Ibrahim AhmedMustafa pengungsi Palestina berusia 25 tahun ini tidak pernah membayangkanbahwa hanya karena membangun rumahnya di kamp pengungsi Palestina Burjal-Shamali di kota Tirus Lebanon akan membawanya ke penjara. Akan tetapiitulah yang terjadi.
Mustafa telah memutuskanuntuk menikah dan menetap berusaha keras untuk mendapatkan izin untukmemasukkan bahan bangunan untuk membangun rumah di atas rumah keluarganya dikamp pengungsi Burj al-Shamali di Tirus. Akan tetapi usahanya itu gagal karena adaprosedur rumit yang diberlakukan oleh tentara Lebanon pada pengungsi Palestinadi dalam kamp tersebut untuk mendapatkan izin khusus dalam masalah ini.
Seperti anak mudalainnya dia tidak menemukan solusi selain membeli bahan bangunan dari “parapenyelundup”. Rumah itu mulai dibangun dan membutuhkan waktu beberapabulan karena situasi ekonomi yang sulit. Terutama sejak ayahnya meninggal duniadan keluarganya tidak memiliki penopang keluarga lain kecuali dirinya.
Menghadapipenangkapan
Ketika Ibrahim sudahhampir menyelesaikan rumahnya dan melakukan finishing setelah perjalanan yangpanjang dan melelahkan untuk membangun rumahnya tiba-tiba seperti disambar petirsaat pasukan keamanan di kamp pengungsi Burj al-Shamali memberi tahu bahwa diaharus datang ke barak tentara di Sidon menghadap khusus ke departemenintelijen pada 15 Februari lalu.
Menurut laporanYayasan Hak Asasi Manusia Palestina (SHAHID) Ibrahim pergi ke markas intelijenmiliter di Sidon. Dia dituduh membangun rumah di tanah publik dan membeli bahanbangunan secara ilegal.
Membangun rumahdi dalam kamp pengungsi Palestina di Lebanon adalah hal biasa. Belum pernah adapengungsi Palestina yang ditahan karena membangun sebuah rumah di kamppengungsi pada periode sebelumnya.
Ibrahimdipindahkan ke polisi militer di Tirus. Keluar keputusan dari Jaksa AgungKeuangan Ali Ibrahim yang memerintahkan penahanannya. Sejak saat itu pemudaPalestina Ibrahim Mustafa resmi ditahan.
Kasus IbrahimMustafa berubah menjadi persoalan opini publik yang menyibukkan sebagian besarpengungsi Palestina organisasi hak asasi manusia Palestina dan kekuatan-keluatanpolitik mereka yang segera melakukan komunikasi dengan para pejabat dan wakil rakyatdi daerah Tirus. Akan tetapi semua upaya ini tidak menghasilkan pembebasannya.
Selama lebih darisehari penduduk kamp Burj al-Shamali melakukan aksi protes di pintu masuk kampdi depan pos pemeriksaan tentara Lebanon. Mereka menuntut pencabutan pembatasandan melonggarkan langkah-langkah keamanan dan administrasi terhadap pendudukkamp-kamp pengungsi Palestina di Lebanon. Terutama di kamp-kamp pengungsiPalestina di daerah selatan. Mereka menuntut pembebasan segera Ibrahim Mustafa.
Ibrahim Mustafabukan satu-satunya pemuda yang menghadapi krisis ini belakangan ini. Pengungsi PalestinaSaid Shabaita dari kamp pengungsi Ain el-Hilweh juga menghadapi musibah yangsama.
Sa&rsquoid Shabaitaadalah korban kedua
Said Shabaita sudahmenikah 4 tahun lalu. Dia tinggal di rumah saudara laki-lakinya. Rumah itu beradadi atas rumah keluarganya di kamp pengungsi Palestina Ein El-Hilweh di Lebanondi samping tembok yang mengelilingi kamp.
Saudaranyamemutuskan untuk menikah. Karena itu Sa&rsquoid harus meninggalkan rumah tersebutdan membangun rumahnya di atas rumah saudaranya. Dia mengajukan permohonanuntuk mendapatkan bahan bangunan melalui intelijen tentara akan tetapipermintaannya ditolak dua kali.
Agar keluarganyatidak terlantar di jalan tanpa tempat tinggal dia terpaksa membeli bahanbangunan dari para pedagang di kamp pengungsi dengan harga mahal sekitar 4.200 dolaryang diapat dengan meminjam.
Pada awal bulanMaret lalu Said terkejut dihubungi pihak Keamanan Intelijen yang memberitahukankepadanya bahwa dia harus menghentikan pembangunan dan harus datang ke kantprkeamanan tersebut.
Said segera berangkatsesuai dengan permintaan. Setelah tiba di kantor keamanan mereka menahannyadan diberitahu bahwa dia tidak akan dibebaskan sampai atap lantai yang diabangun dihancurkan. Dia menghubungi keluarganya dan memberi tahu mereka apayang telah terjadi. Mereka menghancurkan atap lantai tersebut pada pukul 22:00dan pihak keamanan melepaskannya pada hari berikutnya setelah ada konfirmasi pembongkaran.
Berbagaipelanggaran
Di Lebanon ada 12kamp pengungsi Palestina yang diakui oleh UNRWA. Serta ada puluhan komunitasPalestina khususnya di Tirus.
PemerintahLibanon memperlakukan pengungsi Palestina sebagai orang asing. Karenanya merekadilarang bekerja di tujuh puluh profesi dan pekerjaan. Hal ini yang telahmemperburuk masalah pengangguran di antara mereka.
Pihak otoritaskeamanan Lebanon adalah yang bertanggung jawab untuk memantau urusan pengungsidan melaksanakan keputusan-keputusan dan peraturan yang berkaitan dengan merekaatau hak mereka. Terutama peraturan untuk mencegah masuknya bahan bangunan kedalam kamp pengungsi.
PengungsiPalestina dilarang memasukkan sejumlah bahan pokok bangunan ke dalam lima kamp+1 kamp Rashidiya Bass Burj al-Shamali Al-Miyyah wa Miyyah Ain al-Hilwehdan Burj al-Barajineh. Di antara bahan pokok yang dilarang adalah pipa airkabel listrik pintu dan jendela kayu dan besi panel kaca bahan-bahan semen besibangunan pasir ubin aluminium bahan cat tangki air serta generator.”
Yayasan HakAsasi Manusia Palestina (SHAHID)menegaskan pentingnya negara Lebanon bekerjasama dengan UNRWA untuk mengizinkan perluasan area kamp pengungsi secaraproporsional dengan peningkatan populasi penduduk yang stabil sejak 1948.
SHAHID menekankanharus ada pendekatan manusiawi yang memperhitungkan hak-hak manusia di kamp-kamppengungsi sama seperti perhatiannya dalam aspek keamanan. (was/pip)