Setelahkematiannya Muntashir Al-Baz masih tetap ada di tengah-tengah aksi damai pawaikepulangan di timur kamp al-Bureij. Foto dirinya berukurandi bawah oleh ibu dansaudara-saudaranya untuk mengingatkan kepada semua orang tentang jalan yangdipilih oleh Muntashir Al-Baz dengan iman dan cinta.
Muntashir Al-Bazbocah berusia 17 tahun ini gugur pada malam 23 Oktober 2018 lalu beberapa jamsetelah dia terluka di utara pos militer Kissufim di timur Deir Balah di perbatasantimur wilayah tengah Jalur Gaza ketika seorang sniper Israel menembak kepalanya.
Saksi kejahatanyang paling dekat adalah Muhammad Salti. Saat itu remaja berusia 18 tahun iniberlari untuk menolong Muntashir keteika terkena tembak di kepalanya. Setelah sniperpejajah Zionis menembaknya dari jarak beberapa meter saja.
Absen selamanya
Salti mengatakan”Waktu itu puluhan serdadu penjajah Zionis berada dekat gerbang posan-Namr kemudian datang sebuah tank. Sebuah pesawat tanpa awak muncul di ataskepala kami dan merekam kami. Kemudian seorang pemuda terluka tembak di bahunya.Ketika Muntashir mencoba untuk berdiri penembak jitu Israel menembak tepat mengenaikepalanya.”
Otak Muntashir meledakdan darah mengalir deras dari kepalanya. Saat Salti berusaha untuk menariktubuhnya dia ditembak oleh sniper Israel sampai kemudian Muntashir mengucapkandua kalimat syahadat dan menghembuskan nafas terakhirnya.
Ibu Muntashir Al-Bazmembawa foto Muntashair yang berukuran besar dan untuk kedua kalinya ikut berpartisipasidalam aksi pawai kepulangan hari Jumat di timur al-Bureij di sampingnya putra-putrinyayang merasakan ketidakhadiran Muntashir di arena pawai kepulangan.
Sang ibumenunjukkan keterkejutannya terhadap kondisi tenang yang dialami Muntashir. Diatelah menyaksikan anaknya tersebut melakukan shalat malam dan selalu membaca AlQuran sampai dia memintanya untuk memaafkannya pada hari terakhir hidupnya.
Kepada korespondenPusat Informasi Palestina sangIbu mengatakan bahwa Muntashir sudah tiga kali terluka saat mengikuti aksidamai pawai kepulangan untuk menuntut hak atas kehidupan dan martabat warga Palestina.Dia menembahkan “Saya bilang dengan keras kepadanya wahai Muntashir ciderakeempat saya takut kehilanganmu.”
Dia mempertanyakan”Apa kesalahan putra saya sehingga dibunuh dengan cara seperti ini? Sebelumnyaayahnya sakit dan meninggal karena dia ditolak untuk bisa berobat.”
Sementara itu AbeerAl-Baz saudari Muntashir masih terguncang sejak dia menerima berita kematiansaudaranya Muntashir Al-Baz. Abeer lebih tua dua tahun dari Muntashir. Keduanyatinggal bersama sebagai saudara dan teman. Menurutnya Muntashir adalah orangyang paling dekat dengannya di antara kesembilan saudaranya.
Dia menuturkan”Saya sangat merindukannya karena dia meninggalkan kekosongan besar dirumah. Saat-saat terakhir dia memintaku untuk menyiapkan makan tapi dia pergikeluar dan tidak tidak kembali pada kami.”
Saudara-saudaraMuntashir
Kakak tertuaMuntashir Al-Baz Iyad Al-Baz mengatakan bahwa Muntashir selalu ikut berpartisipasidalam semua kegiatan pawai kepulangan akbar di perbatasan Gaza di beberapatitik.
Dia menambahkan”Usianya baru 17 tahun anaknya sangat sederhana. Mereka (pasukan Israel) menembakkepalanya. Dia sering berkata keapda saya bahwa bahwa penjajah Zionis telahmermpas negeri ini dan kita harus menyuarakan hak kita untuk hidup denganlantang.”
Eyadmenjelaskan kejahatan penembak jitu penjajah Zionis di perbatasan Gazatermasuk tembakan peluru mematikan ke kepala saudaranya adalah sebagai upayaberkelanjutan yang dilakukan penjajah Zionis untuk mencegah penduduk Palestinamenuntut hak mereka untuk hidup.
Jamil Al-Baz adikMuntashir Al-Baz yang berusia 15 tahun mengenang peristiwa terakhir yang diasaksikan. “Saat dia terluka saya melihat seseorang terluka di kepadanyadengan pendarahan. Awalnya saua tidak mengenalinya. Namun setelah dekat sayabaru yakin dia adalah kakak saya. Dia selalu ikut dalam setiap aksi diperbatasan Gaza al-Bureij dan perbatasan utara.&rdquo (was/pip)