Thu 8-May-2025

Membaca Politik Amerika

Kamis 25-Februari-2016

Munir Shafiq

Selama tiga tahun terakhir strategi Amerika di timur Asia terlihat tidak konsisten di sebagian besar kawasan dan isu atau persoalan yang sedang memanas kecuali politiknya mengepung Cina.

Selama tiga tahun terakhir secara militer politik ekonomi dan diplomasi Amerika memberikan prioritas untuk menghadapi Cina meski hubungan positif antara keduanya di bidang ekonomi tetap berjalan. Namun Amerika tetap menggalang dan memobilisasi sekutu-sekutunya untuk melawan Cina. Itu sebelum berpindah politik ketegangan dan perang dingin.

Yang lebih penting adalah membaca politik Amerika terhadap persoalan-persoalan panas di kawasan Timur Tengah dan kawasan Islam. Ada analisis yang menilaik kontradiktif.

Ada yang membaca bahwa selama lima tahun revolusi Arab dan revolusi balik konflik chaos dan perpecahan Amerika ikut bahkan menjadi pemain utama mengendalikan arah pusaran konflik.

Namun ada analisis yang menilai bahwa Amerika kehilangan hegemoninya di dunia internasional regional dan Arab. Misalnya terkait sejumlah peristiwa di Arab dan kaitannya dengn Turki dan Iran yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor internal Arab dan regional. Sementara peran Amerika – Eropa ada di urutan ketiga atau empat dan lebih banyak peran Rusia di Suriah misalnya daripada Amerika atau Eropa.

Dua analisis di atas banyak ditemukan artikel serius yang mencoba menganilisis politik Amerika di fase sekarang. Ada analisis yang menuding pemerintah Obama menarik diri atau mulai menarik diri dari kawasan dan melepaskan diri dari sekutu-sekutunya dan membiarkan mereka. Ini misalnya ditemukan di artikel di koran London – Saudi. Ada yang menilai bahwa Amerika masih berada di balik semua kejadian dan fenomena termasuk ISIS dan Jabhah Nushroh dan intervensi militer Saudi di Yaman dan penjatuhan pesawat Rusia oleh Turki. Ini bisa ditemukan di artikel-artikel koran-koran Libanon.

Ada anomali dari kedua analisis tersebut. Analisis bahwa Amerika di belakang setiap kejadian juga mengakui bahwa pengaruh paman Sam berkurang dan melemah dalam perimbangan kekuatan internasional. Namun mereka mengklaim AS lah di belakang Jabhah Nusrah dan ISIS di belakang Saudi dan Turki.

Analisi yang mengklaim Amerika sudah menarik dari kancah pengaruh internasional dan mengurai dari sekutu-sekutunya justru masih beranggapan bahwa AS sebagai kekuatan utama dan penentu. Namun justru di Suriah Amerika diklaim menyerah terhadap Rusia dan melepaskan Saudi dalam perang di Yaman dan mendukung Kurdi melawan Turki.

Kedua analisi di atas sepakat bahwa kekuatan Amerika adalah satu hal dan realita politiknya adalah hal lain.

Menurut penulis anomali ini tidak karena bodoh namun ada kesengajaan. Ada antusias dari kedua analisi yang dianut oleh media-media mainstream di atas ingin tetap menonjolkan Amerika sebagai kekuatan terkuat di dunia meski mereka membiarkan sekutu-sekutunya. Di sisi lain mereka ingin memprovokasi Amerika agar turun tangan dalam hal-hal parsial karena itu mereka sebut Amerika masih menjadi lakon dari setiap peristiwa.

Karena itu ketika menganalisi kesepakatan nuklir dengan Iran mereka menyebut pengaruh Amerika menurun menghadapi Iran dan bahkan AS memberikan konsesi. Atau mereka menyebut AS mengingat janji dengan Iran dan akan menjadi sekutu.

Begitu juga terkait dengan Suriah dimana AS berusaha diadu dengan Rusia soal pengaruh.

Namun di luar dua analisis yang anomali itu ada analisis sistematis yang mengaitkan langsung antara kelemahan Amerika dalam perimbangan kekuatan secara umum di satu sisi dengan politik AS terhadap berbagai persoalan di sisi lain. Teorinya tidak mungkin politik parsial Amrika tidak berimbas kepada kelemahannya dalam perimbangan kekuatannya atau sebaliknya. Dengan kata lain kelemahan Amerika pasti akan berimbas kepada perimbangan kekuatan.

Jelas kekacauan umum yang menimpa negara-negara Arab bukan hasil kekuatan Amerika dan kekuasaannya. Sebaliknya itu terjadi karena kelemahan Amerika dan tidak berkuasa atas segala kejadian. Buktinya ketika Amerika kuat dan berkuasa dalam perimbangan kekuatan dunia mereka bisa mengatur stabilitas dan kekuasaan.

Inilah yang menafsirkan juga sering muncul perbedaan antara pandangan politik Amerika dan Israel atau dengan Turki atau Saudi atau lainnya juga terkait dengan kesepakatan nuklir Iran.

Kelemahan Amerika itu memunculkan kenyataan bahwa intervensi militer Rusia di Suriah dan yang berperan dalam perundingan soal Suriah. Juga terkait dengan politik Turki Mesir Saudi dan bahkan Emirat dan Qatar yang terkesan dibiarkan oleh Amerika bermain pengaruh dan bermanuver.

Salah bila orang menilai bahwa blokade Mesir terhadap Jalur Gaza karena pengaruh (agen) Amerika atau Israel meski blokade ini berpihak kepada kepentingan Israel atau satu garis dengan politik Amerika yang menganggap perlawanan Hamas dan Jihad Islami di Jalur Gaza sebagai organisasi teroris. Blokade yang betujuan melucuti Jalur Gaza dari senjata atau menekan akan menyerah justru mengancam keamanan nasional Mesir sendiri. Namun faktor dan motiv Mesir memblokade karena pertimbangan politik internal meski salah sempit dan membahayakan kepentingan mereka sendiri.

Jika salah yang mengira bahwa jatuhnya pesawat Rusia di Turki karena keputusan Erdogan atas perintah Amerika meski itu berpihak kepada AS. Itu semata-mata karena pertimbangan Erdogan saja yang mengharuskan untuk itu meski itu merusak hubungan dengan Rusia.

Salah bila mengira keputusan Saudi intervensi militer di Yaman dengan serangan udara adalah keputusan Amerika. Meski pun Saudi menyampaikan keputusan itu kepada Amerika meski Amerika juga memberikan dukungan pesawat tempur kepada Saudi. Jadi keputusan itu semata-mata dari Saudi.

Demikian dengan banyak politik-politik dan berbagai peristiwa konflik di negara-negara Arab dimana peran dalam negeri dan Arab regional Turki – Iran adalah lebih kuat dan banyak menentukan dalam menentukan arus konflik yang meletus sejak 2010. Sementara peran Amerika dan Eropa menurun jika dibanding dengan fase antara 1917 hingga 2010.

Namun juga ada peran Rusia di Suriah sebagai pemain penentu baru dalam percaturan konflik. Sampai dimana pengaruh Rusia ini terhadap faktor Arab – Iran – Turki? Inilah yang akan menentukan perkembangan konflik di Suriah.

Analisis ini memang berbeda dengan dua analisis sebelumnya. Sebab asumsi yang benar dalam berpengaruh terhadap membaca kejadian. Asumsi yang salah juga berpengaruh terhadap manajemen konflik baik defensif atau ovensif. Ini sebagai analisis daruat bagi yang anti Amerika dan Israel dan yang ingin mengatasi konflik dalam negeri serta membersihkan fenomena-fenomena kanker seperti Israel di Palestina. Apalagi jika ingin keluar dari konflik Arab dan negara-negara Islam saat ini. Selain itu juga mencari alternatif membangun sistem Arab – Islam (Iran – Turki) baru di atas sistem lama Sykes – Picot dan janji Balfour pasca Perang Dunia I dan dikukuhkan oleh negara-negara besar pasca Perang Dunia II. (at/arab21/infopalestina)

Short Url:

Coppied