Tragedi pengusiran ratusan ribu warga Palestina pada tahun 1948 tidakmenutup kemungkinan akan berulang kembali ini dalam rencana pencaplokan TepiBarat dan Lembah Yordan pada tahun 2020 ini. Waktunya saja yang berbeda akan tetapipenyebab dan tujuannya sama.
Rencana penjajah Israel untuk mencaplok Lembah Yordan agar penjajahIsrael memiliki kedaulatan penuh mengancam masa depan 65.000 warga Palestina yangtinggal di komunitas-komunitas pedesaan dan pedusunan yang saling berjauhan. Akibatdari rencana tersebut mereka akan menjadi pengungsi di tanah mereka sendiri tanpamemiliki hak kewarganegaraan.
Lembah Yordan pada dasarnya adalah bagian dari Tepi Barat yangdiperkuat oleh resolusi-resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Dewan Keamanan PBBsebagai hak milik Palestina seperti tanah 1967. Dengan demikian makamengembalikan kedaulatan penjajah Israel atas wilayah mengancam pengusiranwarga Palestina.
Istilah (pengusiran lunak) akhir-akhir ini menyusup ke arenapenelitian dan media. Istilah ini mengacu pada pemaksaan atas warga Palestinauntuk meninggalkan tanahnya setelah diberlakukan hukum Israel atasnya dan perampasanhak-haknya. Ini merupakan produk baru dari tragedi Nakba dan pengusiran.
Mukadimah pengusiran
Pengusiran baru penduduk Lembah Yordan adalah bagian penting darikesepakatan abad ini (deal of century) yang mengabaikan masalah pengungsiPalestina secara keseluruhan serta tidak mempedulikan hak pengungsi Palestina untukkembali ke tanah airnya dan pemberdian kompensasi kepada mereka. Hari inirencana aneksasi datang untuk memaksa warga Palestina untuk bermigrasimeninggalkan tanahnya.
Praktek-praktek lapangan penjajah Israel di Lembah Yordan sejak beberapatahun dengan mengusir para penggembala domba merampas hak para petani untukmendapatkan air dan memindahan manuver-manuver latihan militer ke desa-desa diLembah Yordan bertujuan untuk membersihkan wilayah tersebut dari segala bentukkehidupan Palestina.
Kata Dr. Nabil Shaath salah satu dari mereka yang berpartisipasidalam sebagian besar tahap negosiasi Palestina dengan penjajah Israelmengatakan bahwa persoalan pengungsi Palestina tetap menjadi inti dan esensi darisetiap sesi negosiasi dan syarat untuk penyelesaian kompromi apa pun.
Shaath yang merupakan seorang pemimpin terkemuka dalam gerakanFatah penasehat presiden Otoritas Palestina melontarkan istilah khusus padarencana Trump tersebut dengan mengatakan “Ini adalah kejahatan abad inibukan kesepakatan abad ini atau zaman ini. Pencaplokan daerah zona C dan semuawilayah Lembah Yordan adalah perampokan terhadap hak-hak Palestina danpemberian hadiah gratis kepada penjajah Israel.&rdquo
Kesepakatan Abad Ini atau Deal of Century telah mengingkariesensi persoalan Palestina. kesepakatan ini sudah dimulai dengan pemindahan kedutaanAmerika ke Yerusalem atau al-Quds mengabaikan masalah pengungsi Palestina danmerampas Tepi Barat.
Nabil Shaath menambahkan “UNRWA didirikan untuk memberikanbantuan kepada para pengungsi Palestina sesuai dengan resolusi legitimasiinternasional. Para pengungsi Palestina memiliki hak untuk kembali ke tanahairnya dan berhak untuk mendapatkan kompensasi yang dijamin dengan resolusi PBB194 242 dan 338. Kami sudah menyampaikan hal tersebut dalam sesi negosiasi-negosiasidan kami tidak mencapai hasil sehingga negosiasi gagal.”
Sementara itu aktivis yang juga pakar dalam masalah pengungsiPalestina dan seorang anggota biro politik Partai Rakyat Palestina KhaledMansur menilai bahwa rencana pencaplokan Tepi Barat tersebut memiliki dampaklangsung yang pernah dibicarakan (Netanyahu) ketika dia mengatakan: Deal ofCentury ini memberikan solusi untuk masalah Yerusalem dan para pengungsiPalestina.
Lebih lanjut kepada Pusat Informasi Palestina Khaled Mansurmengatakan “Pada hari Trump mengungumkan deal of century Netanyahumenyatakan bahwa para pengungsi Palestina tidak akan kembali ke rumah mereka diPalestina. Dia menutupi kata-katanya dengan ambigu ketika dia berbicara tentangpemindahan penduduk Mastulats dan perubahan status kependudukan mereka sertapertukaran tanah.&rdquo
Adapun efek tidak langsung dari deal of century adalah pemberangusanpersoalan pengungsi Palestina dan hak mereka untuk kembali ke tanah airnya danini adalah dimensi yang lebih dalam yang dampaknya meluas kepada rencana pencaplokanTepi Barat sebagai bagian dari deal of century ini. Dan yang terjadi diLembah Yordan adalah pembersihan etnis sejak dulu dan sekarang dimahkotai.
Bencana (Nakba) tahun 2020
Nasib yang akan dialami warga Palestina di Lembah Yordan sesuai rencanaaneksasi Israel ini mirip dengan apa yang terjadi dalam rencana Braver yang merampaslebih dari 800.000 dunam (1 dunam = 1000 meter persegi) dan mengusir penduduk Palestinadi Negev ke komunitas-komunitas terbatas dan hak-hak penduduk Palestinalainnya yang tersisa di Negev tidak diakui.
Masalah pengungsi adalah salah satu masalah paling penting darikonflik Palestina-Israel. Deal of century mengembalikan hasil persoalanmereka di atas Lembah Yordan sesuai dengan deal of century setelahperundingan-perundingan gagal. Demikian menurut Nabil Shaath.
Shaath mengatakan Palestina memiliki hak atas tanah mereka yangdidukung oleh resolusi khusus PBB di Tepi Barat dan di semua tanah perbatasantahun 1967. Akan tetapi rencana penjajah Israel ini berusaha untuk merampashak-hak Palestina selama masa pemerintahan Amerika yang presidennya adalah orangyang paling buruk yang pernah ada.
Khaled Mansur menyatakan bahwa dengan rencana pencaplokan ini maka pendudukPalestina di Lembah Yordan akan bertransformasi pada urusan internal Israelyang memberlakukan hukum Israel pada mereka seperti yang terjadi denganpenduduk Palestina di Negev.
Dia menambahkan “Netanyahu berusaha untuk menyerang inti daripersoalan pengungsi dan inti dari persoalan Palestina secara keseluruhan. Dealof century ini sudah dimulai dengan menarget UNRWA dan kamp-kamp pengungsiPalestina. Mereka sekarang akan mengubah penduduk Lembah Yordan menjadiminoritas atau warga yang tidak diakui hak-haknya.”
Sejarah penderitaan para pengungsi Palestina setelah tragedi Nakba tahun1948 sekarang ini terulang di Lembah Yordan. Penjajah Israel telah memaksakan hukummiliter terhadap warga Palestina dan membuat banyak warga Palestina di luar institusi-institusiIsrael.
Khaled Mansur menegaskan bahwa desa Bardala adalah contoh yangpenting. Desa ini tunduk pada hukum Israel dan penduduknya tidak akanmemperoleh kewarganegaraan Israel. Hal yang sama akan terjadi pada penduduk LembahYordan yang akan berubah menjadi penduduk yang tinggal di ghetto (kantong-kantongkecil yang terpisah-pisah).
Kesalahan terakumulasi
Statistik resmi menyatakan bahwa 41% penduduk Tepi Barat dan Gazasecara resmi terdaftar sebagai pengungsi yang belum dapat kembali ke tanahmereka yang dijamin oleh hukum internasional dan kemanusiaan serta resolusiPBB.
Rencana aneksasi ini akan menjadi langkah selanjutnya untukmengosongkan tanah Palestina dari penduduknya. Lembah Yordan adalah daerahekonomi dan pertanian. Penjajah Israel berusaha mengintimidasi penduduknya melaluitekanan. Setelah itu warga Palestina di Lembah Yordan akan mencari kehidupanyang lebih baik dan ia akan pergi menilnggalkan tanahnya.
Khaled Mansur mengatakan penolakan internasional terhadap rencana pencaplokanTepi Barat yang akan membuka jalan bagi pengusiran kembali warga Palestina dan mengubahmereka menjadi pengungsi ke tanah mereka sendiri akan berkembang menjadi apayang oleh beberapa orang disebut (pengusiran lunak).
Dia melanjutkan “Penolakan internasional itu sampai sekarang belumberdampak. Dampak dan pengaruhnya akan ada melalui pemberlakuan sanksi danboikot terhadap Israel yang bertindak di luar tekanan nyata. Mungkin Netanyahuakan secara bertahap mencaplok Tepi Barat tanpa pengumuman resmi danbersamanya dia akan meningkatkan persyaratannya jika negosiasi dengan Palestinadilanjutkan.”
Sementara itu peneliti dan analis Palestina Ahmed Al-Hailaberpendapat bahwa masalah pengungsi Palestina adalah masalah Palestina yangpaling penting. Karena 13 juta warga Palestina 42% di antaranya secara resmidiklasifikasikan sebagai pengungsi. Negosiasi telah gagal untuk mendapatkan hakdan ganti rugi untuk mereka.
Kepada Pusat Informasi Palestina dia mengatakan”Perjanjian Oslo membuat masalah pengungsi dinegosiasikan dan rentanterhadap tidak diterimanya masalah ini oleh Israel yang memiliki kekuatan danhegemoni yang digunakannya untuk mengabaikan masalah ini. Dan ini merupakancacat yang dialami para negosiator.”
Inisiatif Perdamaian Arab pada KTT Beirut 2002 mengatakan bahwa masalahpengungsi Palestina tunduk pada kesepakatan tentang solusi yang adil. Dan ini kekuaranganyang dimanfaatkan oleh Israel untuk kepentingannya.
Dia menambahkan “Masalah terbesar sekarang dalam deal ofcentury adalah bahwa kesepakatan ini tidak melihat masalah pengungsiPalestina. Masalah ini telah menjadi masalah di luar kerangka kepentinganpolitik Amerika. Mereka menawarkan solusi alternatif untuk memukimkan pengungsiPalestina di luar tanah Palestina.”
Bisa jadi Lembah Yordan sekarang ini menjadi versi baru pengusiran Palestinadari tanahnya. Akan tetapi deal of century dan UU Keyahduian Negara (Israel)diajukan untuk mengusir warga di dalam wilayah Palestina yang diduduki penjajahIsrael tahun 1948 dan opsi pertukaran tanah adalah versi lain diharapkan.(was/pip)