Kabar perpanjangan penahananadministratif atas perintah Pengadilan Pendudukan Militer Israel di Salemterhadap jurnalis Muhammad Nimer Ashida (39 tahun) asal Nablus telah menambahrasa sakit dan derita baru bagi Muhmmad Ashida dan keluarganya. Karena mereka berharapdia bisa menghabiskan lebaran Idul Adha bersama keluarga.
Ini bukan lebaran pertama di manapendudukan Israel memisahkan Muhammad Nimer dari keluarga dan anak-anaknya. Sebelumnyasudah 21 kali lebaran dia harus mendakam di dalam penjara pendudukan Israel.
Nahil Ashida istri Muhammad Nimer Ashidamengatakan bahwa suaminya telah dilarang untuk berpartisipasi dan bersama-sama dalambanyak acara keluarga dan sosial dan hari raya. Anak-anaknya sangat ingin dia beradadi antara mereka.
Seorang anak yang belum melihatayahnya
Nahil Ashida menambahkan bahwamereka memiliki 5 anak tiga di antaranya lahir dari Muhammad ketika dia beradadi penjara Israel. Zaid bukanlah anak mereka satu-satunya yang lahir enam bulanlalu saat ayahnya ada di dalam penjara pendudukan Israel. Sampai saat ini merekabelum pernah melihat satu sama lain.
Nahil Ashida menjelaskan bahwaanak-anaknya &ldquoNimer Rahaf dan Zaid” datang di kehidupan ini ketika diaberada di dalam penjara. Dia dilarang menyertai istrinya dalam proses kelahiranmenyiapkan keperluan serta berbagi beban dan kegembiraan dengan anak-anaknyasaat mereka datang ke dunia ini. Hal itu berdampak negatif pada Nahil dankondisi psikologisnya.
Dia menjelaskan bahwa anak-anaktumbuh besar mengenali ayah mereka melalui foto atau kadang-kadang melalui gemasuaranya ketika dia dapat berkomunikasi melalui telepon. Muhammad Ashida tidakdapat membersamai anak-anaknya pada sebagian besar momen dan peristiwa dalamhidup mereka seperti berbagi cerita membersamai mereka saat mengucapkan katapertama langkah pertama atau hari pertama mereka pergi ke taman kanak-kanaksekolah atau masjid dan ulang tahun dan kelulusan mereka di TK.
Dia menyatakan bahwa putrasulungnya “Nimer” pertama kali melihat ayahnya ketika dia berusiadua bulan di Pengadilan Militer Israel Salem. Pada saat itu hakim militermenolak mengizinkan ayahnya untuk memeluknya atau bahkan mendekatinya.
Dia melanjutkan “Rahaf jugatidak melihat ayahnya. Ayahnya juga belum melihatnya sampai setelah ayahnya dibebaskandari salah satu penangkapan sebelumnya dan dia berusia 10 bulan karena merekadilarang berkunjung ke penjara pada saat itu.”
Nahil Ashida melihat bahwa yangpaling ditakuti Muhammad Ashida adalah anak-anaknya tidak akan mengenalinyaketika dia dibebaskan. Kondisi seperti itu merupakan saat yang menyedihkan bagipara tawanan Palestina.
Rasa sakit dan penderitaan
Nahil yang hampir-hampir beradaptasidengan ketidakhadiran suaminya mengatakan bahwa penahanan ini agak berbedaterutama karena faktor psikologis menggantung pada keluarga dan anak-anak. Sebelumberakhir waktunya dan sebelum diperpanjang keluarga gelisah antara harapanakan kebebasan dan kelegaan dengan ketakutan bahwa penahanannya akandiperpanjang untuk merusak kegembiraan mereka.
Dia menyatakan bahwa anak-anaknyasedang menunggu pembebasan ayah mereka dan berencana untuk pergi keluar danberjalan-jalan dengan ayahnya pergi untuk ziarah dan shalat Idul Adha dengannyatetapi harapan itu pupus dengan perpanjangan penahanannya.
Dia menegaskan bahwa pesan merekakepada pendudukan Israel adalah bahwa &ldquoMeskipun pendudukan Israel terusmemperpanjang penahanannya hidup kami terus berlanjut. Kegembiraan dan hariraya kami akan terus berlanjut.&rdquo
Dia menyatakan bahwa dia dansuaminya melakukan yang terbaik untuk meningkatkan moral anak-anak merekamenghapus air mata mereka memenuhi semua yang mereka minta dan memberikompensasi kepada mereka meskipun dengan sesuatu yang kecil karena hak merekauntuk bertemu dengan ayahnya telah dirampas seorang yang tempatnya tidak bisadigantikan oleh siapapun.
Penangkapan terakhirnya
Pada tanggal 12 Mei tahun lalupendudukan Israel menangkap Muhammad Ashida sang jurnalis dan segeramemindahkannya ke penahanan administratif tanpa tuduhan atau pengadilan.
Setelah berakhirnya jangka waktuyang ditentukan untuk penahanan itu pendudukan Israel memperpanjang lagipenahanan administratifnya untuk jangka waktu empat bulan dan dapatdiperpanjang lagi.
Hambatan dan tantangan
Meskipun menngalami penangkapan danperpanjangan penahanan berulang kali Muhammad Ashida mampu menyelesaikanstudinya untuk mendapatkan gelar sarjana di bidang jurnalistik dan media dalamwaktu sepuluh tahun.
Penangkapan dan penahanan tersebutmengganggu kehidupan Muhammad Ashida selama hampir sembilan tahun yangsebagian besar berada dalam penahanan administratif artinya tanpa dakwaan ataupengadilan sementara pihak otoritas pendudukan Israel menangkapnya sekitarsepuluh kali.
Terlepas dari tantangan iniMuhammad mampu membuktikan dirinya dan mengubah cobaannya menjadi anugerah. Diamemperoleh gelar pascasarjana dalam studi Israel dari Universitas Al-Quds tinggalsidang tesis masternya dan sedang menunggu pembebasannya untuk menyelesaikanproyeknya.
Istrinya Nahil Ashida menegaskanbahwa selama ada pendudukan Israel tanah Palestina dan tempat-tempat sucinya makaserangkaian pembunuhan pembongkaran pengusiran dan penangkapan brutal akantetap ada sementara kami akan terus dengan rangkaian keteguhan kami padakebenaran dan tidak akan mundur akan tetap tabah dan melawan. (was/pip)