Muhammad Husain
Agaknya putusnya hubungan Hamas dan Jordania selama sembilan tahun kini mulai menemukan titik terang dan menjelang fase baru. Selama sembilan tahun itu pula terjadi saling tuding ketegangan perang media antara dua pihak.
Akhir Juli lalu terjadi pertemuan antara anggota biro politik Hamas Muhammad Nazzal dan Muhammad Nasr dan dari Jordania Muhammad Dzahabi ketua biro intelijen pemerintah Jordania. Kemudian tim Jordania setelah bertemu dengan pimpinan Jamaah Ikhwan Jordania “Partai Front Buruh Islam”.
Dari sumber media meneyebutkan bahwa pertemuan itu adalah gagasan dari biro Adz-Dzahabi atau permintaan Jordania. Ini jelas menunjukkan bahwa terjadi ralat terhadap sikap Jordania. Mereka mengevaluasi kembali tentang realitas politik di dalam negeri soal Palestina dengan pengamatan yang berbeda terutama pasca peristiwa dua tahun belakangan.
Tidak ada yang tahu detail petemuan di atas. Kedua pihak mengira media sudang mencium informasi detail soal permbahasan-pembahasan dalam pertemuan tersebut. Perkiraan ini sendiri sudah menggembirakan. Menjauhkan media dari pertemuan ini adalah ini berarti sudah memberikan isyarat bahwa pertemuan itu isinya jelas dan transparan. Meski berdimensi politik namun pertemuan itu tetap memiliki dimensi politik.
Namun apa yang kita ketahui bahwa pembicaraan selalu memiliki pesan positif dari dua pihak. Misalnya Jordania memberikan penghormatan terhadap Hammam dan Zaki Bane Rasyed untuk menjadi tamu Pusat Jabeer di perbatasan ketika hendak ke Suriah untuk menghadiri perkawinan anak Khalid Misyal ketua biro politik Hamas.
Banyak faktor yang menyebabkan perubahan sikap Jordania terhadap Hamas. Hamas dipilih secara sah oleh rakyat Palestina dalam pemilu yang jurdil. Artinya ia menjadi kekuatan terbesar di public Palestina. ia menjadi angka pertimbangan dalam konflik karena memiliki program perlawanan. kebijakan militer Hamas yang diterapkan di Jalur
Penulis mengira pemerintah Jordania yakin bahwa presiden Mahmud Abbas tidak serius dalam melakukan tindakan yang menguntungkan kepentingan Jordania. Jordania juga yakin bahwa jika proyek politik yang dibawah ABbas berhasil maka akan mengguncang demografi Jordania. Sebab masalah masalah pengungsi Palestina dalam perundingan Abbas adalah menjadikan Jordania sebagai negeri alternative bagi mereka dalam solusi final.
Pemerintah Jordania lebih cerdas untuk dijadikan Abbas sebagai umpan. Maka sangat bijak jika Jordania akan menghadapi proyek politik Abbas dengan cara meluruskan politik itu. Jordania juga akan merasa dekatnya krisis vacum politik dan hukum Palestina jika Abbas habis masa jabatannya bulan depan. Jordania akan merasa khawatir jika Tepi Barat akan dijadikan obyek kebijakan militer oleh Hamas seperti yang terjadi di Jalur
Hamas kini menjadi lawan seimbang yang mulai diperhintungkan oleh Jordania. Penulis tidak berlebihan jika menyebut bahwa kepentingan Jordania dengan Hamas lebih besar dari kepentingannya dengan presiden Mahmod Abbas. Terutama terkait dengan strategi perlawanan Palestina. (bn-bsyr)