Seperti diprediksi Israel berusahamengganggu upaya realisasi rekonsiliasi nasional. Para elit zionisberlomba-lomba membuat syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum Israel mengakuihasilnya (rekonsiliasi).
Syarat-syarat itu berbedasesuai dengan identitas pejabat Israel tersebut dan afiliasi partainya. PM IsraelBenjamin Netanyahu meminta agar rekonsiliasi harus menghasilkan pengakuan Palestinaterhadap yahudisme Israel dan melepaskan &ldquoterorisme&rdquo. Ketua partai Jewish Homedan Menteri pendidikan Neftelli Bennet meminta agar Hamas membebaskan pasukan Israelyang mereka sendera dan menghentikan pengembangan kekuatan militer.
Yang meresahkan Israel jika rekonsiliasiakan mengurangi maneuver konfrontasi dengan Hamas.
Tel Aviv meyakini bahwamenghadang Hamas dalam memerintah dan menguasai Jalur Gaza memungkinkan untukmenekan agar tidak menyerang Israel. Padahal serangan roket dari Jalur Gaza tidakmesti dilakukan Israel dan Israel tahu soal itu.
Israel selalu beralasanserangan roket dari Jalur Gaza untuk menyerang target militer vital milikHamas apalagi kekuatan militer mereka makin membesar.
Israel juga nyesek denganrekonsiliasi sebab akan membantu Otoritas Palestina (OP) masuk dalam strategi &ldquointernalisasikonflik (dengan Israel)&rdquo. Saat menghadapi usaha dan maneuver otoritas Palestinadi forum-forum dunia internasional Israel selalu bereaksi bahwa OP tidakmerepresentasikan warga Palestina di wilayah kekuasaan mereka terutama di JalurGaza. Sehingga masyarakat internasional akhirnya tidak serius dalam meresponaspirasi mereka. Ketika rekonsiliasi berhasil maka Israel akan dirugikan.
Namun di lain sisi ada yangmembuat Israel resah jika rekonsiliasi justru berhasil gagal terutama jikasituasi ekonomi di Jalur Gaza tidak membaik atau makin memburuk maka akanmendorong Hamas melakukan konfrontasi baru.
Jika rekonsiliasi gagal makamasa tenang di perbatasan Jalur Gaza akan terancam berakhir. Sebab Hamas akanmenyalakan konfrontasi perang baru. Israel akan dirugikan dengan berakhirnyagencatan senjata jangka panjang selama ini.
Karena itu Israel tidak terlaluserius dan bersemangat dalam menggagalkan rekonsiliasi Palestina. Sebab merekakhawatir akan terjadi ledakan konfrontasi militer dengan Hamas dan itumengancam kepentingan strategi Israel sendiri untuk masa sekarang. Israel saathidup dengan kehilangan kepercayaan diri atas masa depan mereka di perbatasanbagian utara setelah pengaruh Iran dan Hezbollah di Suriah. Jika terjadikonfrontasi dengan Hamas kemampuan Israel dalam menghadapi ancaman diperbatasan utara akan berkurang.
Meski terus menekan OP danMesir yang mensponsori rekonsiliasi dengan terus melontarkan topik senjataperlawanan namun bisa jadi Israel akan melunak di akhirnya soal hal ini. karenaIsrael juga sadar militer Mesir berhasil dalam menghancurkan terowongan (kelompokperlawanan) yang menghubungan Jalur Gaza dan Mesir dan memerkuat pengawasan dikawasan perbatasan. Ini yang kemudian sangat berimbas dalam menurunkankemampuan perlawanan Palestina dalam menyelundupkan senjata dan sarana militer.
Sangat mungkin Israel berusahabekerjasama dengan kekuatan di kawasan dan internasional untuk memanfaatkanmasalah rekonsiliasi dalam menciptakan iklim yang membantu menghabisi senjataperlawanan dengan berbagai konpensasi iming-iming. Misalnya Israel bisa memanfaatkankrisis teluk dan memanfaatkan bobot pengaruh negara teluk dalam menggiringHamas melepaskan kekuatan militernya dengan konpensasi negara-negara teluktersebut akan mau mendanai proyek rekontruksi yang saat ini lebih fokusditangani Qatar.
Usaha Israel seperti ini tidakakan berhasil karena faktor sederhana setelah Hamas melepaskan diri darikekuasaannya di Jalur Gaza maka gerakan ini tidak lagi memiliki beban tanggungjawabperbaikan ekonomi di Jalur Gaza. Jadi tidak mungkin Hamas mengorbankansenjatanya untuk merealisasikan tujuan ini.
Kesimpulannya Israel melihatrekonsiliasi Palestina sebagai jendela peluang namun juga sumber ancaman. Untukmengetahui sikap final Israel perlu menunggu beberapa hari ke depan. (alsabiil/at/pip)