Ahmad Khalil
(Al-WahthanQatar)
Israel tidak ada pernah menginginkan solusi final dalam konfliknya dengan Palestina. Negara Zionis ini hanya ingin perundingan demi perundingan yang sia-sia selamanya. Dengan perundingan itu mereka ingin memetik hasil yang jauh dari solusi pendirian negara Palestina dan kembalinya pengungsinya dan Al-Quds. Sebab bagi Israel maslah-masalah tersebut adalah garis merah yang tidak boleh dilalui oleh Palestina dan negara Zionis ingin hak-hak Palestina dalam masalah itu dicabut sampai-sampai akarnya. Israel akan memberikan imbal balik pemberian hak kepada para perundingan Palestina untuk ikut dalam proses perundingan. Namun perundingan itu atas tertinggihnya adalah solusi-solusi sementara bersyarat dan dipenuhi dengan berbagai hakikat yang ingin dipaksakan oleh Israel di dunia nyata.
Sebagai contoh perjanjian Oslo menetapkan bagi Palestina berupa hak memperoleh jalan yang menghubungkan antara Tepi Barat dan Jalur Gaza. Namun Israel kini mengusulkan dalam perundingannya dengan Mahmod Abbas agar dilakukan barter dengan cara (Israel) membiarkan tembok pemisah cakupan wilayah rasial (termasuk wilayah Palestina ke dalam wilayah penjajah Israel) sebagai sebuah realitas dengan (barter) koridor keamanan antara Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Israel tidak pernah puas dengan mencaplok dan memanfaatkan peluang paling kecil sekalipun untuk menghindar dari komitmennya dengan kesepakatan yang sudah ditandatangani. Setiap kali Israel melihat adalah cela untuk meloloskan kepentingannya dan ketamakannya maka ia dengan gigih dan rakus mengambil peluang itu dengan paksa dalam setiap perundingan. Perundingan demi perundingan selalu dijadikan Israel sebagai hal yang sias-sia bagi Palestina.
Dalam perundingannya dengan presiden Mahmod Abbas Israel mengusulkan agar Palestina mengakui prinsip pertukaran wilayah dalam perundingan final. Namun Israel juga ingin masuk ke dalam rincian perundingan dan ingin adanya pengakuan Palestina atas hak Israel untuk mencaplok wilayah yang ia inginkan. Israel juga ingin pihaknya sendirian menentukan jarak dan wilayah yang ingin ia ambil. Hal ini tentu bertentangan dengan komitmen yang Israel dalam kesepakatan yang ditandatanganinya yaitu kesepakatan penarikannya dari wilayah yang dijajah berdasarkan resolusi DK PBB 242 dan juga bertentangan dengan prinsip larangan menguasai wilayah bangsa lain dengan kekuatan.
Untuk masalah Al-Quds Israel mengusulkan dalam perundingan-perundingannya dengan Mahmod Abbas agar dikembalikan kepada mereka desa-desa baldah (tingkat kecamatan) kamp pengungsi sementara Al-Quds ia di luar dari proses perundingan sebab ia dianggap sebagai ibukota Israel bersatu selamanya. Dalam bahasa ibraninya disebut Jerusalem. Sementara nama Al-Quds diistilahkan untuk baldah-baldah dekat Al-Quds. Untuk tempat-tempat suci bagi kaum muslimin maka Israel ingin menetapkannya di bawah kekuasaannya dengan tetap memberikan hak mengatur kepada OKI atau Arab Saudi. Namun di balik itu Israel ingin membangun normalisasi hubungan dengan negara-negara Islam melalui proyek negara Palestina sementara yang digagas Israel dalam perundingannya dengan presiden Mahmod Abbas. Hal ini adalah darurat keamanan bagi Israel dan merupakan fase alternative serius bagi pemerintah Palestina dalam mengusir terorisme (yang dimaksud adalah menghentikan perlawanan Palestina) dan menjamin keamanan bagi Israel. Yang paling menyakitkan adalah fase ini merupakan alternative final tanpa atas keamanan dan pintu menugulur-ulur terbuka bagi sehingga tidak akan datang solusi selamanya.
Pertemuan internasional yang diserukan oleh presiden Amerika Serikat George W. Bush yang akan digelar November depan merupakan jala yang ditebar negara paman Sam dan Israel untuk memutus kemungkinan solusi final bagi konflik yang ada. Dalam hal ini kepentingan Israel dan Amerika Serikat untuk bisa mewujudkan kesepakatan masa tenang bagi situasi keamanan di wilayah Palestina. Sehingga kedua begundal dunia Amerika Serikat dan Israel ini bisa dengan lenggang kangkung menyelesaikan masalah Irak dan Iran yang selama ini membuat pusing kepala Gedung Putih Kongres dan semua badan di bawah negara itu.
Yang peduli dengan solusi final adalah negara-negara Arab dan Palestina. Karenanya keikutsertaan dalam pertemuan yang diserukan George W. Bush akan menjadi bagian dari perundingan kesia-siaan sebab yang akan digagas di sana adalah bagaimana pihak Palestina Arab dan Islam harus menggelontorkan kompromi demi kompromi. (bn-bsyr)