Tue 6-May-2025

Derita Pengungsi Palestina di Kamp Dir Balut di Suriah Utara

Senin 13-Januari-2020

Seseorangberjalan melalui jalan-jalan kamp pengungsi Palestina Deir Ballut di distrikJenderes utara Suriah. Dia merasa seakan sudah berada di daerah di luar bataswaktu. Waktu yang siklusnya tampak singkat di musim dingin. Bersamaan denganterbenamnya matahari semuanya menjadi tenang kecuali suara hujan atau angindingin. Di pagi hari skenario kehidupan berulang dengan monoton yang samadiulangi setiap hari.

Di sudut sebuahtenda seorang pengungsi Palestina “Abu Khalil” sambil duduk bertuturkepada kantor berita bebahasa Arab “Quds Press” “Apayang bisa kita lakukan? Kehampaan tanpa kegiatan hampir membunuh jasad kami. Tidakada pekerjaan atau kesibukan yang bisa kami lakukan.”

Dia menambahkan&ldquoSetiap hari aku duduk di tempat ini. Melarikan diri dari kenyataan ke ingatankudi kamp pengungsi Yarmuk dan berjalan-jalan di dalam kamp dalam imajinasiku melaluijalan yang dulu aku lewasi setiap hari saat berangkat dan pulang dari perpustakaanku.&rdquo

Pada saatkoresponden &ldquoQuds Press&rdquo melanjutkan perjalanannya di kamp pengungsi DirBalut dia menjumpai puluhan pemuda yang pergi dan datang di setiap kesempatanuntuk bergerak setiap kali cuaca sedikit reda. Sementara anak-anak menunjukkanketerampilan mereka dalam melompati genangan-genangan air hujan mereka mulaibermain bola.

Di tempat lainseorang wanita Palestina berusia empat puluh tahun mencuci pakaian anak-anaknyadi sebuah wadah plastik. Koresponden &ldquoQuds Press&rdquo menceritakan yang awalnyaragu-ragu untuk berbicara dengannya karena gurat kelelahan terlihat jelas diwajahnya dia mengatakan &ldquoKetika saya mendekatinya dan tahu bahwa saya adalahseorang jurnalis dia menyambut saya dengan dialek Palestina. Dengan bercanda diaberkata &lsquoSejak kami datang ke kamp ini orang-orang media datang ke sini danyang lainnya pergi. Namun kami masih seperti ini. Kami belum mendapat manfaat apapundari Anda&rsquo.”

WanitaPalestina yang dipanggil Umm Imad ini mengatakan “Setiap hari sayamemiliki pesta cuci. Saya punya empat anak jalanannya berlumpur dan tidak adalistrik sejak kami datang.”

Kepadakoreponden Quds Press Umm Imad mulai bercerita beberapa penggalan hiduphariannya di kamp pengungsi Dit Balut. Dia mengatakan &ldquoSaya memasak di &lsquoBaburAlkaz&rsquo atau di atas perapian kayu. Saya masukkan di dalamnya pakaian-pakaianusang dan potongan-potongan plastik atau kalau ada memakai kayu atau arang yangdibagikan kepada kami.&rdquo

Dia melanjutkan”Kami di sini tidak mengenal yang namanya pakaian diseterika. Jadi sayameletakkan celana suami saya di bawah kasur untuk mengurangi keriputnyasedikit.” Dia menyatakan bahwa mandi adalah hal yang paling sulit yangbisa dibayangkan di kamp pengungsi Dir Balut di tengah-tengah musim dingin ini.Lebih lanut dia mengatakan &ldquoAnda bayangkan kondisi anak-anak Anda yangmenggigil kedinginan sementara mereka menyuruhmu untuk menuangkan air panastanpa henti. “

Dia menambahkan”Saya tidak membesar-besarkan atau berlebihan jika saya memberi tahu Andabahwa ada seseorang yang tidak mandi dalam sebulan kecuali hanya sekali ataudua kali karena begitu dinginnya.”

Mengenai waktuluang Umm Imad mengatakan “Kami jarang memilikinya. Jika itu terjadi makapara wanita berkumpul di tenda salah satu dari mereka atau di depannya jikacuaca cerah dan kami mengingat semua kenangan indah yang dibakar perang.&rdquo Dia menambahkan”Maka salah satu dari mereka akan membanggakan: saya memiliki mesin cuci microwaveAC TV dll. sementara gadis-gadis kecil mendengarkan dengan takjub! Tapi ituhanya kenangan indah yang sudah dibakar perang.”

Dalam wawancaradengan Quds Press aktivis Palestina Ibrahim Shihabi mengatakan”Orang-orang telah tinggal di kamp ini tanpa listrik sejak perpindahanmereka pada pertengahan tahun 2018. Sementara beberapa keluarga telah membelipanel surya untuk mengisi baterai ponsel dan pengisi daya serta “lampu suar”yang dinyalakan dengan baterai.

Dia melanjutkan”Pemadaman listrik telah menghilangkan bayang-bayang kehidupan orang-orangdi kamp ini. Begitu matahari terbenam maka Anda tidak akan menemukan seorangpun di jalan.”

Dia bercerita tentangpenderitaan para siswa saat mengerjakan tugas mereka mengingat lemahnyapencahayaan lampu dat atau lampu gas dan mungkin lilin. Dia menyatakan bahwaorang-orang bergantung pada internet untuk mengikuti berita dan seseorang akan terputusdari dunia begitu baterai ponsel kosong dari pengisian daya.

Shihabimengatakan &ldquoKami mengajukan proposal untuk memasang generator listrik di kamp.Akan tetapi kami dikejutkan oleh ketidakmampuan orang untuk membayar tagihan. Satuampere sekarang berharga 5.000 pound dengan waktu operasi hanya 3 jam saja karenatingginya harga minyak diesel tiga kali lebih tinggi.&rdquo

Shihabimenekankan bahwa para pengungsi Palestina di kamp pengungsi Dir Balut hidupdalam kondisi kemanusiaan yang sulit mengingat tingginya harga akibat jatuhnyapound Suriah.

Kamp Dir Balut dihunioleh sekitar 300 keluarga Palestina. Kebanyakan mereka adalah pengungsi darikamp pengungsi Yarmuk dan daerah selatan ibukota Damaskus. (was/pip)

Tautan Pendek:

Copied