Prof. Dr. Sulaiman Shalih
Asy-Syarq Qatar
Apakah mungkin terwujud perdamaian antara Arab dan Israel? Umat perlu mengetahui jawab mendalam atas pertanyaan ini. Penulis pernah sejak lama menyiapkan jawabannya dalam serial makalah. Namun peristiwa demi peristiwa terutama blokade Jalur Gaza tidak memberikan kesempatan bagi penulis untuk menulis artikel ilmiah atas pertanyaan besar ini.
Bukan sekedar perjanjian
Harus disepakati terlebih dulu perdamaian bukan sekedar perjanjian yang diteken oleh pemerintahan dan otoritas dimana pihak yang kuat memaksakan syarat-syaratnya terhadap pihak yang lebih kuat.
Perjanjian-perjanjian itu tidak akan mewujudkan perdamaian. Pengakuan terhadap perjanjian itu tergantung kepada perubahan situasi yang mempengaruhinya. Perdamaian adalah budaya. Tidak akan terwujud perdamaian kecuali dengan mengembangkan budaya dua bangsa sehingga kemungkinan kerja sama dan perdamaian bisa diterima.
Tanpa membentuk budaya perdamaian dan menghentikan dan membuang jauh-jauh budaya karahiah atau anti sebuah bangsa tidak akan terwujud perdamaian. Ini hakikat yang ditegaskan oleh studi sejarah.
Pemerintahan di negara-negara Arab melalui tekanan kuat dari AS agar melalui sistem pengajaran dan pendidikan mengajarkan budaya perdamaian dengan kata lain menerima pihak lain. Mereka juga ditekan agar membuang ayat-ayat dan hadis yang bertemakan jihad dari kurikulum pendidikan dan pengajaran juga membuang sejarah tentang peperangan besar yang terjadi antara kaum muslimin dengan kaum salib bahkan membuang istilah Israel sebagai musuh.
AS mengirim para pakarnya untuk mengembangkan pendidikan. Sayangnya para pendidik Arab kehilangan identitasnya dan jatidiri budayanya dan keistimewaan peradabannya sehingga tidak memiliki semangat untuk membela bangsanya. Mereka lupa dari impian untuk merdeka secara utuh dan maju. Ia menjadi “keamerikaan” menolak ekstrimisme yang mengecam permusuhan yang dilakukan Israel dan AS mengakui pihak lain harus diperlakukan dengan tingkat toleransi yang tinggi “lebih baik engkau berikan pipi kirimu jika pipi kananmu ditampar” dengan mengutip Jesus mengatakan itu.
Dalam proses pengembangkan pendidikan dan pengajaran Yahudi harus diterima di Timteng sebab mereka adalah keturunan paman mereka sudah maju karenanya para pendidik berlomba-lomba mendapatkan penasehat atau konsultan pendidikan dari bangsa Yahudi karena dianggap inovatif dan pakar dalam setiap bidang keduniaan.
Dalam pengembangan pendidikan pengajar Arab harus membuktikan keahliannya dalam tugas-tugas yang bersifat modern di intansi pemerintahan dan lembaga-lembaga global dengan menolak setiap sikap ekstrim atau terorisme. Karenanya mereka harus mumpuni dalam bahasa Inggris. Sebab bahasa ini dianggap tidak mengandung makna kecintaan agama dan bangsa. Bahasa Arab selalu dianggap digunakan oleh kolumnis ekstrim dalam memobilisasi publik dalam melakukan perlawanan dengan penjajah.
Kurikulum modern di sekolah dan perguruan tinggi Arab sudah mencerminkan gambaran positif terhadap AS dan Israel namun terasa menggelikan. Harus kita akui bahwa pemerintah-pemerintah Arab melakukan lebih besar dari apa yang diharapkan Israel dan AS sejak 1977 hingga sekarang. Karenanya AS dan Israel selalu mendukung mereka dengan memberikan kebebasan sepenuhnya di bidang media sehingga kelompok yang dianggap ekstrim tidak bisa menyebarkan racunnya dan memobilisasi massa anti Israel dan AS.
Pemerintah-pemerintah Arab mempekerjakan sejumlah orang yang tidak memiliki kapasitas di bidang jurnalistik sesuai dengan permintaan masa. Mereka hanya bisa memuji AS dan Israel dan mengecam logika Arab dan Islam.
Orientasi lain di Israel
Sementara Israel meski sudah tercapai kesepakatan-kesepakatan perdamaian mereka masih mengajarkan budaya kedengkian dan kebencian terhadap Arab dan kaum muslimin. Mereka mengajarkan kepada anak-anak mereka bahwa tuhan memilih mereka untuk menghabisi bangsa Arab. Israel menggunakan semua perangkat pendidikan pengajaran kebudayaan dan media untuk menyebarkan budaya kebencian terhadap Arab. Mereka juga menggunakan media AS dalam menyebarkan budaya ini. Inilah politik resmi Israel. Ia tidak mungkin mengizinkan kepada seorang pun untuk intervensi dalam sistem dan kurikulum pengajaran mereka yang mencerminkan logika anak-anak dan pemuda mereka yang selalu ingin memerangi Arab.
Dalam kurikulum sekolah Israel mengajar budaya rasialisme yang berlebihan. Mereka dituntut untuk meyakini bahwa mereka berasal dari bangsa tuhan yang terpilih dan bangsa Arab adalah bangsa rendahan yang lebih rendah dari derajat manusia.
Karenanya dalam polling yang dilakukan di sekolah-sekolah dasar Israel 90% pelajar di Israel meyakini bahwa Palestina tidak memiliki hak di tanah Palestina dan harus diusir. Kurkulum pendidikan mereka ingin mencetak generasi yang lebih kental permusuhannya kepada bangsa Arab dan lebih rasis siap berperang dan mengusir mereka dari Palestina. Bagi mereka membunuh Arab adalah tindakan yang dibenarkan kewajiban agama sarana mendekatkan diri kepada tuhan Israel. Terkadang kurikulum Israel menyebut bangsa Arab dengan sebutan tak pantas bagi manusia.
Prof. Danial Bahratal dari Universitas Tel Aviv melaukan studi terhadap 124 buku sekolah di tingkat berbead di Israel. Ia menyimpulkan bahwa Israel melakukan perang adil dan legal terhadap Arab. Ia menggambarkan positif bagi Israel dan negatif bagi Arab yang menimbulkan kebencian dan permusuhan. Penggambaran ini jelas menegaskan bahwa Israel menolak perdamaian karena menyiapkan generasi mendatangnya untuk perang panjang.
Pada saat yang sama Yahudi di Amerika menguasai penerbit-penerbit buku-buku sekolah yang isinya menyebarkan budaya kebencian kepada Arab dan kaum muslimin dan menggambarkan positif tentang Israel. Karenanya AS selalu mendukung Israel dalam perangnya melawan Arab.
Dengan kenyataan seperti ini apakah mungkin terwujud perdamaian antara Arab dan Israel?
Dr. Ishack Al-Farhan salah satu pakar pendidikan yang sangat jujur dan ikhla yang pernah menjadi menteri pendidikan dan pengajaran di Jordania mengatakan UNESCO meminta kepadanya saat menjabat menteri untuk menghapus kurikulum pengajaran yang menimbulkan kebencian kepada Israel. Menjawab itu Farhan membentuk tim untuk mengevaluasi sistem dan kurikulum pengajaran Israel. Hasilnya tim pengevaluasi menemukan bahwa perbatasan Israel adalah dari sungai Nil dan Efrat sungai Jordania memisahkan wilayah Israel timur dari wilayah Israel barat kota Amman dan Jars juga diklaim sebagai kota Israel.
Karenanya Dr. Ishack mengirim surat kepada UNESCO yang berisi”Suruhkan Israel mengubah sistem dan kurikulum pendidikannya kemudian tulislah hasilnya barangkali kami mengubah pendirian”
Apa pendirian pemerintah-pemerintah Arab? Apakah mungkin mereka melakukan seperti yang dilakukan oleh Dr. Ishak Farhan? Biarkan kami bermimpi memiliki menteri-menteri pendidikan yang memiliki keberanian seperti Farhan… (bn-bsyr)