Abdus Sattar Qasim
Ada yang mengira bangsa Palestina hanya mengadapi satu perang soal penjajahan Tepi Barat dan blokade Jalur Gaza. Bahkan ada yang mengira hanya blokade Jalur Gaza saja karena Tepi Barat dianggap masuk dalam tema perundingan dan Otoritas Palestina memiliki otonomi khusus di bawah bendera Israel. Media massa berperan dalam pembentukan opini seperti ini karena mereka memang hanya focus ke Tepi Barat dan Jalur Gaza dan melupakan kelompok bangsa Palestina lainnya yang ada di belahan lain. Warga Palestina sendiri atau sebagian mereka juga berperan penting dalam hal ini apakah mereka mau menerima kontroversi dunia internasional dan media massa soal Palestina terkait penjajahan tahun 1967. Apakah mereka ikut menyanyikan ungkapan bahwa Palestina adalah Tepi Barat dan Jalur Gaza. Sementara mereka masa bodoh dengan sisa wilayah Palestina secara historis dan semua kelompok bangsa Palestina lainnya. Atau hanya sekali-kali terdengar soal hak kembali pengungsi Palestina.
Bangsa Palestina mengalami banyak peperangan dan konflik di manapun mereka berada. Para konspirator ingin melemahkan dan memperdaya bangsa Palestina ini secara keseluruhan. Bukan melemahkan sebagiannya. Tujuannya agar tidak ada yang memperjuangkan lagi hak mereka. Para konspirator berusaha melebur masalah dan kasus Palestina dan bukan memberikan solusinya. Mereka berusaha melebur kasus Palestina ini menjadi hanya sekedar sekelompok orang yang memperjuangkan kepentingan dan sesuap nasi atau sepotong roti. Jika seperti ini berarti perang yang dihadapi Palestina itu sangat bercabang sesuai dengan keberadaan dan eksitensi mereka dimana.
Perang Gaji dan Jabatan: ini perang terjadi di Tepi Barat untuk melalaikan warga Palestina dengan jabatan dan tingkatan gajinya yang ditentukan oleh negara donor. Padahal akhirnya yang mendistribusikan adalah Israel dan Amerika. Ini perang rayuan agar masalah Palestina berubah menjadi persaingan materi. Sehingga pejuang Palestina berubah menjadi penjaga kerajaan Israel. Berikut gejala-gejala perang itu:
a. Menambah pegawai di pemerintah Otoritas Palestina. Ini akan menambah keluarga Palestina yang bergantung kepada pemasukan gaji sehingga akan mengurangi keinginan melakukan perlawanan. Negara donor sudah jelas seperti Israel dan Amerika yang tidak siap mengucurkan gaji bagi yang tidak mendukung kesepakatan Palestina dengan Israel.
b. Melumpuhkan produktifitas Palestina sehingga tidak bisa mandiri secara ekonomi. Pusat-pusat produksi sejak perjanjian Oslo yang jumlahnya banyak dihentikan terutama bidang pertanian. Para tenaga pertanian Palestina terpaksa harus mencari alternative kerja seperti di badan keamanan yang dikoordinasi dengan Israel. Pabrik garmen konveksi pabrik sepatu di Tulkarm Nablus dan Hebron berhenti. Bahkan pernah memproduksi sepatu berkelas dunia. Penulis pernah mencari petani semangka di Mirage Ibnu Amir namun tidak ketemu. Sebab semangka Israel memenuhi pasar. Sementara konvensi jumlahnya sangat sedikit. Ketragisan yang sama juga terjadi di bidang pandai besi dan tukang kayu.
c. Menyuap pejabat Otoritas Palestina dengan berbagai fasilitas dan kesenangan. Misalnya mobil mewah fasilitas perjalanan dan uang operasional harian dan pulsa unlimitide dan karti VIP. Akhirnya Palestina hanya berubah menjadi bagian kesenangan pribadi.
d. Menghilangkan kepercayaan antara warga. Caranya aparat keamanan mengawasi gerak gerik warga secara terus menerus. Kemudian akan menindak tegas mereka yang melawan Israel atau mengkritik otoritas Palestina. Bahkan sampai kepada memecat dari kepegawaian jika berafiliasi kepada faksi perlawanan.
e. Melalaikan kesadaran Palestina melalui pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersier misalnya pesta makan malam siang dan nyanyian dan lain-lain. Warga Palestina ingin diubah hanya ingin memenuhi kebutuhan perut dan naluri seksualnya.
Perang Israelisasi: Perang ini digelar Israel di wilayah Palestina jajahan tahun 1948. Israel ingin mengubah warga Arab Palestina agar berkhidmat kepada Israel. Padahal Israel lah yang menjaja menyita dan menggusur mereka serta mencabut hak-hak mereka. Ungkapan Arab Israel sudah menjadi bagian lazim dipakai sekarang ini di masyarakat dan media masa sebagai bukti ada operasi israelisasi. Ungkapan ini menghilangkah hakikat autentitas bangsa Palestina dan keberadaan mereka hanya untuk kepentingan Israel. Warga Arab Israel juga tidak sedikit yang memilih partai Israel.
Meski Israel berhasil dalam operasi israelisasi namun ketegaran dan konsitensi masih ditunjukkan oleh banyak warga Palestina. Mereka masih bisa menunjukkan taji mereka dan identitas mereka di kancah media massa politik dan agama sebagai wujud pembelaan hak.
Perang Blokade: Jalur Gaza mengalami perang (serangan) seperti yang dialami oleh Tepi Barat akhir Juni 2007. Wilayah ini mulai mengalami blokade paling kejam dalam sejarah terhadap sebuah bangsa. Semua bangsa timur dan barat dari Perancis hingga Arab bahkan sebagian orang Palestina untuk memblokade Jalur Gaza secara ekonomi keuangan militer darat laut dan udara. Tujuan agar wilayah itu kembali ke pangkuan otoritas Palestina yang disetir Israel. Blokade dimulai dengan menyetop sebagian kebutuhan pokok seperti makanan dan listrik sambil mendapat serangan udara Israel. namun blokade ini gagal menundukkan warga. Akhirnya blokade ditingkatkan menjadi blokade penuh. Tapi masih gagal. Akhirnya Israel menggera perang atas Gaza selama 23 hari meski gagal juga kecuali hanya membunuh dan menghancurkan.
Ketegaran Gaza menyebabkan dua hal: pertama meningkatkan tingkat kreatifitas warga di sana untuk mengurus persoalan dan strategi mereka setiap hari. kedua meningkatkan solidaritas bangsa dan dunia internasional secara resmi kepada warga Jalur Gaza. Benar Gaza mengalami tragedy blokade namun Gaza berhasil telak dalam memblokade orang yang memblokade mereka. Bendera perlawanan masih kokoh berkibar dan upaya rayuan dan melebur kasus Palestina gagal.
Perang Pengejaran Pembiaran dan Pelunturan: Ini dilakukan oleh rezim Arab terhadap bangsa Palestina karena mereka dianggap tersangka teroris. Padahal mereka dalam rangka mencari sarana yang bisa membantu membebaskan tanah air dan hak mereka. Jika mereka termasuk yang melawan Israel maka rezim Arab itu merasa bertanggungjawab di hadapan Israel dan Amerika. Aparat keamanan rezim Arab sering mengeja-ngejar menginvestigasi dan memenjarakan mereka. Seorang warga Palestina tidak mudah melintasi bandara udara negara-negara Arab. Mereka akan mendapatkan pemeriksaan ketat padahal mereka sudah menyatakan diri tidak mengancam keamanan rezim itu. Pasca Oslo justru sebagian pejabat Palestina masuk dalam daftar pencekal warga Palestina sendiri. Kebanyakan rezim Arab berkoalisi dengan Amerika. Dengan Israel rezim Arab berkoalisi langsung atau tidak langsung. Mereka sadar kerasnya pukulan tongkat Israel jika lentur terhadap warga Palestina.
Rezim-rezim Arab berbeda dalam perang terhadap Palestina. Libanon misalnya menekan kehidupan ekonomi warga pengungsi Palestina. Padahal mereka berkali menyatakan tidak mau menjadi warga Libanon. Agaknya tujuannya adalah memaksa Palestina terutama kalangan pemuda untuk mencari cara imigran dan melupakan masalah Palestina. Di Jordania rezim berusaha menjadikan negeri ini sebagai negeri alternative bagi Palestina dengan memberikan kewarganegaraan.
Sementara di kebanyakan negara-negara Arab warga Palestina yang baik adalah seperti manusia mati yang cukup diberi makan minum dan tidur dan hanya intervensi soal Palestina untuk tujuan berkhianat.
Perang Pengusiran: perang ini bertujuan mempersempit gerak warga Palestina di Palestina dan di negara-negara Arab untuk berfikir meninggalkan negeri. Caranya mempermudah imigrasi. Ada negara-negara seperti Norwegia Kanada Autralia dan Amerika membuka diri untuk eksodus Palestina dan mempermudah prosedur. Dulu hal semacam ini sulit karena pertimbangan profesi dan lain-lain. Namun kini dipermudah.
Perang-perang Gagal
Meski sebagian besar perang-perang di atas sudah lama semenjak masalah Palestina muncul namun kebanyakan gagal mewujudkan targetnya. Targetnya adalah memecah dan melebur bangsa Palestina bersama hak-haknya. Amerika sejak lama memberi kemudahan dalam kewarganegaraan. Tujuannya agar warga Palestina melupakan negeri mereka setelah 30 tahun. Rezim-rezim Arab juga tidak selamanya ketat terhadap Palestina.
Bangsa-bangsa Arab tidak selamanya bodoh seperti dulu. Kini mereka memiliki kesadaran yang cukup mendukung Palestina atau memberikan alasan pembenaran dalam melawan Israel. Kini kondisi membaik di negara-negara Arab. Kini kekuatan Islam dan nasionalisme banyak yang membantu Palestina dari sejumlah krisis atau meringankan.
Anti Perang
Warga Palestina di manapun kini memiliki kesadaran mendalam soal masalah yang mereka hadapi paham soal pimpinan dan faksi-faksi yang ada. Mereka sadar agar gerak internasional dan sikap Arab dan rencana Israel. Mereka kini bersenjatakan ketegaran dan mampu mengkonter serangan media dan budaya sehingga mampu menjadi bangsa bersatu.
Kesatuan bangsa Palestina di level regional dan dunia cukup kuat dan semakin kuat. Ini berkat tekad dan konsistensi Palestina dan media-media massa Arab seperti Aljazeera Almanar dan Arrayu. Jika Tepi Barat dan Jalur Gaza tanpak terpecah itu karena bangsa Palestina tidak bisa bersatu mengakui Israel dan melakukan koordinasi keamanan dengan penjajah. Akhirnya semua masalah pasti akan kembali sedia kala dan Tepi Barat akan menjadi bagian dalam mewujudkan perjuangan hingga Palestina merdeka. (bn-bsyr)