Sat 10-May-2025

Amerika Eropa Tak Tahan Penjajahan Israel Berlanjut Teori Baru Perdamaian Digagas

Rabu 28-Januari-2015

Dr. Naji Shadiq Sharab

Tahun 2014 berakhir dengan kegagalan upaya perdamaian Arab dan Palestina dalam mengegolkan draft proposal ke Dewan Keamanan PBB meminta bertindak tegas mengakhiri penjajah Israel dalam kurun waktu tidak lebih dari tiga tahun. Bahkan tahap pertamanya pun gagal dalam memperoleh dukungan 9 suara dukungan dalam voting di Dewan Keamanan. Tahun 2015 diawali dengan operasi serangan ke Charlie Hebdo Perancis yang menewaskan 12 pekerja di koran yang selalu memuat konten menghina dan melecehkan Nabi Muhammad saw dimana tujuan dan target serangan ini hanya menambah gap yang semakin luas dan berkembang antara dunia Islam dan dunia barat dengan dalih kebebasan berekspresi dan berpendapat.

Kegagalan dalam kasus pertama tidak berarti harus menghentikan upaya kembali ke DK PBB menghadapi veto Amerika terhadap semua proyek dan proposal untuk ‘mendekat’ ke Israel. Dan dalam kasus kedua serangan terhadap Charlie Hebdo tidak akan menghentikan majalah ini untuk menghina Islam dan hal sakral kaum muslimin.

Dalam dua kasus di atas permasalahan Palestina bisa bertemu. Bukan dari teori hubungan konflik Arab – Israel yang dikhawatirkan akan berubah menjadi konflik agama yang bisa meluas melampaui lintas batas geografis dan mendunia sehingga perang dunia baru akan meletus. Apalagi dimulai sejak teori perang anti ISIS dicetuskan dan koalisi internasional untuk memeranginya. Permasalahan Palestina tidak terkait dengan masalah terorisme. Sebab terorisme itu bukan saya terbatas di kawasan regional namun juga dilakukan Israel oleh terhadap bangsa Palestina.

Amerika dan negara-negara Eropa mulai sadar bahwa mereka harus menghentikan konflik ini. Sebab tanpa menghentikannya imbas dan implikasinya akan meluas menjadi ancaman keamanan semua negara terutama negara besar.

Dunia sebenarnya sudah tidak tahan dengan berlanjutnya penjajahan Israel kepada bangsa yang diakui hak-haknya oleh PBB dalam menentukan nasibnya dan dalam mendirikan negara sesuai dengan konstitusi internasional. Namun Israel tetap arogansi karena dia paham bahwa dirinya akan jauh dari sanksi resmi apapun dari dunia internasional melalui DK PBB akibat veto Amerika. Amerika juga sebanarnya sadar tidak akan bisa terus-terusan melanjutkan menggunakan vetonya dalam menjaga Israel. Sebab veto mulai memberikan implikasi buruk dan membahayakan kepentingan Amerika di kawasan. Bahkan memancing intensnya serangan teroris. 11 September masih segar dalam ingatan Amerika.

Di sisi lain penjajah Israel di Palestina dan mandegnya opsi berdirinya negara Palestina sebagai solusi dasar menyelesaikan konflik Israel tidak akan membayar harganya sendiri. Bahkan penjajahan Israel ini menjadi beban bagi Amerika.

Mereka juga semakin sadar bahwa Palestina tidak akan selamanya bertahan dalam penjajahan. Mereka bertekad mengakhirinya dengan segala cara. Berkali-kali mereka ke DK PBB dan bergabung dengan perjanjian dan organisasi internasional terutama ICC. Sementara dalam head to head dalam lembaga hukum internasional veto Amerika tidak berfungsi. Di sisi lain tekanan terhadap Israel dan isolasi dunia semakin kuat yang bisa jadi akan menjurus kepada penerapan sanksi. Kawasan regional bisa jadi akan menjadi ajang konfrontasi dunia dimana Amerika dan Eropa tidak tahan menghadapinya. Alternatif atas semua prediksi itu adalah berfikir serius mengkristalkan proyek perdamaian general dan utuh yang didasarkan kepada Prakarsa Perdamaian Arab.

Termasuk rancangan proyek perdamaian yang diadopsi Eropa dengan partisipasi Arab juga bisa menjadi jalan keluar kegagalan proyek Arab dan sejumlah perundingan yang dimaintens Amerika. Juga menjadi jalan keluar dari veto Amerika. Israel akan dipaksa menerimanya.

Lantas seperti apa isi proyek perdamaian baru ini dan dimensinya sebesar apa pula penolakan Israel? (El-Haleeh Emirat/at/infopalestina.com)

Short Url:

Coppied