Ahmad Abu Ratimah
Apa yang mendorong sekelompok warga asing Eropa tidak memiliki hubungan dengan Palestina baik agama keluarga tetangga atau bahasa sehingga mereka berani mengarungi lautan dan menghadapi marabahaya menuju Jalur Gaza untuk membebaskan blokade. Mereka tidak gentar dengan ancaman Israel menggunakan kekerasan terhadap mereka untuk mencapai tujuan mereka.
Apa yang mendorong warga Scotlandia dan istrinya menanggung beratnya perjalanan melampaui 15 negara Eropa dan Arab dengan mengendarai mobil pengangkut obat-obatan ke Jalur Gaza Palestina? Meski akhirya dikejutkan dengan larangan pemerintah Mesir untuk masuk Gaza setelah berhasil menempuh jarak yang begitu jauh.
Apa yang sebenarnya memaksa Mrs. Richel Cori untuk meninggalkan kehidupan glamor di negerinya Amerika ke kamp perkemahan penuh derita di Rafah Palestina untuk menghadang dengan tubuhnya buldoser maut Israel ketika menghalangi penghancuran rumah-rumah Palestina? Apa yang sebenarnya mendorongnya membayarkan nyawanya untuk upaya ini setelah ia harus mati oleh buldoser Israel?
Pertanyaan itu akan terjawab jika kita memahami hakikat bahwa masih ada sisa-sisa kebaikan dan keadilan dalam diri kemanusiaan. Ia tidak hilang meski muncul kerusakan kejahatan dan kezaliman. Sarana-sarana kekuatan kekuasaan otoriter tidak mampu memadamkan suara nurani. Dan masih ada moral di dunia kita meski suara kepentingan kekuasaan masih mengangkangi. Barang kali ini indikasi ayat Al-Quran
وَمِمَّنْ خَلَقْنَا أُمَّةٌ يَهْدُونَ بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُونَ
“Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.” (Al-Araf: 181)
Namun ada segolongan orang dari bangsa kami dan bahasa kami tidak tersentuh oleh sisi kemanusiaan ini. Padahal mereka lebih berhak menolong kami daripada bangsa asing yang tidak terkait dengan kami kecuali kemanusiaan. Alangkah celakanya mereka. Mereka hanya diam dan duduk. Lebih celakanya lagi sebab mereka menunjukkan derajat solidaritas kepada
“Siapa yang terbiasa hidup di lingkungan kotor maka ia tidak akan bisa hidup di lingkungan bersih sebab keburukannya akan terungkap dalam lingkungan bersih”
Ketika warga asing membawa obat-obatan kepada warga Jalur Gaza tersebar di kalangan media soal rencana jahanam yang disiapkan oleh elit politik di Ramallah untuk menghentikan gaji dan bantuan memperketat blockade menghentikan pendanaan dan suplai bahan bakar untuk listrik dan meminta kepada seluruh bank Palestina menghentikan layanannya serta menutupnya hingga waktu yang tidak ditentukan mencegah transfer mata uang syekal hingga menggunakan mata uang lain yang tidak memiliki nilai dan mengompori dunia untuk mengirim pasukan militer untuk menjajah Jalur Gaza.
Apakah informasi ini bisa disamakan hanya dengan sekadar kesalahan moral yang dimaafkan.
Sementara itu negara-negara Arab di sekitar Jalur Gaza tidak berani menilai tindakan penutupan perlintasan Rafah sebagai tindakan kejahatan padahal sudah membunuh pasien sebanyak 250 orang hingga sekarang dan akan terus meningkat setiap harinya. Bahkan sekali-sekali membenarkan kejahatan itu. Seakan perbedaan faksi-faksi Palestina menjadi pembenar mereka untuk melepaskan diri dari tanggungjawab agama hukum kebangsaan dan kemanusiaan terhadap pasien dan warga yang terkatung di Jalur Gaza.
Kalau pemerintah Mesir benar dalam upaya membuka perlintasan niscaya mereka tidak akan kehilangan kilah hukum. Seharusnya mereka bisa mengambil pelajaran dari kapal pembebas blokade yang datang dari Eropa ke Jalur Gaza. Salah satu penumpang kapal itu Hilarry Smit dari Inggris menegaskan mereka tidak akan meminta izin kepada Israel untuk masuk Gaza karena wilayah itu tidak lagi dijajah Israel.
Cela hukum ini yang dimanfaatkan oleh aktifis Eropa ini seharusnya mampu dilakukan oleh Mesir untuk menekan Israel agar tidak menempatkan pasukannya di negeri mereka dan mengatakan bahwa Mesir tidak perlu meminta izin kepada Israel untuk membuka perlintasan Rafah sebab mereka tidak menjajah Gaza.
Namun apa yang harus kita katakan jika sebagian bangsa Arab ingin membunuh Gaza hanya karena ambisi Israel lebih mereka dahulukan??
(bn-bsyr)
Hamas: Keputusan Fatah Soal Adanya Veto Dialog Ungkap Faktor Perpecahan Palestina
Gaza – Infopalestina: Gerakan Hamas menegaskan bahwa keputusan Azam Ahmad ketua fraksi Fatah di parlemen Palestina soal adanya veto Amerika terhadap dialog antara gerakan Fatah dan Hamas mengungkap penyebab utama perpecahan Palestina di internal Palestina. Keputusan ini juga mengungkap kebenaran riwayat dan sikap Hamas selama ini.
Jubir gerakan Hamas Fauzi Barhum mengatakan keputusan dari Fatah ini menegaskan tabiat sikap penyesatan opini yang dilakukan elit Fatah terhadap publik Palestina selama kurun waktu lalu ketika mereka menuduh Hamas bertanggungjawab atas gagalnya dialog.
Dalam pernyataan khususnya yang disampaikan kepada Infopalestina kemarin Sabtu (23/8) bahwa keputusan ini mengungkap soal tabiat statemen dan seruan Mahmod Abbas untuk dialog Palestina yang hanya menipu rakyat Palestina untuk menghindar dari tanggungjawabnya untuk menutupi veto Amerika.
Karenanya jubir Hamas meminta kepada Fatah untuk membersihkan barisan internalnya dari suara-suara yang ingin menghilangkan dialog dan membersihkan diri dari mengangsuransikan kepada kehendak Amerika yang menghancurkan Fatah dan proyek nasional Palestina.
Barhum meminta kepada Abbas untuk tegas di akhir masa jabatannya. Abbas harus menegaskan kepada rakyat Palestina apa yang sebenarnya terjadi dengan veto Amerika dan mengambil langkah berani menghentikan perpecahan internal Palestina. (bn-bsyr)