Mon 5-May-2025

Pengungsi Palestina di Libanon Derita dan Ancaman Terusir

Jumat 27-Mei-2016

Pengungsi Palestina di Lebanon hidup di 12 kamp pengungsi yang resmi didirikan antara tahun 1948 dan 1955. Dari total pengungsi Palestina di Libanon 48% nya tinggal 12 kamp tersebut. Sisanya tinggal di sejumlah pemukiman yang dibentuk selama periode yang sama dan pemukiman lainnya akibat penghancuran kamp Nabatiyeh tahun 1974 Tel Zaatar dan Dikwana pada tahun 1976 di samping sejumlah pengungsian lainnya yang dibentuk di beberapa kota dan desa-desa di Libanon.
Tapi yang tidak diketahui banyak orang adalah bahwa pengungsi Palestina di Lebanon dirampas hak-hak sipil dan sosial. Situasi kemanusiaan mereka semakin buruk dari hari ke hari terutama karena tingkat pengangguran telah melampaui 60 persen di beberapa kamp tingkat kemiskinan meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir proporsi penduduk tumbuh menjadi lebih dari tiga kali sejak Nakbah di wilayah geografis terbatas sebab mereka dilarang ekspansi secara horizontal. Jumlah pengungsi Palestina yang datang ke Lebanon sampai akhir 1950 menjadi sekitar 100 ribu (tidak ada data statistik akurat). Kini jumlah pengungsi yang terdaftar di UNRWA tercatat 483 ribu pengungsi 210 ribu pengungsi di antaranya tinggal di kamp-kamp pengungsi sementara 273 ribu hidup di 58 daerah koloni pemukiman yang tersebar di luar kamp.
Informasi Demografis
&bull Jumlah pengungsi Palestina yang tinggal di Lebanon antara 260 ribu hingga 280 ribu.
&bull Setengah pengungsi di bawah usia 25 tahun.
&bull Rata-rata jumlah anggota keluarga 45 person.
&bull 53% dari pengungsi adalah perempuan.
&bull Rata-rata usia warga Palestina adalah 30 tahun.
&bull Dua pertiga dari warga Palestina yang tinggal di kamp-kamp dan sepertiga sisanya di pemukiman luar (terutama di sekitar kamp-kamp).
&bull Setengah dari para pengungsi tinggal di Lebanon selatan (Tirus dan Sidon/Saida).
&bull Seperlima tinggal di Beirut dan seperlima lainnya di wilayah utara.
&bull 4% pengungsi tinggal di Lembah Beqaa (timur Lebanon).
Pemerintah negara Lebanon menyikapi persoalan pengungsi Palestina sebagai bagian dari persoalan keamanan dan mengabaikan aspek kemanusiaan dalam kurun waktu yang sangat lama.
Kebijakan Libanon terhadap pengungsi Palestina terkonsentrasi dalam sejumlah poin:
1. &nbsp &nbsp &nbsp Kontrol dan kritalisasi kedaulatan negara pada pengungsi dan kamp-kamp mereka dan pengembalian kedaulatan secara bertahap yang hilang di sejumlah kamp pengungsi sebagai akibat dari revolusi Palestina dan faksi-nya di sana. Termasuk terkait peraturan senjata di kamp-kamp pengungsi dan tanggung jawab negara Lebanon dari sisi hukum administrasi ekonomi pendidikan dan kesehatan terhadap kamp-kamp tersebut. Soal itu pihak Lebanon dan Palestina berbeda pada prioritas dan bagaimana menerapkannya dan kewenagan yang diberikan kepada masing-masing pihak dan jaminan pelaksanaan tanpa sewenang-wenang dan tanpa merugikan salah satu pihak.
2. &nbsp &nbsp &nbsp Menolak pemberian kewarganegaraan dan itu menjadi konsensus Lebanon – Palestina.
3. &nbsp &nbsp &nbsp Melakukan prosedur hukum ekonomi dan administrasi yang berbeda yang bertujuan untuk membatasi dan mengekang warga Palestina dan mendorong sebesar mungkin warga Palestina bermigrasi dari Lebanon.
4. &nbsp &nbsp &nbsp Libanon juga mengbaikan resolusi-resolusi Liga Arab dan KTT nya terkait perlakuan terhadap pengungsi Palestina terutama kesepakatan Casablanca tahun 1965.
Gambaran Kondisi Kemanusiaan
1. &nbsp &nbsp &nbsp Tidak sebandingnya jumlah pengungsi Palestina dengan luas tanah tempat kamp pengungsi. Kamp pengungsi Shatila adalah 39.567 meter persegi dan diperkirakan jumlah pengungsi yang berada di sana 12 335 jiwa yang menyebabkan penyebaran tidak teratur. Dengan tidak adanya kontrol yang kompeten sebagian besar bangunan dibangun di atas fondasi yang lemah sehingga bahaya keruntuhan mengancam mereka. Dengan lahan yang sempit sebagian besar bangunan berdempetan satu sama lain.
2. &nbsp &nbsp &nbsp Tidak adanya pemantauan lingkungan dan kesehatan menyebabkan infrastruktur sanitasi yang buruk dan mengabaikan pemeliharaan air dan limbah jaringan yang usang sehingga menyebabkan air terkontaminasi dan polusi air minum air berlumpur yang menyebabkan penyebaran epidemi dan penyakit berbahaya di kalangan penduduk kamp terutama anak-anak.
3. &nbsp &nbsp &nbsp Tidak adanya dari pemerintah daerah telah menyebabkan proliferasi/penyebaran sampah antara rumahrumah dan jalan-jalan sempit dipenuhi lubang sempit. Jalan-jalan dan gang-gang di kamp berubah menjadi danau kecil yang digenangi air kotor dan sebagian besar danau kecil itu airnya luber ke rumah toko dan gudang saat musim hujan.
4. &nbsp &nbsp &nbsp Pelayanan Kesehatan dan medis sebagian besar pengungsi menderita masalah pengobatan dan jaminan dana untuk kesehatan. Kondisi ini memaksa mereka mencari bantuan dari LSM dan bahkan kadang-kadang mengemis (langkah sewenang-wenang Lebanon ini untuk mencegah Palestina agar tak mendapat akses ke perawatan medis di rumah sakit dan klinik pemerintah). Dengan keluarnya PLO dari Libanon dan pengurangan pelayanan UNRWA di bidang medis dan perawatan kesehatan di tingkat terendah di kamp-kamp maka tidak ada puskesmas cukup sepadan dengan jumlah penduduk (di kamp Ein el-Hilweh populasi penduduk 60.000 warga pengungsi klinik hanya dua dan dokter tidak melebihi sepuluh orang).
Warga Palestina termasuk juga warga Libanon selama puluhan tahun bersama dengan orang-orang Lebanon selama puluhan tahun menjadi target operasi militer Israel yang membunuh dan merusak batu dan tanamam serta menghancurkan mata pencaharian mereka.
5. &nbsp &nbsp &nbsp Pendidikan:
&bull Hanya setengah dari anak-anak muda di usia (antara 16 dan 18 tahun) mengikuti sekolah atau lembaga pelatihan kejuruan.
&bull Tingkat anak putus sekolah dan pelatihan keterampilan sangat tinggi ditambah lagi pembatasan ketat di pasar tenaga kerja yang menghambat kemampuan pengungsi untuk mencari pekerjaan yang sesuai.
&bull Tingkat pendidikan merupakan indikator baiknya kualitas keluarga sehingga berdampak pada status sosial-ekonomi dan keamanan pangan mereka.
&bull Ketika pendidikan kepala rumah tangga tingkatnya lebih dari SD tingkat kemiskinan menjadi menurun 605%.
&bull 8% pengungsi Palestina yang berada di usia sekolah (antara 7 dan 15 tahun) tidak melanjutkan sekolah tahun 2010.
&bull 6% warga Palestina memegang gelar sarjana (dibandingkan dengan 20% warga asli Lebanon). Bersambung &hellip(at/infopalestina)

Tautan Pendek:

Copied