihadapkan pada kenyataan yang membahayakan keamanan dan strateginya yang selama ini dengan mudah memperoleh kemenangan dalam perang dalam melawan satu negara Arab atau lebih dalam banyak kesempatan.

Bisa kita bayangkan jika warga Gaza mendapatkan dukungan minimal dari Negara Arab saja? Tentu Israel akan lebih keras mengalami pukulan. (bn-bsyr)

Short Url:

Coppied