Ghassan Mustafa Shami
Aksi serangan penikaman terhadap serdadu Israel terus menggelinding di Al-Quds Beersheba dan sejumlah wilayah di Tepi Barat di tengah bentrokan dan konfrontasi dengan penjajah zionis di sejumlah titik pertemuam. Hati ini adem melihat para pemuda yang heroic asy-syahid Eyad Awawid di kota Hebron yang dengan berani dan pisaunya mengarah ke arah sejumlah pasukan Israel yang membawa senjata. Pasukan Israel kalang kabut lari ketakutan. Aksi ini akan ditulis dengan tinta emas dalam sejarah Intifadhah yang kekal.
Intifadhah kali ini disebut dengan “revolusi pisau” yang meletus untuk membela Al-Quds dan masjid Al-Aqsha dari penistaan penjajah Israel dan kaum konspirator. Warga pemukim zionis kemudian berfikir seribu kali bagaimana bisa selamat dari pemuda pemudi Al-Quds.
Bahkan revolusi pisau kali ini mengacaukan rencana-rencana militer Israel. kementerian pertahanan Israel mengeluarkan intruksi agar menghentikan patroli militer dan memerintahkan agar tidak ada antrean dalam sejumlah pusat keamanan karena dikhawatirkan serangan Palestina secara tiba-tiba.
Sudah pekan keempat Intifadhah Al-Quds berlangsung dengan dukungan penuh dari semua kelompok. Darah mengalir demi berlanjutnya aksi ini.
Pesan Intifadhah kali ini yang harus disadari oleh politikus adalah “jangan kembali lagi ke rute perundingan damai dengan Israel” yang terbukti gagal dan menyia-nyiakan hak dan prinsip. Darah anak bangsa Palestina jangan tertumpa sia-sia hanya untuk mencari janji-janji kosong dari masyarakat dunia internasional.
Capaian Intifadhah kali ini lebih besar daripada perundingan Palestina selama puluhan tahun. Dimana perundingan menuntut darinya negara Palestina di perbatasan jajahan 1967 namun tanpa ada respon. Kali ini Intifadhah menciptakan perimbangan politik di lapangan. Koran New York Times di editorialnya beberapa hari lalu bahwa aksi penikaman yang menyebar di AL-Quds timur dan Tepi Barat adalah metode baru yang berbeda dengan batu dan ledakan bom yang membuktikan bahwa generasi baru Palestina siap melakukan apa yang mereka sebut “kekerasan sambil bunuh diri”. Untuk menghentikan aksi ini Israel hanya bisa dengan mendirikan negara Palestina merdeka di sisi mereka dimana semua pihak harus mengakui hak-haknya tegas New York Times.
Revolusi Pisau di Al-Quds dan Tepi Barat membuktikan – menurut banyak pengamat politik Israel sendiri – akan lemahnya negara Israel. Pertahanan internal mereka sangat lemah. Revolusi pisau ini berpengaruh besar bagi kesiapan militer Israel dalam melakukan perispan konfrontasi atau perang darurat. Sejumlah jalan ditutup.
Israel sebenarnya tidak tahu bagaimana menyikapi Intifadhah kali ini. Israel benar-benar terancam setiap saat akibat aksi penikaman dan pembunuhan yang dilakukan pemuda Palestina terhadap warga Yahudi dan pasukan Israel. Jalan-jalan Al-Quds sudah sepi dari warga pemukim Yahudi.
Revolusi pisau ini membalikan kehidupan warga pemukim Yahudi. Mereka hidup ketakutan dalam horor. Militer Israel sampai berlebihan dalam menentukan dugaan pelaku penikaman. Mereka yang bawa tas saja langsung dicurigai membawa pisau. Revolusi inilah yang menghadang rencana pembagian masjid Al-Aqsha menjadi dunia.
Yang dituntut dari Palestina dan Arab adalah jangan gagalkan revolusi ini. Jangan respon mediasi yang digelar dunia internasional dan kunjungan Amerika ke Otoritas Palestina dan negara-negara Arab untuk membuka jalur perundingan antara Palestina dan Israel untuk menguasai dan mengendalikan intifdhah kali ini dan melakukan tindakan represif. Revolusi pisau harus terus dikobarkan agar Israel menghentikan rencana jahatanya menguasai Al-Aqsha. (at/infopalestina.com)