Tue 6-May-2025

Pasukan Keamanan Arab ke Jalur Gaza

Selasa 2-September-2008

Yaser Zaaterah

Dostor Jordania

Setelah Menlu Mesir Ahmad Abul Ghaith menegaskan negaranya sedang mempelajari gagasan perizinan pengiriman pasukan Arab ke Jalur Gaza untuk mencegah peperangan internal Palestina seakan masalah ini menjadi sangat penting dan membutuhkan kepedulian dari berbagai pihak. Apalagi yang membicarakannya adalah negara Arab terbesar yang dianggap negara Arab satu-satunya yang merupakan pintu masuk ke Jalur Gaza dari dunia luar disamping negara penjajah Israel tentunnya. Yang lebih penting negara ini tidak pernah putus hubungan dengan Israel. Sehingga tidak mungkin Mesir menyatakan demikian kalau tidak mendapatkan lampu hijau dari Tel Aviv atau Amerika.

Namun semua juga mengetahui bahwa gagasan seperti ini harus memperoleh persetujuan dari gerakan Hamas tentu setelah persetujuan dari Israel pula. Pahadal Hamas sudah menolaknya meski pada menjadi isu media. Maka pernyataan Abul Ghait merupakan tekanan untuk gerakan Hamas agar mengubah sikap-sikap di tataran taktiknya. Bahkan mungkin pada tataran strateginya termasuk masalah masalah blokade Shalit persatuan Palestina tentu termasuk sikapnya terhadap perundingan dengan Israel.

Mungkin gagasan itu akan menjadi proyek jika Liga Arab mengadopsinya. Namun jauh dari pengandaian itu sesungguuhnya gagasan baru ini adalah “sihir baru“ untuk mengakhiri kondisi “aneh“ di Jalur Gaza. Mereka meyakini sarana lain untuk mengubah ini adalah mustahil.

Lebih dari satu tahun blokade Hamas di Jalur Gaza tidak jatuh. Tak ada massa yang turun ke jalan menentangnya. Padahal semua tahu Israel tidak akan menempu aksi nekad lagi dengan menyerang Jalur Gaza sebab akan menelan biaya dan kerugian yang tidak terkira. Apalagi Israel juga yang mengawasi kekuatan militer Hamas yang dari hari ke hari semakin berkembang. Adapaun blokade yang bertujuan menjatuhkan Hamas justru Mesir yang akan menjadi luapan amarah.

Gagasan pasukan Arab ke Jalur Gaza hanya ingin menghindar dari dilema bersama yang dialami oleh Tel Aviv Kairon Washington dan Ramallah. Gagasan ini juga wujud dari jatuhnya payung Arab dalam menyikapi masalah Palestina.

Kesimpulannya di tengah kondisi bargaining politik Arab yang anjlok maka tidak akan keluar gagasan kecuali gagasan yang membuat sengsara rakyat Palestina. Padahal kondisi global yang banyak perkembangan baru seharusnya menjadi peluang bagi Arab untuk menghadapi tekanan-tekanan Amerika dan Israel. (bn-bsyr)

Short Url:

Coppied