Tue 6-May-2025

Pasukan Perdamaian Internasional di Jalur Gaza

Selasa 8-Januari-2008

Umar Najeeb

Al-Quds Al-Arabi London

Ketika Hamas mampu menghentikan konflik di Gaza dan menguasai wilayah untuk kepentingan Palestina Juni 2007 pembicaraan mengenai penempatan pasukan perdamaian internasional di wilayah itu kembali mencuat ke permukaan. Yang menarik perhatian tuntutan itu bukan saja datang dari Presiden Otoritas Palestina Mahmod Abbas namun juga datang dari PM Israel Ehud Olmert yang pemerintahannya pernah menolak proyek ini di masa lalu. Penolakan Tel Aviv saat itu beralasan karena Israel melihat bahwa pasukannya harus mampu membatasi pengaruh dan menumpas kelompok perlawanan Palestina sebagai permulaan untuk menerapkan resolusi-resolusi internasional terutama No. 242. Jika ini terjadi maka konflik akan melibatkan PBB.

Kesepakatan Israel kemudian semakin menurun sejak saat itu setelah sejumlah sumber keamanan dan intelijen mengingatkan bahwa keberadaan pasukan perdamaian internasional di sana akan justru menjaga kelompok perlawanan dan akan membahayakan rencana-rencana Tel Aviv dalam mengendalikan realitas di lapangan terutama di wilayah Tepi Barat. Jika kondisi ini terjadi maka akan mengembalikan penerapan resolusi DK PBB dan menghalangi revisi perbatasan tahun 1967 dengan memasukkan 50% wilayah Tepi Barat dan Al-Quds untuk kepentingan permukiman Israel.

Gagasan penempatan pasukan perdamaian intternasional untuk mendamaikan antara Palestina dan Israel bukan lahir dari kondisi saat ini namun lahir dari kondisi perang enam hari tahun 1967. Ketika itu sejumlah pihak mengusulkan akan memaksa Israel menarik diri dari wilayah jajahannya. Namun Israel menolak kerjasama dengan Amerika Serikat yang termasuk mengusulkan gagasan itu sehingga penjajahan Israel berlangsung hingga sekarang. Ketika perlawanan Palestina memaksa pemerintah Sharon harus hengkang dari Jalur Gaza tahun 2004 dan membekukan pemukiman-pemukiman Yahudi di sana delegasi internasional Tiere Rood Larson meminta – melalui investigasinya bulanannya kepada Sekjen PBB – meminta agar mengirim pasukan perdamaian internasional untuk mengatur penarikan Israel dari sana. Otoritas Palestina segera menerima gagasan ini namun Israel kembali menolaknya.

Dalam konferensi negara-negara donor untuk Palestina di Paris Presiden Perancis Nicola Sarkozy mengusulkan pembentukan “pasukan internasional baru“ yang ditugaskan pada saat yang sesuai untuk mendukung aparat keamanan Palestina. Ia menambahkan konferensi Paris harus turut membangun negara modern dan OP berjanji menjamin menghormati undang-undang dan sistem mereformasi lembaga keamanan secara profesional. Masyarakat internasional harus mewujudkan tujuan sulit ini.

Gagasan ini lahir sebagai jalan keluar bagi problema dan keruwetan yang dihadapi Israel terhadap pasukan perdamaian internasional. Dimana pembentukan pasukan internasional yang baru ini akan menjadi pendukung pasukan keamanan OP dan Israel dalam menghadapi perlawanan Palestina yang memerangi Israel. Pasukan ini tidak dibentuk untuk menjaga Palestina dan menerapkan atau menghormati apa yang disebut dengan konstitusi internasional. Pasukan ini akan membantu pasukan OP di bawah intruksi Ramallah untuk menguasai Jalur Gaza kembalii dan sejumlah wilayah lainnya di Tepi Barat di mana ada sejumlah kelompok perlawanan Palestina di sana terutama Batalion Syuhada Al-Aqsha sayap militer Fatah yang menolak intruksi-intruksi OP agar menghentikan perlawanan dan memiliki perundingan sebagai jalan satu-satu untuk mewujudkan perdamaian dengan mengorbankan hak-hak Palestina.

Gagasan ini tidak tampak sebagai produk presiden Perancis namun banyak pihak terlibat di dalamnya yang sudah diasah oleh Israel dan Washington untuk menyempurnakan apa yang sudah sepakati di konferensi Annapolis dalam rakyat propaganda terang-terangan perang melawan rakyat Palestina dan gerakan Hamas. Ini merupakan bagian dari rencana baru untuk mendukung keamanan bagi Israel. (bn-bsyr)

Kolumis Mesir tinggal di Maroko

Short Url:

Coppied