El-Khaleej Arabic
Dr. Naji Shadiq Syarab
Adanya seruan “perlawanan damai sipil rakyat” tidak berarti pilihan “perlawanan militer” mengalami penurunan. Tidak berarti menyerah dari hak-hak Palestina dalam mengakhiri penjajahan Israel. Bangsa Palestina sudah dan terus melakukan perlawanan dengan senjata klasik yang kemudian berhasil mereka kembangkan dengan sarana dan potensi yang terbatas. Namun jika dibandingkan dengan kekuatan militer Israel yang canggih tidak mungkin bangsa Palestina dengan senjata itu bisa mengakhiri penjajahan Israel. Meski demikian mereka terus melakukan perlawanan militer sepanjang sejarah sejak awal abad 20 hingga awal pembangunan pemukiman yahudi di Palestina.
Pertanyaannya kenapa pilihan ini tidak bisa mewujudkan tujuan-tujuannya setelah melalui berbagai tahap? Apakah jika demikian tidak perlu lagi melakukan perlawanan. Yang perlu dibuktikan adalah bangsa Palestina belum mencoba pilihan perlawanan sipil damai secara massal dan luas. Perlawanan damai jenis inipun belum membuahkan hasil. Pilihan terakhir inipun tidak boleh dibuang dengan alasan perlawanan senjata. Perlawanan bukan tujuan dan bukan satu-satunya pilihan bagi sebuah bangsa yang dijajah yang ingin memperoleh kebebasan dan kemerdekaan politik. Setiap konflik pasti memiliki sarana dan alat bagi pihak terdlalimi. Langkah pertama yang dibutuhkan adalah berusaha kembali menilai mengevaluasi mengarahkan pilihan-pilihan perlawanan untuk saling melengkapi. Langkah kedua perlawanan sebagai pilihan yang bisa divonis hasil politiknya maka perang adalah perpanjangan dari politik. Jika semua hal bisa dicapai dengan perlawanan dan perang maka Amerika pasti akan menggelar perang setiap hari karena ia sebagai kekuatan paling adidaya di dunia. Ada sejumlah pilihan dan sarana yang digunakan oleh sejumlah negara dan bangsa. Dari telaah penulis terhadap sejarah bangsa Palestina modern bisa disimpulkan bangsa Palestina gagal dalam pilihan-pilihan akibat konflik yang khas. Maka sudah selayaknya mereka tidak berinteraksi dengan Israel dari kaca mata kekuatan yang dimilikinya. Sebab Israel adalah negara kuat. Israel sepanjang sejarah selalu mencari titik lemah Palestina dan berusaha menjatuhkannya dan memaksanya mengalah. Dari dimensi penjajahan moral demokrasi dan rasisme Israel tidak layak dijadikan partner dalam perundingan. Sehingga Palestina selalu dalam posisi terpojok dan tidak bisa memenej konflik.
Jika Palestina mampu memenej itu maka akan banyak capaian yang bisa diperoleh Palestina. Israel mengaku negara demokrasi tapi demokrasi macam apa ketika tindakannya diwarnai dengan politik kekerasan dan pembunuhan terhadap nilai-nilai demokrasi itu sendiri? Demokrasi macam mana yang diwarnai dengan penangkapan aleg bangsa Palestina yang sah? Ada wajah terorisme yang tunjukkan Israel namun sebaliknya Israel menuding perlawanan bangsa Palestina sebagai tindakan terorisme.
Ada masalah peninggalan bersejarah Palestina dan tempat suci atau masalah pagar yang didirikan Israel untuk merendahkan bangsa Palestina namun tidak dimanfaatkan dengan baik. Kita hanya melakukan perlawanan dengan senjata sederhana yang dikembangkan namun kita digambarkan memiliki rudal jelajah antar benua atau alat perang lainnya yang digambarkan berlebihan. Ketika memberitakan korban sipil padahal korban sipil Palestina berlibat-libat disbanding korban dari sipil Israel namun media menggambarkan seakan semua sipil Israel terbunuh. Karenanya kita perlu melakukan evaluasi pilihan-pilihan kita yang bisa membantu tujuan politis kita. Penulis bayangkan seandainya Palestina memiliki bom nuklir dan memiliki rudal jelajah antar benua atau memililiki hulu ledak besar maka mereka bisa menggunakannya untuk kepentingan politis mereka? Jika seandainya punya maka itu justru akan ‘membunuh’ mereka sebelum membunuh orang lain. Lihatlah Israel memiliki pertahanan nuklir yang besar tapi negara zionis itu tidak bisa menggunakannya untuk membunuh atau mengusir warga Palestina. namun bom penduduk Israel lebih efektif dibanding bom nuklir. Ini yang seharusnya dipikirkan oleh Palestina bagaimana mereka bisa mempertahankan ras manusia bagaimana mereka bisa memberikan keamanan dan lingkungan yang bersahabat bagaimana mereka memberikan mempertahankan unsure-unsur kekuatan dan persatuan bukan unsure perpecahan dan berfikir untuk eksodus meninggalkan Palestina. Penulis berfikir bahwa negara Arab atau Islam yang memiliki kekuatan nuklir bukan untuk membebaskan Palestina tapi untuk menjaga kepentingannya. Meski Iran memiliki bom nuklir ia tidak bisa memanfaatkannya. Pakistan adalah negara Islam nuklir tapi apakah mereka berfikir untuk membebaskan Al-Quds misalnya?
Setiap revolusi memiliki cirri khas setiap bangsa di bawah jajahan memiliki cara berjuang dan melakukan perlawanan. Tidak mesti perjuangan bersenjata itu menempuh jalan paling singkat dan cepat untuk mengakhiri penjajahan. Bisa jadi jalannya panjang.
Bangsa yang hidup adalah yang mampu memperbarui dirinya dengan cara memperbaruhi sarana dan unsure-unsur kebertahannya.
Dalam fase saat ini seharusnya kita mengevaluasi pilihan-pilihan kita dalam perlawanan dan perundingan agar bisa mengetahui bahwa piliihan-pilihan tidak bisa ditempuh dengan cara terpisah-pisah namun dengan cara saling melengkapi. Setiap pilihan memerluhan kekuatan pilihan lainnya. Akhirnya bagaimana bisa mengakhiri penjajahan Israel sementara Palestina berpecah belah soal pilihan mereka dan tidak mampu menelaah diri mereka sebelum menelaah Israel??
*Akademi dan kolumnis Arab