Tue 6-May-2025

Wanita Palestina di Idlib Menuturkan Kisah Pengusiran Tiada Henti

Selasa 9-April-2019

“Begitukami tiba di Turki kami akan berlayar ke Eropa dan meninggalkan negara ini”kata seorang pengungsi Palestina kepada istrinya. Dengan kalimat ini seorangwanita Palestina yang menjadi pengungsi di Suriah Ummu Walid&nbsp menuturkan kisah pengusiran para pengungsiPalestina. Kini dia mengungsi di Idlib. Dia berharap prahara ini segeraberakhir.

Ummu Walid bertanya-tanyaberapa banyak yang bisa dicapai seseorang untuk mengatasi semua penindasan danrasa sakit ini sejauh kesiapannya tidak hanya untuk menghapus ingatan biadabyang dialaminya tetapi untuk membakar semua berkas yang berisi semua kenanganitu dan menulis lembaran-lembara baru.

Kafilahpengusiran

“Kami tibadi perlintasan Abu Zindeen titik terakhir rezim (di pedesaan utara Aleppo)datang dari selatan ibukota dalam konvoi pengusiran dalam perjalanan busselama dua puluh tujuh jam terus menerus” kata Ummu Walid menceritakankisah pengusiran yang dialaminya kepada kantor berita Arab Quds Press.

Dia melanjutkankisahnya “Suami saya tidak menunggu terlalu lama. Saya tidak ingat berapakali kami mencoba melintasi perbatasan. Yang terakhir dari perlintasan KhirbetJawz di pedesaan Idlib semuanya gagal. Apakah karena pasukan bersenjata (gendarmerie)kami mendengar kisah-kisah kematian dari para penembak jitu. Atau karenapenipuan geng-geng penyelundup yang memenuhi kantong-kantong mereka dariimpian kami dan dari aksi penipuan yang mereka lakukan!”

Pena telah mengeringakan tetapi suaminya belum bisa membakar lembaran-lembaran lama dan menulisyang baru. Dia mengalami penindasan dan meninggalkan istrinya sendirian denganmenanggung tiga anak. Sementara dia harus terus menulis lembaran-lembaran penindasanyang harus dia selesaikan.

Ketika ditanyabangaimana dia mengatur urusannya Ummu Walid menjawab “Bantuan sudahmulai datang kepada saya. Terlepas dari perasaan terima kasih saya kepadamereka yang telah mendukung saya dalam menghadapi ujian ini tetapi adakesedihan dalam diri saya ketidakhadiran suami tidak bisa digantikan oleh orang-orangyang mendukung seberapa pun besarnya simpati mereka.&rdquo

Diamelanjutkan “Apa yang harus saya jawab ketika anak saya betanya kepadasaya di hari wisuda sekolah: semua anak datang dengan bapak dan ibunya kenapasaya tidak? Jawabannya hanya dengan air mata dan kesedihan!&rdquo

Setelahbeberapa waktu Ummu Walid memutuskan untuk mengatasi penderitaannya danberhasil mendapatkan pekerjaan di taman kanak-kanak. Dia bergabung dengansebuah lembaga hukum. &ldquoIni adalah kesempatan untuk mendapatkan kembali sesuatudalam hidup saya. Saya telah berteman dengan teman-teman perempuan yang baik ditaman kanak-kanak lembaga dan desa mayoritas mereka adalah para janda&rdquoungkap Ummu Walid

Ummu Walidsudah tidak berfikir lagi untuk kembali ke kamp pengungsi. Semua yang ada dikamp sudah hancur. “Saya telah beradaptasi dengan kehidupan di sini(Idlib) terlepas dari semua tantangan untuk membesarkan anak-anak dan studimereka yang terus berpacu dengan usia mereka dan meski harus menghadapitanangan jaminan biaya hidup” imbuhnya.

Denganperubahan positif dalam kehidupan Umm Walid ini dia masih bertanya-tanyaberapa lama situasi ini akan berlangsung. Bagaimana dia bisa bertahan menghadapikenyataan ini sementara dia melihat anak-anaknya tumbuh besar bergumul dankadang-kadang memberontak?

Mengakhiriperbincangan Ummu Walid memberikan nasihat kepada setiap wanita yang telahkehilangan suaminya. &ldquoNasihat saya jangan jadikan itu sebagai akhir kesudahan.Akan tetapi bangkitlah. Berdiri sebagai seorang ayah dan sekaligus seorang ibu.Meskipun harus menghadapi kesulitan yang ekstrim. Ketahilah bahwa wanitaterutama wanita Palestina mampu melakukannya. Dan ingatlah setiap kali lelah akanpahala besar dari Allah atas kesabaranmu mendidik anak-anak yatimmu.&rdquo

Kesulitan dantantangan

Ahmed Husseinseorang pejabat amal di Badan Bantuan dan Pembangunan Palestina Suriahmenjelaskan bahwa kesulitan dan kebutuhan utama yang dialami keluarga-keluargaPalestina terutama para janda di daerah-daerah yang berada di bawah kendalioposisi adalah masalah sewa rumah yang harganya berkisar antara 100-150 dolar perbulan. Di tengah-tengah meningkatnya permintaan sewa yang terus meningkatkarena serangan berkelanjutan yang dilakukan pasukan rezim dan sekutunya diberbagai wilayah pedesaan Idlib selatan.

Ahmed Hussein melanjutnyapenuturannya “Orang-orang bingung terutama para janda antaramengamankan sewa rumah atau kebutuhan makan sehari-hari di di tengah-tengah kondisiekonomi yang rapuh.&rdquo

Dia menambahkan”Kami memiliki 36.000 janda dan kehilangan penopang. Sebanyak 175 diantaranya adalah wanita Palestina yang merawat 343 anak yatim di tengah-tengahkondisi kehidupan yang sulit. Meskipun ada bantuan dari organisasi kemanusiaanyang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.”

Dilema parajanda adalah salah satu konsekuensi dari perang yang belum pernah meredaselama delapan tahun. Hak ini menempatkan masyarakat menghadapi sebuahtantangan besar. (was/pip)

Tautan Pendek:

Copied