Tue 6-May-2025

Milyaran Dolar US untuk Basmi Perlawanan Palestina

Rabu 19-Desember-2007

Abdul Bari Athwan

(Al-Quds Arabi London)

Negara-negara donor yang menggelar konferensi di Paris kemarin Selasa (18/12) berjanji memberikan bantuan dana kepada Otoritas Palestina yang nilainya 75 milyar USD atau 2 milyar lebih banyak dari yang diminta oleh OP. Kedermawanan negara-negara donor ini mengundang tandatanya dan keraguan soal konpensasi apa yang harus ditebus oleh rakyat Palestina.

Gelontoran dana ini tentu untuk menyuap kepada Mahmod Abbas agar mau melakukan kompromi dari sebagian hak-hak dasar Palestina atau sebagai uang muka untuk invasi tank-tank “Israel” masuk Gaza untuk melakukan berbagai pembantaian demi pembantaian dengan alasan menghentikan laju negara Hamas atau menghentikan roket perlawanan Palestina ke Sidrot.

Israel” akan mengambil banyak keuntungan dari dana tersebut baik langsung atau tidak. “Israel” lah yang mengendalikan di Tepi Barat dan mengisolasi Jalur Gaza.

Apalagi negara donor membebaskan ‘negara Israel’ dari kewajiban undang-undangnya sebagai negara penjajah yang bertanggungjawab langsung terhadap warga dan wilayah yang dijajahnya. Ini berdasarkan konvensi Jenewa IV soal tawanan perang termasuk memberikan layanan umum keamanan dan kepegawaian.

Bantuan dana ini untuk mendanai cabinet Abbas untuk melancarkan rencana PM Salam Fayyadl yang memiliki hubungan erat dengan negara Eropa dan Amerika Serikat. Rencana Salam Fayyadl yang diajukan kepada negara-negara donor dalam konferensinya bertemakan “pembangunan dan reformasi untuk empat tujuan penting: pemerintahan cerdas pembangunan social (kesehatan pendidikan dan urusan social) mendukung sector khusus rekontruksi ekonomi Palestina.”

Pemerintah cerdas yang dimaksud adalah mendirikan negara insitusi berdasarkan demokrasi memperluas partisipasi politik dalam pemerintahan. Padahal apa yang dilakukan pemerintah Ramallah tidak mencerminkan cita-cita mulia di atas. Pemerintahnya hanya dijalankan hanya mencerminkan dua anggota parlemen dari 105 total anggota yang ada. Justru pemerintahnya tidak mengakui legalitas parlemen Palestina dan institusi resmi manapun selain presiden Mahmod Abbas dan pemerintah Amerika Serikat.

Cerdas tapi masa bodoh dengan Jalur Gaza yang merupakan 1/3 penduduk Palestina. Salam Fayyadl justru menyebut penduduk Gaza bukan penduduk Palestina berbeda dengan penyebutan warga Tepi Barat.

Di negara-negara dunia mereka memutus gaji karena absent kerja atau mogok kerja. Namun pemerintah Salam Fayyadl justru melakukan sebaliknya. Mereka membayar gaji pegawai yang duduk di rumahnya dan tidak menunaikan tugas di Jalur Gaza. Sementara pegawai yang masuk kerja dan memelihara jenggotnya maka gajinya diputus meski dari organisasi Fatah. Inikah pemerintah cerdas??

Jika alokasi dana pendidikan kesehatan dan layanan umum pemerintah Fayyadl hingga 500 juta USD bagaimana akan berhasil jika warga di Tepi Barat dikekang dengan adanya 500 perlintasan 130 pemukiman yahudi illegal belum yang legal yang dibangun Israel?

Dana itu hanya akan dinikmati oleh kelompok kecil dari orang dekat Abbas sementara rakyat Palestina lainnya tidak akan berubah kondisi mereka.

Dana ini secara teori untuk Tepi Barat dan Jalur Gaza. Kita dengar Abbas menceritakan kondisi menyedihkan akibat isolasi Jalur Gaza. Bahkan sampai Condalizza Rice menangsi saat Abbas berpidato. Namun ia tidak mengungkapkan bagaimana menyikapi kondisi saat ini di Jalur Gaza dan bagaimana dana itu sampai kepada Hamas yang diisolasinya sendiri bersama Israel dan Amerika Serikat.

Ada sekenario keluar dari kondisi dilematis di Jalur Gaza. Pertama dialog antara pemerintah Abbas dan pemerinah Ismael Haniya yang menjurus kepada rekonsiliasi mengembalikan wilayah-wilayah ke pemerintah nasional. Sekenario kedua invasi Israel yang diyakini oleh Ehud Barak akan mampu membasmi Hamas dnan perlawanan Palestina lainnya serta mengembalikan Jalur Gaza ke pangkuan Ramallah.

Sekenario pertama yaitu dialog agaknya sangat jauh. Sebab Israel memberikan pilihan kepada Abbas antara dialog dengannya atau dengan Hamas. Namun Abbas memilih yang pertama dan ingin berpaling dari yang kedua secara utuh. Maka sekenario yang paling mungkin adalah invasi Israel.

40 milyar USD yang diperoleh pemerintah Mesir pasca Cam David atau 2 milyar setiap tahun adalah kompensasi negara pyramid ini dikucilkan Arab dan putusnya hubungannya dengan masalah Palestina. Milayaran dolar USD yang diterima Abbas adalah konpensasi dari komprominya dari hak kembali pengungsi Palestina dan sebagian besar wilayah Al-Quds untuk Israel serta menerima permukiman penjajah yang besar-besar di sekelilingnya (Al-Quds).

Kita mengelus dada kita. Sebab apa yang terjadi sekarang adalah termasuk rangkaian dari kesepakatan rahasia dan penerapan studi solusi “Dua Negara” yang sudah disiapkan oleh lembaga AIX. Studi ini merinci soal mekanisme penerapakan kesepakatan oleh dua tim Israel dengan ketua Prof. Eri Arnon dari Universitas Ben Gorion dan tim Palestina yang diketuai oleh Shaeb Areqat yang juga diawasi oleh Prof. Gilbert bin Hayon dari Pol Shezan University yang didanai ileh Kementeraian Luar Negeri Perancis.

Isi dari studinya sangat menakutkan penghapusan hak kembali pengungsi Palestina karena dianggap tidak realistis dan menyiapkan dana 30 milyar USD untuk pewarganegaraan dang anti rugi pengungsi Palestina.

Sekali lagi terntara kedermawanan Amerika Serikat dan Eropa ternyata adalah ranjau beracun. Ia hanya panjer dari konpensasi kompromi dari hak-hak Palestina yang masih tersisa. (bn-bsyr)

Short Url:

Coppied