Dr. Abdus Sattar Qasim
Setiap kali Gaza membutuhkan gizi pejabat Mesir ramai membicarakan kedaulatan negara mereka. Agaknya di mata mereka kedaulatan Mesir selalu dianggap urgen dalam menghadapi warga Gaza yang sama sekali tidak berminat terhadap tanah Mesir alih-alih menjajahnya. Warga Gaza tidak memiliki nafsu apa-apa kecuali membeli makanan dan kebutuhan pokok lainnya. Penulis tidak menampik kelompok perlawanan Palestina memiliki tujuan lain menyelundupkan dana dan senjata atau bahan utama produksi senjata di Gaza untuk membela diri dari serangan Israel. Senjata Gaza bukan untuk melawan dan menyerang Mesir atau memperburuk citranya namun untuk membalas kejahatan Israel dan menghadangnya serta menyokong kekuatan diri Palestina demi mengembalikan hak-hak nasionalnya sebagai bangsa.
Pihak-pihak terkait tidak berusaha mencari hakikat masalah dimana Mesir sebenarnya tidak memiliki kedaulatan terhadap gurun Sinai. Semua pembicaraan soal kedaulatan dan keamanan nasional Mesir hanya penyesatan opini manipulasi pengapuran dan absurt. Ada pihak yang berkolaborasi dengan Mesir dan kebijakan politiknya. Ada pihak yang mengetahui hakikat sebenarnya tapi tidak ingin berbicara karena sejumlah faktor. Mesir sendiri tidak kedaulatan terhadap Sinai dan tidak mampu sendirian melakukan strategi dan taktik tanpa minta fatwa kepada Israel dan Amerika.
Padahal Mesir memiliki kekuasaan terhadap Sinai sesuai dengan perjanjian David tahun 1979. Kekuasaan ini seperti otonomi yang dimiliki oleh Otoritas Palestina dan hanya terbatas dalam pengaturan urusan sipil warga. Sesuai kesepakatan ini Mesir memiliki otoritas untuk memasukkan satu bendera saja di barisan tentara Mesir untuk menempati dan bermarkas di sisi barat Sinai hingga sisi barat dari koridor Mutla dan Wadji. Ini merupakan bukti keberadaan militer Mesir secara simbolis sebagai penghormatan atas Mesir. Dalam posisi seperti itu Mesir tidak mungkin masuk ke dalam kancah peperangan atau membela diri dari serangan atau menerapkan politik tertentu. Sesuai dengan kesepakatan agar Mesir tidak malu Israel harus menjauh dari perbatasan Mesir – Palestina sepanjang 2 kilometer saja. Mesir juga dilarang mendirikan pangkalan udara militer di Sinai sementara Amerika dengan leluasa membangun dua bandara besar untuk Israel di Naqab sebagai bagian dari perjanjian Cam David.
Polisi Mesir diperbolehkan mempertahankan dengan paksa secara terbatas di Sinai untuk menjaga keamanan sipil dengan persenjataan pribadi seperti pistol. Mesir dilarang menggunakan peralatan perang dan hanya diperbolehkan menggunakan peralatan menghadapi kekacauan kemarahan massa dan demontrasi. Mesir tidak bisa membangun kota baru di Sinai atau menerapkan politik dengan menambahkan jumlah penduduk padahal itu merupakan kepentingan keamanan nasional Mesir.
Sesuai kesepakatan Cam David Mesir harus menjaga keamanan Israel harus mengejar kelompok teroris yang hendak mengancam Israel. jika Mesir menolak prosedur keamanan khusus Israel ia harus menarik pasukannya dari Sinai. Berdasarkan ini membuka Gaza adalah tindakan terlarang sebab akan mengancam keamanan Israel. Mesir harus tetap membiarkan Gaza tertutup karena ia perbatasan keamanan bagi Israel. Karenanya gerbang-gerbang cek poin di sekitar Jalur Gaza dibagi antara Mesir dan Israel untuk mengawasi gerak warga dan barang yang keluar masuk. Perlintasan Rafah tidak termasuk yang dikuasai Israel sesuai dengan standar keamanan dan politk Israel.
Karenanya Mesir sama sekali tidak membuka perlintasan Rafah dengan kemauannya namun mengikut kepada Israel. Israellah yang menentukan pembukaan selama dua hari atau tiga hari. Mesir hanya sebagai satpam dan pembuka pintu gerbang.
Ini juga berlaku bagi semua bantuan fisik dan non fisik bagi Gaza. Tak ada kafilah bantuan yang bisa masuk tanpa izin dari keamanan Israel. Artinya Mesir menggunakan gagasan kedaulatannya dan keamanannya sebagai alasan media. Bagi pengamat Cam David ini hanya alasan dibuat-buat. Ini juga berlaku bagi tembok baja yang dibangun Mesir sekarang. Mesir hanya sebagai pekerja. Amerikalah yang meletakkan rencana-rencana kerjasama dengan Israel sebab merekalah yang mendanainya dan Mesir yang mengerjakannya.
Pasukan internasional lintas negaralah dengan pimpinan Amerikalah yang menguasai Sinai. Ia yang menentukan aktivitas keamanan dan militer Mesir. Pasukan itu berada di koridor Mutla dan Wajdi yang sangat strategis. Mereka memiliki peralatan elektronik cangguh sebagai peringatan dini menggerakkan pasukan arteri pelacakan melalui satelit sesuai dengan perintah Amerika bukan Mesir. Merekalah yang mengarahkan pasukan Mesir dan polisinya untuk mencegah penyelundupan senjata ke Gaza.
Mesir tidak bisa menambah kekuatan ke Rafah untuk memperketat perbatasan antara Gaza dan Sinai. Ia tetap harus izin Israel jika menginginkannya. Israel pernah mengusulkan agar Cam David direvisi yang memungkinkan Mesir menambah pasukan.
Meski demikian pejabat Mesir tidak malu bicara soal kedaulatan negerinya atas Sinai. Padahal setiap hari Amerika melakukan pelanggaran di Sinai. Israel yang mengawasi gerak warga Mesir di sana. Namun Mesir tidak begitu tersinggung. Mereka hanya tersinggung ketika masalahnya terkait dengan Gaza.
Kemarin pejabat Amerika mengawasi dan mengelilingi RS Aresy di setiap ruangan tanpa ditemani pejabat Mesir. Kemarin pesawat Israel melintasi udara Mesir hingga Sudan dan menyerang sebuah kafilah mobil dari di Sudan yang dianggap membawa senjata dan bantuan bagi Gaza. Tapi tak ada pejabat Mesir angkat bicara soal kedaulatan negara mereka. Namun ketika hanya sekaleng Danon diselundupkan ke Gaza presiden Mesir berang.
Mungkin kita bisa memahami jika Mesir bicara soal ketidakberdayaannya atas Sinai. Sebab kita tahu pendatangan atas Cam David. Namun terus menerus bicara soal kedaulatan dan keamanan nasional itu hanya kebodohan dan tidak bisa diterima kecuali orang yang loyal kepada Israel. (bn-bsyr)