Tue 6-May-2025

Normalisasi & Boikot Kejahatan Perang Ungkap yang Disembunyikan Rezim

Rabu 30-Desember-2020

Jalan gerakan boikot (BDS) penuh duri politik. Makan untukmengungkap keburukan penjajah Israel dan pelanggaran hukum internasional yangjelas mereka dakukan juga membutuhkan upaya yang panjang dan akumulatif untukmengungkap praktik diskriminasi rasial yang berkelanjutan terhadap rakyat Palestina.

Gerakan BDS (Boycott Divestment Sanctions) merupakan gerakan yang mengadvokasihak-hak rakyat Palestina dan menyerukan pemboikotan terhadap penjajah Israeldivestasi dari Israel dan pengenaan sanksi padanya. Gerakan ini didirikan padatahun 2005 dan aktif di seluruh dunia. Gerakan ini menekankan pemboikotan totalterhadap penjajah Israel secara budaya ekonomi dan akademis karena pelanggaranyang dilakukan terhadap hak-hak Palestina.

Lahirnya perjanjian normalisasi antara penjajah Israel dan rezimArab di siang hari bolong seperti yang dilakukan Uni Emirat Arab BahrainMaroko dan Sudan merupakan roda penggerak bagi gerakan normalisasi di manapemerintah penjajah Israel direpotkan dan terus-menerus menjadi sasarankarenanya.

Penjajah Israel berusaha mengaitkan aktivitas gerakan BDS dengananti Semit sebagai pintu masuk untuk mendistorsi upaya gerakan BDS dalammengungkap pelanggaran penjajah Israel yang terbukti melanggar hukuminternasional dan hukum humaniter internasional khususnya dalam masalahpembangunan permukiman-permukiman Yahudi di tanah Palestina.

Normalisasi dan boikot

Munculnya gerakan boikot (BDS) pada tahun 2005 diikuti oleh upayapara intelektual dan akademisi Palestina pada tahun 2007 untuk mencapai rumusanpendefinisian normalisasi dalam masyarakat sipil akademik dan politikPalestina.

Dr. Haidar Eid anggota Kampanye Palestina untuk Kampanye BoikotAkademik dan Budaya menegaskan bahwa para pemimpin sipil dan politik Palestinatelah menetapkan standar untuk boikot yang mencakup di dalamnya adalahmelakukan normalisasi dengan penjajah Israel.

Dia menambahkan “Ada proses normalisasi sukarelainternasional Arab dan Palestina yang menjadi tikaman dari balakang bagi isu perjuanganPalestina yang berpuncaknya pada perjanjian normalisasi antara rezim-rezimArab dan Israel.”

Rezim 4 negara Arab dalam beberapa pekan terakhir telahmenandatangani perjanjian normalisasi dengan penjajah Israel untuk membangunhubungan diplomatik penuh dan pertukaran duta besar serta perjanjian ekonomidan perdagangan disepakati di berbagai bidang di tengah penolakan rakyat Arabdi dunia Arab.

Perjanjian normalisasi dengan Israel yang terjadi saat ini melampauideskripsi normalisasi yang dikenal sebelumnya yang digambarkan oleh Dr. HaidarEid sebagai “normalisasi pengkhianatan”. Karena secara fundamentaldan eksplisit merugikan isu perjuangan Palestina dan aktivitas gerakan BDS.Karena narasi perjanjian normalisasi ini mendukung pelanggaran yang dilakukanpenjajah Israel terhadap hukum internasional resolusi Dewan Keamanan dan resolusiMajelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Dampak strategis dari perjanjian normalisasi Arab-Israel ini mengalihkankompas dari keadilan isu Palestina yang secara historis merupakan termometeruntuk hubungan antara rezim Arab dan penjajah Israel selama beberapa dekadekonflik berkelanjutan.

Analis politik Dr. George Jaqman mengatakan bahwa normalisasiyang diprakarsai oleh rezim Arab pada tahun 2020 ini melemahkan posisi Arabsecara umum sebagai faktor penekan penjajah Israel dalam mencapai penyelesaianyang adil antara Palestina dan Israel.

Dia melanjutkan “Prinsip tanah untuk perdamaian telahdigantikan oleh prinsip perdamaian untuk perdamaian. Ini adalah perubahanmendasar dalam prinsip prakarsa Arab yang diusulkan pada tahun 2002 untukmencapai penyelesaian dengan Israel.”

Pelanggaran hukum

Gerakan BDS menjadi tersudut ketika berbicara tentang kejahatan penjajahIsrael pelanggaran hukum yang mereka lakukan terhadap warga sipil Palestinadan masalah diskriminasi rasial yang sangat mirip dengan apa yang terjadi padasistem apartheid di Afrika Selatan selama beberapa dekade.

Dalam beberapa tahun terakhir komunitas internasional telah menghimpunsikap dan keputusan yang mengkriminalisasi penjajah Israel dalam pelanggaran eksplisiyang dilakukan terhadap hukum internasional yang berkaitan dengan pembangunan permukiman-permukimanYahudi di Palestina dan perusahaan-perusahaannya dan banyak praktik yangdilakukan penjajah Israel dianggap sebagai kejahatan perang.

Dr. Haidar Eid mengatakan bahwa rezim UEA dan Bahrain telahmengembangkan hubungan mereka dengan perusahaan-perusahaan permukiman Yahudisementara hukum internasional menganggap permukiman-permukiman tersebut sebagaikejahatan perang terhadap rakyat Palestina.

Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan Resolusi 2334 pada tahun2016 di mana resolusi tersebut menyerukan diakhirinya permukiman Israel diwilayah Palestina dan menuntut penjajah Israel untuk menghentikan aktivitaspermukiman di Tepi Barat dan al-Quds Timur dan menyatakan ilegalitas pembangunanpermukiman Yahudi yang dilakukan penjajah Israel di tanah Palestina yangdiduduki sejak 1967.

Normalisasi rezim Arab lainnya berkontribusi pada kejahatan perangyang dipraktikkan oleh penjajah Israel. Menurut pandangan Dr. Haidar Eid haltersebut memukul standar gerakan boikot yang disepakati lembaga sipil danpolitik Palestina ketika bergerak dari bingkai berkomplot untuk berpartisipasidalam kejahatan dengan perusahaan-perusahaan permukiman Israel dan bank Israel sertaimpor anggur perusahaan-perusahaan UEA dari permukiman-permukiman Israel.

Inti dari gerakan boikot tidak terletak pada proses normalisasidengan penjajah Israel. Universalitas gerakan ini fokus pada praktik-praktikpenjajah Israel pelanggaran hukum internasional praktik apartheid dandiskriminasi terhadap rakyat Palestina.

Dr. George Jaqman mengatakan normalisasi dapat membahayakan upayaboikot di tingkat Arab terhadap Israel tetapi tidak akan mempengaruhi upayaboikot secara global. Karena boikot di dunia menampilkan penjajah Israelsebagai negara yang mempraktikkan pemisahan dan diskriminasi rasial tetapinormalisasi dengan Israel hanya membahayakan upaya boikot di tingkat dunia Arabterutama pada sisi politik bukan ekonomi.

Realitas normalisasi

Perjanjian Camp David tahun 1978 dan Wadi Araba tahun 1994 adalahdasar untuk menjalin hubungan antara Mesir Yordania dan Israel. Sedang perjanjiannormalisasi pada tahun 2020 ini mencakup 4 rezim untuk menjalin hubungandiplomatik secara terang-terangan. Sementara di bawah meja terdapat banyakhubungan Arab-Israel yang belum terungkap secara terang-terangan.

Dr. Haidar Eid menyatakan bahwa jajak pendapat baru-baru inimengungkapkan bahwa 88% warga Arab di negara mereka terutama Teluk menentangperjanjian normalisasi yang telah dicuitkan oleh pemerintah mereka.

Adapun Dr. George Jaqman meyakini bahwa proyek boikot adalah proyekjangka panjang sedang normalisasi tidak mendapat perhatian opini internasionalmengenai komunitas Palestina di Eropa dan Amerika. Karena gerakan boikot ini fokuspada pelanggaran harian yang dilakukan penjajah Israel bukan normalisasi.

Langkah pertahanan

Penolakan normalisasi dan penguatan boikot keduanya keluar dari relungperlawanan terhadap penjajah Israel yang telah diakui oleh hukum dan aturan internasional.Jika penjajah Israel sibuh menetralkan front-front di sekitar Palestina makapada saat yang sama penjajah Israel diganggu oleh kampanye boikot yang telahaktif dan secara kumulatif melangkahi perbatasan.

Dr. Haidar Eid menegaskan bahwa lebih dari 100 intelektual danaktivis Arab telah menarik partisipasi mereka dari keanggotaan dalam organisasiyang aktif di UEA. Dia menambahkan “Otoritas Palestina sebelumnyamenganggap normalisasi sebagai pelanggaran hukum serta menarik duta besarnyadari Manama dan Abu Dhabi. Tetapi kemudian mengembalikan mereka. Karena ituyang harus dilakukan adalah fokus pada kejahatan peang yang dilakukan penjajahIsrael.”

Kereta boikot sekarang telah tiba di stasiun yang menjadi tempat tinggalorang-orang anti-apartheid Afrika Selatan 30 tahun yang lalu. Dr. Haidar Eidmengingatkan boikot dunia terhadap rezim apartheid pemerintah Afrika Selatanpada tahun 1990 menjelang pembebasan Nelson Madanela dan terpilihnya dia sebagaipresiden pada tahun 1994.

Dia menambahkan “Kami bekerja dengan lembaga masyarakatsipil bukan pemerintah tetapi kami menjangkau pemerintah Kuba Venezuela danAfrika Selatan. Kami fokus pada pemboikotan bukan investasi dan sanksi. Israelmenganggap BDS sebagai ancaman eksistensial terhadapnya. Dewan Keamanan PBB menyerukanuntuk menolak investasi di permukiman-permukiman Yahudi di Palestina. Kamitelah mencapai banyak hal dalam boikot. Kami masih membutuhkan partisipasi konkrit.”

Israel sendiri telah mengalokasikan bagian penting untuk pekerjaan KementerianPerencanaan Strategis guna menghadapi kegiatan BDS pada tingkat hubungannyadengan negara-negara dan mengaitkan kegiatannya dengan anti-Semit untukmengkriminalisasi kegiatannya.

Menurut Dr. George Jaqman aktivitas gerakan boikot di banyaknegara tidak memiliki struktur organisasi kelembagaan yang dibentuk untukbekerja sesuai dengan sistem jaringan guna mendapatkan keuntungan daripendokumentasian pelanggaran penjajah Israel di dalam wilayah Palestina untukmemperluas kampanye boikot secara global.

Normalisasi saat ini bertentangan dengan kerja gerakan BDS namun penyatuanberbagai sikap Arab dan Palestina di komunitas-komunitas yang tersebar diseluruh dunia akan mendukung gerakan BDS dengan akumulasi jangka panjang yangtidak hanya akan menentang normalisasi. Bahkan mungkin berkontribusi untukmeminta pertanggungjawaban penjajah Israel atas pelanggaran hukum internasionalyang dilakukan. (was/pip)

Tautan Pendek:

Copied