Oleh: Yasser Za’atera
Harian Al Dustur Yordania
Pada hari Rabu lalu pengadilan Zionis memvonis pemimpin gerakan Islam di wilayah pendudukan 48 (Syaikh Raed Salah) dengan hukuman penjara selama sembilan bulan ditambah enam bulan penangguhan atas tuduhan memprovokasi aksi protes dan bentrokan dengan tentara Israel. Pengadilan
Syaikh Raed Salah membawa jiwanya di telapak tangannya selama bertahun-tahun. Dia melakukan itu secara sukarela. Setidaknya penjara adalah yang paling diharapkan. Selama bertahun-tahun dia telah mencobanya. Bersamanya beberapa rekan seperjuangan yang tidak pernah gentar dengan segala intimidasi atau yang membelokkan mereka dari jalur yang mereka tempuh untuk diri mereka sendiri. Ya apa yang diharapkan Syaikh yang sebenarnya adalah mati syahid di jalan Allah. Demi persoalan yang diyakini dan diperjuangkannya. Semua orang tahun kaum ekstremis Zionis menunggu-nunggunya siang dan malam. Mungkin negara Zionis sendiri yang tidak akan ragu untuk membunuh dia suatu saat tidak puas bahwa dampak dari membunuhnya tidak lebih buruk daripada tetap membiarkannya hidup atau dalam penjara.
Dengan segala kebanggaan Syaikh menerima berita hukuman atas dirinya. Dia keluar menantang kalangan Zionis seraya menyatakan akan terus membela masjid Al-Aqsha dan al Quds bahkan membela seluruh Palestina. Dia akan melakukan itu meskipun dia di dalam penjara. Orang-orang yang dibesarkan untuk mencintai al Aqsha dan Al Quds serta Palestina tidak akan berhenti bekerja. Demikian juga ketika mereka berada di balik jeruji penjara beberapa tahun yang lalu. Bahkan barang kali mereka yang paling banyak memberi kontribusi.
Awal tahun sembilan puluhan terjadi perdebatan sengit di kalangan gerakan Islam di wilayah Palestina terjajah tahun 1948 mengenai masuk ke Knesset (parelemen
Yang pasti kebencian Zionis terhadap Syaikh Raed tidak lain karena belia menjaga tempat-tempat suci terutama masjid al Aqsha. Juga karena melawan rencana-rencana yahudisasi al Aqsha penghancuran al Aqsha dan pembangunan kuil di atas reruntuhannya. Hal itu mendapatkan dukungan bulat di kalangan Zionis mengumandangkan secara rahasia dan terang-terangan slogan Ben-Gurion: “Tidak ada artinya bagi
Tapi itu semua bukan segalanya dalam kenyataannya. Syaikh Raed tidak hanya menjaga Al-Aqsha saja. Namun menjaga memori kolektif bagi Palestina di tanah pendudukan 1948. Siapapun yang tahu apa yang terjadi padanya pada tahun tujuh puluhan dibandingkan dengan apa yang terjadi hari ini mengetahui beetul adanya usaha yang besar dalam melawan kebijakan “kurcaci” yang menjadi pengingut penjajah yang berada di ambang kesuksesan kalau bukan karena munculnya gerakan Islam kedalaman pemikiran dan kehadiran di bawah kepemimpinannya yang rabbani.
Syaikh Raed (dan di
Dengan menolak untuk masuk ke Knesset Syekh Raed menghadapi pukulan lain dari penjajah. Karena bukti-bukti pentuntuk sangat jelas bagi mereka. Negara penjajah ini tidak diakui oleh Syaikh dan para pendukungnya dan tidak mungkin mereka mengakuinya. Dan terbukti bahwa kerusakan berdampak dengan masuknya orang Arab dalam Knesset. Dan itu jauh lebih besar dibandingkan dengan kemaslahatan terbatas yang dicapai.
Selain semua itu dengan segenap kemampuannya Syaikh Raed membela saudara-saudaranya di gerakan Hamas dan seluruh gerakan perlawanan. Mengulurkan apa yang bisa diberikan untuk mendukung mereka. Hal ini pula yang menjadi sebab dia dan gerakannya menjadi target musuh.
Di dalam atau di luar penjara Syaikh Raed Salah tetap menjadi duri dalam tenggorokan agresor. Dia akan tetap meneriakkan: “Al-Aqsha berada dalam bahaya al Quds berada dalam bahaya” untuk membuat tegang pendengaran mereka (musuh). Terlebih mereka menemukan gemanya di dalam hati dan pikiran kemudian menyebar ke ratusan ribu orang-orang yang tidak akan mengecewakan Syaik mereka dan tidak mengecewakan panji yang dikibarkan dalam keadaan apa pun. (asw)