Dr. Fayez Rasyed
Perundingan dan negoisasi yang belakangan digelar di Washington digelar di tengah pengingkaran Israel terhadap hak-hak nasional Palestina tekanan Amerika kepada pihak Palestina. Apalagi selama 20 tahun perundingan serupa sudah terbukti hasilnya tidak meragukan lagi sebagai perundingan tidak berguna. Perundingan itu hanyalah langkah-langkah terorganisir dan sistemtis oleh Amerika dan Israel untuk mengantarkan bangsa Palestina kepada tahap putus asa dan pesimisme agar mereka mengibatkan bendera putih. Benar bahwa jika putus ada dan pesimisme menimpa seseorang maka ia akan mengalami kondisi mematikan cita-cita dan ambisinya. Ketika seseorang putus asa maka ia dalam kondisi paling lemah. Sehingga dengan mudah ia akan menerima solusi apapun baik negatif atau berbahaya.
Lebih berbahaya lagi bila pesimisme itu menimpa kelompok orang. Sehingga solusi apapun akan dipandang sama oleh mereka.
Secara riil kita mengakui bangsa Palestina melalui berbagai kondisi emosional dan konspirasi untuk menghabisi mereka dari para musuhnya selama mendekati 100 tahun. Agaknya ini cukup untuk membuat mereka putus asa. Apalagi bila bicara soal perbandingan antara pengorbanan yang sudah diberikan dan penderitaan yang dialami jauh lebih besar. Sehingga seakan-seakan pesimisme itu seakan menjadi fenomena umum.
Dalam sejarahnya bangsa Palestina selalu kuat dan tegar dalam menggagalkan segala konspirasi dan rencana yang memaksa mereka untuk menyerah. Karenanya musuh-musuh Palestina berusaha menghancurkannya melalui dalam. Jika sudah hancur dari dalam maka akan mudah dihancurkan seluruhnya.
Perpecahan Palestina saat ini masih menjadi senjata penting musuh Palestina untuk menyeret ke arah keputus-asaan seluruh komponen Palestina sehingga mereka mau menerima solusi apapun.
Selama bertahun-tahun masyarakat internasional menyikapi bangsa Palestina sebagai komunitas pengungsi yang tercerai berai yang membutuhkan simpati dan bantuan serta kasih sayang.
Revolusi datang memutar balikkan persepsi. Sehingga warga Palestina dianggap sebagai bangsa pejuang akan hak-haknya. Dengan perlawanannya bangsa Palestina menggedor tembok dunia. Dunia internasional pun mulai memahami masalah mereka (Palestina). Revolusi dan perjuangan hak adalah judul utama bagi bangsa Palestina. Sudah banyak negara dunia yang menerjemahkan transisi Palestina kepada kondisi perlawanan melalui dukungan mereka terhadap perjuangan hak-hak legal Palestina.
Benar di tengah serangan ganas terhadap legalitas proyek nasional Palestina musuh justru membidik pertahanan jati diri prinsip dasar nasional. Namun dalam kondisi apapun termasuk di tengah tekanan apapun tidak boleh ada tawar menawar dalam hal menyia-nyiakan hak bangsa Palestina.
Kesalahan pemimpin Palestina adalah meninggalkan pilihan perlawanan sebagai strategi dan memilih jalan perundingan. Padahal jalan perundingan terbukti gagal dan hanya menjadi pentas pemberian konsesi-konsesi kepada Israel dari otoritas Palestina.
Sebenarnya bangsa Palestina dimana pada musuh-musuhnya berusaha menjadikan mereka putus asa menyadari dimensi-dimensi konspirasi yang sedang menyerang mereka. Mereka akan tetap setia mempertahankan hak-hak mereka yang tidak bisa dibagi-bagi dan dipisah-pisahkan. (bn-bsyr)