Dr. Mahmud Rumhi
Akhir-akhir ini rakyat Palestina menyaksikan sejumlah peristiwa yang semakin memperjelas gambaran sejauh mana kelemahan kelompok otoritas perundingan di Ramallah yang tetap berpegang teguh pada kegagalanya walau kemungkinan berhasilnya hanya 1 %. Berarti kemungkinan gagalnya 99 %. Kelompok macam mana yang mau menerima kegagalan semacam ini. Bahkan rela mencurahkan segala cara dan upaya walau mendapat cacian dan kecaman serta bertentangan dengan keinginan rakyat. Mereka juga mengabaikan pengorbanan yang telah dipersembahkan rakyatnya hamper satu abad lamanya.
Sebenarnya presentase ini tidak menggambarkan apa-apa selain bahwa kelompok otoritas perundingan telah bersiap untuk tambah tunduk menerima jaminan abadi. Ia tidak punya sens perlawanan yang berkelanjutan di dada rakyat Palestina kecuali perundingan demi perundingan.
Baru kemarin aliran kiri berbicara di acara sandiwara di MTF. Namun kegembiraan tersebut belum lengkap dan perlu disebutkan di sini bahwa keinginan aliran kiri ini bersamaan dengan peristiwa di Baitul Maqdis tepatnya di Silwan. Kedua pembicaraan ini didorong oleh satu motivasi yaitu perundingan yang diadakan awal bulan ini.
Adapun di Ramallah ada suara-suara yang menolak perundingan demikian juga dengan Silwan. Akan tetapi masih terpecah antara kebijakan pemerintah Ramallah dengan pemerintah Tel Aviv. Di Silwan misalnya pasukan penjaga perbatasan bercampur dengan anjing-anjing kelompok pemukim yan membakar rumah-rumah milik warga Palestina. Mereka membuat ketakutan diantara warga serta menghancurkan bangunan milik mereka. Di Ramallah juga ada segerombolan pasukan Zionis yang berpakaian sipil menyamar sebagai pasukan MTF untuk membubarkan konferensi para sastrawan yang beradab untuk mengatakan tidak walau untuk pertama kalinya. Perlu diketahui bahwa kata tidak bukan untuk perundingan secara mutlak akan tetapi pada perundingan tanpa realisasi atau persyaratan harus melepaskan sebagian hak-hak Palestina. Oleh karena kalangan kiri menolak membicarakan hal tersebut.
Kita pernah membicarakan beberapa kali tentang hakikat apa yang terjadi di Tepi Barat. Dan kita sudah jelaskan siapa yang menjadi target di Tepi Barat yaitu setiap orang yang membawa senjata atau akan membawa panji perlawanan walau hanya dengan kata-kata. Maka yang menjadi target bukan hanya Hamas ataupun Jihad Islam melainkan semua orang yang melawan dan merongrong rezim yang telah dibangun otoritas Ramallah. Yang pada akhirnya otoritas Ramallah akan membersihkan rezimnya dari semua orang yang berkata “tidak”. Sementara aliran kirilah yang akan menjadi teman koalisi utama otoritas ini. Oleh karena itu kemungkinan perang ini akan terus berlanjut tanpa ujung.
Mungkin orang akan berkata saya menemukan kesempatan yang baik setelah peristiwa aliran kiri ini untuk berbicara tentang sejumlah kesalahan yang dilakukan otoritas Ramallah. Sementara itu kelompok kiri adalah teman koalisinya otoritas yang tidak mempunyai kata-kata selain “ya”. Tetapi dengan posisi ini sulit baginya untuk bersandar pada PLO dalam membersihkan imejnya di public. Sebab sebagai mana tampak saat ini PLO bersama faksi-faksinya sedang sibuk mempersiapkan pemilu yang tidak mewakili rakyat Palestina kecuali hanya 30 % saja. Ia terus mengeluarkan keputusan demi keputusan untuk rakyat walau melemparkan semua peraturan dan lembaga yang ada di Palestina. Hingga saat ini rakyat Palestina masih menjadi bagian dari razim yang tidak pernah melindungi hak-hak rakyatnya. (asy)