Tampaknya indikator terkuat menunjukkan kanskemenangan Clinton lebih kuat dibanding Trump. Bisa dipastikan peran presidenAmerika akan tetap terkungkung oleh konstitusi dan perimbangan kekuatan politikdan perkembangan internasional. Namun kecenderungan dan pandangan pribadinyaakan tetap memainkan perang penting dalam hal ini. Di sisi lain pemilupresiden Amerika menunjukkan bahwa sikap dan langkah politik selama kampanyetidak selalu menjadi komitmen presiden terpilih nantinya.
Kedua kandidatpresiden Amerika kali ini masih sangat berpihak kepada Israel jika dilihat daristatemen dan pidatonya terutama di depan kelompok penekan Yahudi. Namun framepemikiran masing-masing kandidat berbeda. Sebab Trump kelihatan lebih cenderungkepada tendensi isolasi urusan Amerika dalam negeri tanpa intervensiurusan luar negeri. SementaraClinton lebih cenderung kepada intervensi AS dalam pentas forum-forum internasional.
Sementara dilevel Palestina yang terpengaruh oleh politik level internasionalkeduanya akan melakukan tekanan kepada pihak Palestina Hamas dan Jihad Islamiakan menjadi fokus tekanan. Sehingga keduanya dipastikan harus berhati-hatidalam menyikapi miliu Timur Tengah.
Tiga pertanyaan terkait korelasi isu Palestina dengan PipresAmerika yang 45 ini:
1.      Siapa yang akan menangapakah kandidat dari Partai Demokrat Hillary Clinton atau dari Partai RepublikDonald Trump?
2.      Apa sikap masing-masingterhadap konflik Palestina &ndash Israel?
3.      Bagaimana imbas hasilpilpres Amerika terhadap masa depan isu Palestina.
Pertama sejumlah indicator Hillary Clinton akan mengungguliTrump
1.      Jajak pendapat dan laporanlembaga-lembaga keuangan (seperti Wall Stret) mengunggulkan Clinton.
2.      Suara yahudi yang aktifcenderung kepada calon dari Partai Demokrat ini menunjukkan semua catatanpemilu-pemilu Amerika.
3.      Biaya kampanye yang lebihbesar sejak tahun 2000 membuktikan akan menang. Biaya kampanye Clinton (187juta USD) dibanding kampanye Trump 49 USD.
4.      Ada kecenderunganmasyarakat Amerika akan memilih &ldquowanita&rdquo pertama sebagai presiden setelahmemilih presiden kulit hitam pertama.
5.      Selisih pengalaman politikberpihak kepada Clinton. Perempuan ini pernah menjadi anggota Kongres AmerikaMenteri Luar Negeri. Sementara Trump tidak memiliki pengalaman diplomasi.
6.      Ada penolakan dari elitRepublik terhadap pemilihan Trump. Ini muncul dalam surat 121 pakar politikluar negeri di partai Republik yang menolak pemilihan Trump.
7.      Studi akademi yangdidasarkan kepada semple studi masa depan yang dibuat oleh Alan Abramowitz dariUniversitas Emory Amerika yang memperkirakan Trump akan menang berdsarkanindicator ekonomi. Prediksi ini benar dalam pemilu 1992.
Kedua sikap masing-masing terhadap isu Palestina
Dalam kampanye politik Amerika statemen terkait urusandalam negeri dan dunia internasional tidak selalu menjadi acuan. Sebabkampanye bertujuan mendulang dukungan dan itu akan berbeda jika sudah menjabatpresiden saat menghadapi kasus tersebut secara riil. Ciri khusus kebijakanpolitik luar negeri terkait Palestina masing-masing tidak keluar dari ciri umumdari kebijakan terkait kasus lainnya.
Selain kurang berpengalaman dibanding Clinton Trumpcenderung lebih kepada politik isolasi dan tidak intervensi terhadap urusanluar negeri cenderung meminta negara sekutu Amerika baik di NATO atau Jepangatau Negara-negara Teluk untuk ikut menanganggung beban biaya dalam hubunganinternasional. Trump juga mengkritik keras PBB sebab AS menanggung biaya besartanpa ada hasil riil. Trump juga menyerukan agar melarang muslim masuk AS danpaling keberatan dengan model hubungan Saudi &ndash AS.
Selain itu Trump menolak keras kesepakatan nuklir Amerika &ndashIran dan akan berusaha menghadang kesepakatan ini terutama terkait bebankeuangan yang ditanggung AS dalam kesepakatan itu. Ia juga menuding Amerikaterperangkap dalam perangkap Iran. Di depan lobi Yahudi AIPAC Maret 2016 laluTrump menyatakan kesepakatan dengan Iran adalah bencana sehingga harusdibatalkan. Ia menuding Iran mendanai Hamas dan Jihad Islami serta Hezbolah.Jaringan terorisme Iran harus dibubarkan.
Sementara Clinton lebih cenderung kepada tendensi intervensiluar negeri meski ia menyesalkan dukungannya terhadap agresi Irak saat menjadianggota Senat Amerika. Clinton juga mendukung intensitas serangan ke Suriah danIrak untuk menghabisi ISIS dan meminta agar udara Suriah ditetapkan sebagaikawasan &ldquolarangan terbang&rdquo.
Namun perbedaan sikap dua kandidat terkait persoalanPalestina tidak besar. Trump pernah menyatakan akan berada di posisi netraldalam konflik Palestina &ndash Israel. Namun ini yang menjadi  katakutan Israel. namun kemudian Trumpmenjelaskan di depan AIPAC &ldquoKami tak mungkin netral kami berada di pihakIsrael. statemen Trump pertama hanya untuk mendorong Palestina agar ikutperundingan dengan Israel.
Sementara Clinton selama menjadi Menlu periode 2009-2013terlihat sejumlah perbedaan dengan Israel terutama terkait sikap Amerika yangmengkritik pembangunan permukiman Yahudi di wilayah Tepi Barat.  Israel sebagai pondasi menyelesaikan masalah.
Kedua kandidat meminta agar digelar perundingan Palestina.Keduanya tidak ingin perang tertentu dari PBB. Ini berarti soal Al-Qudspengungsi Palestina dan perbatasan dibahas  dalam perundingan antara otoritas Palestinadan Israel. dengan kata lain Israel akan dibiarkan melenggang menekan Palestinauntuk mengeruk keuntungan dari perundingan.
Trump menilai peran Amerika harus terbatas kepadaperundingan Israel &ndash Palestina sebagai fasilitator negosisasi (Trump juga pernah mengusulkan ditahun 2014 agar warga Palestina dievakuasi ke wilayah Puerto Riko danmemberikan tempat tinggal dan kerja di sana. Wilayah yang 1000 mil lebih luasdari Tepi Barat dan Jalur Gaza. Namun usulan ini tidak serius.
Lantas bagaimana masa depan isu Palestinadi bawah presiden baru Amerika nantinya? Persoalan ini akan dibahas dalamtulisan kedua.