Dr. Isham Shawir
Kalau rekomenasi laporan investigasi Goldstone terkait kejahatan perang ‘Israel’ dalam perang Al-Furqan vs “Cast Lade” ke Jalur Gaza tahun 2008-2009 mungkin pembantaian dan kejahatan terhadap Jalur Gaza tidak akan terulang di tahun 2012 dan 2014. Karena itu mereka yang menjadi faktor pembatalan atau usaha pembatalan pengadilan penjahatan perang dari pejabat Zionis ikut bertanggungjawab terhadap kejahatan yang digelar ‘Israel’ terhadap Gaza setelah kedua agresi di atas.
Elit politik Palestina di kalangan PLO sudah sepakat menandatangani kesepakatan Roma sebagai langkah awal menyeret penjahat perang Zionis ke Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court). Namun mereka (elit PLO) sampai saat ini belum meneken atau mengambil langkah prosedural atas Zionis ‘Israel’ dan elit terorisnya. Alasannya mereka menunggu persetujuan semua faksi-faksi Palestina agar mereka mau bertanggungjawab jika dimintai pertanggungjawaban atau akan diadilinya sebagian pimpinan Hamas ke pengadilan internasional sebagai “penjahat perang”.
Alasan ini tidak bisa diterima sama sekali sebab melawan penjajah adalah tindakan legal dalam undang-undang internasional. Seharusnya elit PLO tidak berfikir seperti ini yang secara tidak langsung menuding perlawanan Palestina sebagai kelompok teroris. Seharusnya mereka berfikir bahwa yang teroris hanyalah ‘Israel’ Amerika.
Mahkamah Pidana Internasional tidaklah dikendalikan oleh ‘Israel’ atau Amerika atau lainnya sebab negara-negara itu sudah mengumumkan menolak menandatangani kesepakatan Roma dan bergabung dalam anggota lembaga International Criminal Court karena mereka adalah rezim-rezim teroris dan khawatir diterapkan hukuman adil internasional jika ditemukan.
Setelah gencatan senjata sementara dibarengi dengan perundingan tak langsung di Kairo antara kelompok perlawanan Palestina di satu sisi dengan Israel di sisi lain kita mulai mendengar penegasan dari PLO soal pertempuran politik yang mereka usung dan ketegaran heroik perunding Palestina dalam perundingan gencatan senjata itu. Padahal harus ditegaskan dari awal dari awal bahwa kelompok perlawanan lah yang menentukan gencatan senjata atau tidak sebab perundingan semuanya didasarkan kepada kemenengan yang diwujudkan oleh perlawanan di lapangan. Meskipun kita tidak menafikan bahwa persatuan barisan Palestina adalah salah satu faktor kekuatan dan ketegaran. Namun jika PLO ingin keterlibatan dengan peran efektifitas lebih luas dalam “pertempuran politik” maka mereka harus menandatangani kesepakatan Roma tanpa ragu dan harus mengajukan dakwaan kejahatan perang atas elit Israel ke Mahkamah Pidana Internsional. Dengan demikian PLO telah memberikan peran dalam mengendalikan dan mengekang Israel yang kini masih menebar ancaman perang darat terhadap Jalur Gaza.
Kita sadar Israel terlalu pengecut dan terlalu lemah untuk bisa menjajah kembali Jalur Gaza. Namun Israel mampu melakukan tindakan kejahatan lebih banyak terhadap anak-anak wanita dan warga sipil lainnya di Jalur Gaza. Kita juga membebaskan rakyat kita dari tuduhan kekerasan dan terorisme baik mereka dari kalangan sipil atau mereka yang berjaga di wilayah perbatasan yang tegar sabar terus melakukan perlawanan dan berjihad. Adalah hak sebuah bangsa yang berada dalam penjajahan untuk membela diri dengan semua kekuatan yang dimilikinya dan mengusir mereka dari tanah air terjajah.
Harus ditegaskan kembali bahwa langkah hukum menyeret penjahat perang ke pengadilan internasional tidak boleh menjadi bahan perundingan di Kairo sehingga senjata “kesepakatan Roma” ini adalah untuk digunakan dan bukan hanya sebagai senjata untuk mengancam. Dalam perundingan itu Israel sudah membayar kelemahahannya pengecutnya dan kekalahannya di hadapan ketegaran Al-Qassam dan perlawanan Palestina lainnya. Namun di depan mahkamah internasional maka Israel harus membayar kejahatan-kejahatannya. (at/Infopalestina.com)