Mata tujuh wanitaasal al-Quds dan wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak tahun 1948berlinang. Mereka menangis karena diusir dan dideportasi dari Masjid Al-Aqsha olehpasukan penjajah Israel. Ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadapkebebasan beragama serta semua konvensi dan hukum internasional yang melarangpelecehan tempat ibadah atau mereka yang beribdah di dalamnya.
Deportasi dzalim
Pada hari Jumat(8/3/2019) otoritas penjajah Israel memutuskan untuk mendeportasi tujuh wanitaPalestina dari Masjid Al-Aqsha setelah mereka ditangkap pada saat merekameninggalkan salah satu gerbang masjid. Selanjutnya mereka dibebaskan dengan dengansyarat di antaranya adalah dideportasi dari kota al-Quds dan Masjid Al-Aqsha.
Menurut PusatInformasi Wadi Hilweh para wanita tersebut diperkirakan akan dipanggil lagioleh polisi Israel di al-Quds untuk memperpanjang perintah pengusiran mereka.Para wanita tersebut adalah: Nahida Mahajna Suhara Amara Nur Mahamed IslamMahamed Samah Mahamed Raida Essaid dan Suad Obaidiyah.
“Polisi penjajahIsrael mengklaim bahwa alasan penangkapan dan pendeportasian adalah karenamereka dituduh melakukan tindakan yang dianggap akan menyebabkan kerusuhan diMasjid Al-Aqsha tanpa menunjukkan tindakan apa yang dimaksud” kataNahida Mahajna salah satu wanita yang ditangkap dan dideportasi dari Al-Aqsha.
Dia menjelaskanbahwa penyidik polisi Israel menginterogasinya dan wanita-wanita lainnya selamaberjam-jam di markas besar polisi Maskubiya. Setelah diinterogasi penahananmereka diperpanjang dan dibawa ke penjara Israel Ramleh. Di sana ketujuahwanita tersebut menginap semalam dengan kondisi penahanan yang keras dan sulit.
Cinta Al-Aqsha
Sementara itu NurMahamed asal wilayah Palestina yang diduduki Israel tahun 1948 menegaskan bahwapendeportasian ini tidak akan menghalangi kecintaan mereka terhadap MasjidAl-Aqsha. Justru sebaliknya akan meningkatkan keterikatan mereka terhadapMasjid Al-Aqsha. Dia menegaskan bahwa keputusan pendeportasian ini tidak sah.
Dia mengatakan&ldquoSemua hukum internasional melarang pengusiran dan pendeportasian jamaah dari tempatibadahnya. Akan tetapi penjajah Israel tidak peduli dengan semua hukum itu.&rdquo
Meskipun adakeputusan untuk mendeportasi mereka ketujuh wanita ini memutuskan untuk tetap menunaikanshalat di depan gerbang Masjid Al-Aqsha seperti halnya orang-orang yang telah diusirdan dideportasi dari Masjid Al-Aqsha yang tetap shalat di depan gerbang Asbatsebagai protes atas keputusan pendeportasian mereka dari Masjid Al-Aqsha.
Otoritas penjajahIsrael khawatir terjadi eskalasi protes terhadap penyerbuan-penyerbuan parapemukim Yahudi dan tindakan polisi Israel terhadap warga al-Quds yang bersiagadi dalam Masjid Al-Aqsha. Di mana polisi Israel pada Kamis lalu melancarkan operasipenangkapan di kota al-Quds untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinyaeskalasi bersamaan dengan kegigihan warga al-Quds untuk tetap bertahan diGerbang Ar-Rahmah agar tetap terbuka meskipun penjajah Israel memutuskan untukmenutupnya.
Dalam konteksyang sama Gerakan Islam di al-Quds menyatakan sikapnya mendukung keputusan BadanWakaf Islam untuk melanjutkan pembukaan mushala Gerbang Ar-Rahmah untuk melaksanakanshalat itikaaf dan majslis ilmu. Gerakan Islam di Al-Quds menyerukanpenggalangan masa dan solidaritas untuk korban pendeportasian dari MasjidAl-Aqsha untuk datang ke gerbang-gerbang Masjid Al-Aqsha. (was/pip)