Sat 10-May-2025

Israel Hadapi Dunia Internasional dan Cap Rasisme

Senin 7-Juni-2010

Bilal Hasan

Asy-Syarq Ausath

Memang Freedom Flotila “Armada Kebebasan” itu tidak sampai ke Jalur Gaza untuk tembus blokade. Namun ia berhasil gemilang dalam menggerakkan dunia melawan blokade Israel atas Gaza. Semua negara dunia kini meminta Israel membebaskan blokade. Bahkan sahabat-sahabat Israel di Amerika dan Eropa terpaksa menformat ulang sikap mereka. Mereka bilang “Blokade Jalur Gaza harus diakhiri tanpa mengancam keamanan Israel.” Bahkan Sekjen PBB – lembaga dalam Tim Kuartet internasional yang sebelumnya mempertahankan sikap memblokade Jalur Gaza kecuali bila Hamas menuruti syarat mengakui Israel – kini ikut ngotot menuntut Israel membebaskan Jalur Gaza dari blokade secara resmi. Mesir sendiri pemegang keputusan membuka perlintasan Rafah sudah memulai langkah nyata membuka perlintasan Rafah tanpa batas waktu.

Hanya Israel kini yang berdiri sendiri mengatakan “tidak”. Sikap yang tidak mengundang simpati secuilpun. Tak ada manusia yang kasihan sama Israel kecuali sikap antagonis yang tidak serius membela Israel. Antagonis yang pasti akan berakhir segera. Israel bilang pihaknya memblokade Gaza untuk membela keamanannya dank arena kelompok teroris yang menguasai Gaza dengan dukungan Iran. Namun dunia berteriak mengecam operasi serangan berdarah Israel yang disebut sebagai terorisme negara dan terorisme di perairan internsional.

Kini Armada Kebebasan sudah mewujudkan targetnya sebab tema blokade Gaza menjadi jadwal kerja lembaga-lembaga internasional semuanya. Israel kini hanya gigit jari merugi besar.

Yang terjadi sekarang sesunggunya adalah hasil dari perubahan-perubahan yang terjadi sejak tahunan lalu namun Israel tidak peduli.

Perubahan pertama berasal dari Eropa. Riak dan gelombang unjuk rasa rakyat sipil bertubi-tubi menentang sikap pemerintah mereka. Mereka menentang agresi Israel ke Jalur Gaza Israel dituding menggelar kejahatan perang membunuh rakyat sipil menggunakan senjata terlarang. Sebelumnya aksi akademisi Eropa terutama di Inggris bahkan dikomandoi orang yahudi sendiri meminta menghentikan kerjasama akademi dengan Israel karena politik rasismenya terhadap Palestina. Hingga akhirnya puluhan akademisi kelompok pemikir dan cendikiawan yahudi mengeluarkan pernyatan sikap anti politik pemerintah penjajah Israel. Bahkan sikap itu diadopsi oleh sosok yahudi yang sebelumnya membela mati-matian Israel selama bertahun. Kini mereka berbalik menentang Israel. perubahan ini dianggap angin lalu oleh Israel. Kombinasi sikap rakyat dan sipil Eropa inilah yang belum pernah terjadi sejak tahun 1948.

Perubahan kedua datang dari dalam Israel sendiri. Secara resmi Israel mengumumkan sejak konferensi Hertezelia tahun 2000 bahwa mereka berharap menerapkan politik “transfer” Palestina ’48 alias mengusir warga Palestina di wilayah jajahan 1948 keluar dari kampung halaman mereka. Cita-cita ini diwujudkannya dengan pengakuan Amerika melalui presiden George Bush dengan jargon “yahudisme negara Israel”. kemudian diterjemahkan dengan kebijakan-kebijakan rasisme dan anti Palestina berupa blokae Gaza mengusir warga Palestina dari Tepi Barat menggiring elit-elit dan tokoh rakyat Palestina ’48 dalam kasus hukum menjebloskan ke dalam penjara. Ini dilakukan Israel dalam rangka membungkam kebangkitan rakyat Palestina yang tanpak pada jargon persatuan rakyat Palestina dan afiliasi kepada bangsa Arab. Semua tindakan Israel terhadap rakyat Palestina dan tokoh-tokohnya ini disorot dengan rekaman resolusi tinggi oleh dunia. Mata dunia menyimpulkan tindakan Israel sebagai politik rasisme kelas berat yang diterapkan secara terencana. Dunia pun mengecam dan menolak politik Israel ini.

Tidak sampai di sini kini kekuatan-kekuatan politik Israel ramai-ramai mengajukan RUU di Knesset yang hanya bisa disebut sebagai RUU paling rasis dan fasis. RUU yang isinya mendakwa baik orang Arab di Palestina atau yahudi sebagai penghianat jika bekerja melawan politik pemerintah penjajah Israel. Ini menjadi pertempuran politik internal di Israel. suara-suara menuding Israel memasuki fase fasis semakin kuat.

Perubahan ketiga datang dari Amerika dimana terjadi situasi dingin beku antara presiden Obama dan PM Israel Netanyahu. Netanyahu menolak politik Obama yang ingin memberikan prioritas perundingan politik dengan otoritas Palestina agar lawan tanding dengan Iran semakin kuat. Sementara Netanyahu ingin menundukkan politik Amerika untuk menjaga Israel dan ingin agar AS menghadapi Iran dulu tanpa menganggap penting perundingan damai dengan Palestina. Sikap Netanyahu ini menyulut sikap sebagian tokoh politik Amerika menuding Israel anti perdamaian sehingga menyebabkan serdadu Amerika di belahan dunia lain seperti Afganistan Pakistan dan Irak semakin banyak yang tewas. Namun kenyataan ini dianggap angin lalu oleh Israel.

Karena perubahan-perubahan inilah dunia mengutuk serangan militer berdarah kepada “Freedom Flotilla” di perairan internasional. Sehingga opini public di Israel pun pecah dan saling tuding. Namun semua opini itu mengecam sikap pemerintah Israel elitnya meminta pertanggungjawaban. Bahkan menuntut adanya tim investigasi. Seperti yang pernah terjadi ketika Israel tak becus dalam perang Oktober tahun 1973 ketika perang dengan Suriah dimana public Israel menuntut pertanggunjawaban.

Kesatuan Israel di dalam negeri pun kini terancam. Bahkan ada di kalangan Israel sendiri yang setuju menyebut Israel model baru pemerintahan rasis Afrika Selatan yang anti kulit hitam. Ini fenonema belum terjadi sebelumnya.

Ya kini Israel menghadapi dua tekanan internasional yang hebat tekanan membuka blokade Gaza dan tudingan dunia termasuk sahabat Israel sendiri sebagai negara neo rasisme Afrika Selatan. (bn-bsyr)

Short Url:

Coppied