Di rumahnya yang berada di daerah timurKhanyunis wilayah selatan Jalur Gaza ibu dari Azzam Uwaidah duduk dalamkeadaan tercengang dan takjub melihat daftar kenangan sebelum ditinggalkananaknya yang kembali pulang kepadanya dalam keadaan sudah dipanggul di ataspundak para lelaki.
Azzam Uwaidah bocah berusia 15 tahun inigugur setelah terkena meriam gas di kepalanya saat ikut dalam aksi Jum&rsquoatPemuda Revolusioner (27/4/2018). Akibat peristiwa tersebut korban dilarikan kerumah sakit dan kemudian diumumkan meninggal dunia pada Sabtu pagi besokharinya.
Layang-layang
Di antara kerumunan pelayat Ummu Azzammembawa layang-layang yang terbuat dari tiga sumpit dan sejumlah benang yangdisiapkan oleh putranya Azzam Uwaidah sehari sebelum keberangkatannya kepawai kepulangan akbar di perbatasan timur Jalur Gaza.
Jum&rsquoat (27/4/2018) pagi Azzam bangun tidurseperti biasanya. Setelah memegang layang-layang yang belum sempurna diaberkata kepada ibunya &ldquoSaya akan pergi ke perbataan Ma. Jika saya gugursebagai martir letakkan ini di ruangan rumah agar Enkau mengingatku.&rdquo
Seperti ibu-ibu lain pada umumnya yang mengkhawatirkananak-anaknya Umm Azzam menghampri putranya dan memintanya untuk tidakmembicarakan hal itu. Dia kemudian pergi keluar untuk sholat Jumat bersamaayahnya dan kembali untuk makan siang.
Sang ibu tidak menyadari bahwa ramalan anaklaki-lakinya mungkin saja terwujud bahwa candaan itu benar-benar telah menjadikenyataan setelah sniper penjajah Zionis merenggut mimpinya yang belumterlaksanya yaitu menerbangkan pesawat kertasnya di wilayah tanah airnya.
Tebusan untuk al-Aqsha
&ldquoAnak saya Azzam sudah aku relakan sebagaitebusan untuk al-Aqsha.&rdquo Itulah ungkapan yang meluncur dari Hilal Uwaidah ayahAzzam Uwaidah. Lelaki berusia 41 tahun ini melanjutkan &ldquoKami semua pergi untukmembela al-Aqsha dan tanah kami.&rdquo
Kepada Pusat Informasi Palestina AbuAzzam menceritakan kronologi kejadian yang menyebabkan anaknya menjadi martirpawai kepulangan akbar. &ldquoAzzam sudah ikut di aksi Jum&rsquoat pertama. Karena kekhatiransaya dia saya ajak bermain dengan adiknya yang masih kecil agar lupa. Di harikejadian dia berangkat dengan saya ke masjid dan makan siang bersama.&rdquo
Dia melanjutkan &ldquoSering dia ingin jadi martirdan menceritakan sahabat-sahabatnya yang mencintai mati syahid menjadi martir. Setelahmakan siang dia berangkat ke perbatasan timur Khanyunis sama seperti yanglainnya para peserta aksi demo damai.&rdquo
&ldquoKami cemas dia tidak pulang-pulang. Tepat padasaat adzan maghrib ada telepon kepada kami kalau dia terluka. Kami mulaimencarinya di rumah sakit namun kami tidak menemukan namanya di daftar pasien yangterluka dan syuhada&rdquo imbuhnya.
Dalam perjalanan pulang dia diberi tahu olehsalah seorang kerabatnya ada korban yang belum diketahui identitasnyaterbaring di ruang ICU di rumah sakit Eropa Gaza. Fotonya tersebar di jejaringsosial namun dia belum memastikan identitasnya karena mukanya bisa jadiberubah.
Sakit
Di pintu ruang ICU Abu Azzam meminta bajupribadi korban yang masih belum diketahui identitasnya tersebut. Begitu kantongdibuka dia langsung jatuh ke tanah setelah melihat baju yang belum lama diabelikan untuk anaknya dari sebuah toko. Selanjutnya kesedihan menyelimutinyaakibat kehilangan anaknya yang paling besar Azzam Uwaidah.
Ayah korban merasa heran dengan tindakanpasukan penjajah Zionis yang menarget langsung anak-anak Palestina dan membunuhmimpi mereka. Dia menyatakan bahwa anaknya merupakan tangan kanannya karena diabekerja di bengkel pribadinya sebagai mekanik mobil.
“Azzam adalah anak yang sukaberpetualang pemberani dan cerdas. Dia bermimpi mengendarai salah satu mobilyang dia perbaiki di dalam bengkel manun penjajah Zionis telah menculikmimpinya.” Dia mempertanyakan “Apa yang dilakukan batu di depan roket?Kami sedang menghadapi penjajah yang tidak memiliki belas kasihan pada orangtua dan anak-anak pada batu dan pohon.” (was/pip)