Fahmi Huwaidi
Diskusi ini terbilang lama dan baru akibat situasi kebingungan yang dialami Mesir saat ini terutama yang menimpa sejumlah cendikiawan maupun para jurnalisnya. Dikatakan lama karena masalah ini pernah diusulkan dalam pembahasan tentang hubungan para budayawan dengan Zionis yang pernah didiskusikan tidak hanya sekali. Wabil khusus di tataran para jurnalis.
Dikatakan baru karena masalah ini sempat membuat kegaduhan akibat keputusan badan etik jurnalis di lembaga asosiasi wartawan Mesir yang memberikan peringatan kepada salah seorang teman wartwanan karena menerima undangan dubes Israel di kantornya. Pembekuan keanggotaan wartawan selama tiga bulan bagi seorang wartawan karena ia mengumumkan telah pergi ke Israel sebanyak 25 kali.
Bersamaan dengan itu seorang wartawan Mesir kedapatan menghadiri konferensi pers yang diadakan dubes Israel untuk Kairo menjelang masa berakhir tugasnya di sana. Langkah tersebut mendapatkan kritik pedas dari sejumlah wartawan lainya karena ia menuliskan hasil liputanya di harian El-Mishri Al-Yaom pada 2/2. Ia mengatakan dirinya hadir dalam konferensi itu semata-mata tuntutan profesinya. Karena posisi ia sebagai wartawan yang harus membeberkan kebenaran atau peristiwa bagaimana adanya. Terlepas apakah dia sepakat atau tidak. Ia harus tetap netral. Sebagaimana ia juga harus bersikap terbuka kepada yang lainya. Di lain tempat wartawan inipun mengulangi lagi tindakanya dan mengatakan apa yang dilakukan dirinya semata-mata tuntutan pekerjaanya. Siapapun tidak berhak mengkritik pekerjaaan orang lain selama dalam profesionalisme kewartawananya.
Inilah alasan yang dijadikan sandaran wartawan tadi dalam sikapnya untuk berinteraksi dengan Israel. Kriteria dan batasan profesi serta realitas pada satu keadaan. Oleh karena itu banyak pihak yang menolak hadir untuk melakukan konferensi dengan Presiden Obama saat ia berkunjung ke Kairo awal tahun kemarin. Pasalnya pihak Israel telah mengundang wartawan Israel untuk hadir pada pertemuan tersebut.
Saat itu seorang wartawan yang kedapatan hadir dalam acara mengatakan dirinya sedang menjalankan tugas profesinya. Di sisi lain ia mengkritik sikap asosiasinya sebagai sikap politis. Maka terjadilah debat antar dua belah pihak yang tak kunjung selesai.
Pada saat selanjutnya alasan profesi kembali terulang. Kali ini terjadi pada sebuah surat yang dialamatan pada sebagian temanya walau ia menambahkan idea tau fikiran menarik lainya seperti sikap keterbukaan. Namun masalah ini tetap memerlukan batasan sebelum terjadinya huru-hara diantara sesama wartawan. Disamping sikap jujur semua pihak dengan mengatasnamakan profesi. Kalau tidak maka kondisi ini akan menarik mereka kepada suatu keadaan normalisasi dengan yahudi tanpa mereka sadari.
Aa tiga catatan yang harus diperhatikan dalam masalah ini:
– Profesi selayaknya disertai dengan sikap moral. Berhubungan dengan Zionis atas nama profesi secara logis menunjukan bahwa sikap profesionalisasi tersebut telah keluar dari aturan dan kode etik profesi. Memboikot Israel di tengah siasat politik agresornya serta kejahatanya yang biadab terhadap rakyat Palestina adalah sikap moral yang istimewa. Inilah yang dapat ditemui dari sejumlah aktivis di dunia barat yang kebanyakan negaranya berkoalisi dengan Zionis. Semangat boikot ini juga dikenal di kalangan akademisi budayawan di Inggris Amerika Kanada Italia ataupun Perancis.
– Sessungguhnya sikap boikot terhadap Israel merupakan prilaku demokrasi sebagai perwujudian dari keputusan lembaga umum asosiasi wartawan dimana suara terbanyak menuntut melakukan boikot terhadap Israel. Kasusnya sama dengan asosiasi profesi Mesir yang menuntut hal yang sama.
– Akan tetapi dalam keadaan darurat mungkin sikap ini bisa dikecualikan. Sementara prinsip utama bisa membedakan antara keadaan darurat bagi sejumlah pegawai yang hidup di Negara yang telah membina kesepakatan “Damai” dengan Israel dengan pegawai atau siapa saja yang tidak terikat dengan kesepakatan tersebut. Terutama jika ternyata asosiasi tempat dimana ia bernaung menolaknya. Seperti yang terjadi di Negara-negara barat yang berkoalisi dengan Israel. Namun ternyata sebagian cendikiawan lebih memilih untuk menyatakan boikot kepada Israel berdasarkan moral atapun kemanusiaan. Jika seorang pegawai bertindak sebagai pegawai resmi maka hendaklah ia berkata jujur tak perlu besembunyi di balik profesionalisme realitas ataupun yang lainya.
Harian Al-Syarqi Qatar.