Thu 8-May-2025

Tel Aviv Tak Punya Pilihan Lain Kecuali Bicara dengan Hamas

Kamis 11-Maret-2010

David Zonzain
Ketua Lembaga Sipil untuk Perundingan Langsung Israel dengan Hamas

Israel harus berbicara dengan Hamas segera sebab tidak mungkin mewujudkan rekonsiliasi atau perdamaian dengan Palestina tanpa gerakan ini. Israel harus bicara dengan Hamas bukan secara rahasia bukan secara tidak langsung bukan dalam rangka menjajah elit partai (gerakan) seperti yang dilakukan Shaul Movaz namun pembicaraan yang terang-terangan dan serius.

Sebagaimana Amerika bicara dengan oposisi Israel secara bersandingan. Beginilah seharusnya Israel bicara dan dialog secara bersandingan dengan oposisi Palestina. Dengan syarat dialog itu mencakup perundingan damai yang langgeng dan mencakup masalah inti.

Tentu ini tidak mudah dan tidak sederhana. Konsesus politik Israel memberikan legalitas kepada semua partai politik untuk menghunus pedang kepada Hamas karena diangap sebagai sumber keburukan. Apa yang menghalangi berunding dengan Hamas apakah tindakan Israel memboikot gerakan ini terkait dengan pemahaman Israel yang salah?

Israel selalu berkeras bahwa Hamas bukan partner dalam perundingan. Partner bagi Israel adalah Fatah pimpinan Mahmud Abbas. Perundingan-perundingan dengan Fatah dikelolah oleh Israel sejak selama dua decade. Agaknya penegasan resmi Benjamen Netanyahu yang menerima prinsip dua Negara dua bangsa hanya sebagai kilah untuk menunda perundingan final.

Tahun 2004 pemerintah Israel memutuskan bahwa Yaser Arafat tidak lagi memiliki hubungan dengan perundingan. Soal Abbas pimpinan Israel menilai dia lemah. Sebab selama bertahun-tahun Israel berusaha melemahkan Otoritas Palestina. Apakah mungkin membuktikan lagi “perlunya bicara perundingan” padahal “tidak ada kesepakatan di antara Israel”.

Bahkan meski terjadi kesepakatan karena tekanan Amerika maka Otoritas Palestina tidak akan bisa mewujudkannya sebab lebih dari separuh rakyat Palestina tidak menerima pemerintahannya. Karenanya menolak berdialog dengan Hamas bukanlah sikap obyektif. Sikap ini hanya menghindar berdialog dengan Palestina.

Kekuasaan Hamas terhadap Hamas adalah karena Fatah sudah putus asa. Situasi yang ruwet di Jalur Gaza pasca gagalnya perundingan dan ketergantungan absolute kepada Israel dalam memenuhi kebutuhan pokok hidup (hak beraktivitas bepergian belajar tidak berbicara dengan siapapun) semakin memperdalam keputus-asaan dan sikap Fatah semakin ekstrim menolak Hamas.

Sekarang ini sumber dana Hamas memiliki keistimewaan mendekati Al-Qaidah. Israel boleh saja menunda-nunda namun harus diakui bahwa pakem Israel “waktu akan berpihak kepada kita” ternyata tidaklah benar.

Salah factor harus bicara dengan Hamas adalah Gilad Shalit. Ada yang bilang tidak mungkin mengaitkan nasib sebuah Negara dengan nasib seorang serdadu yang ditawan. Apakah ada kesalahan lebih besar dari ini.

Membiarkan masa depan Shalit sama saja menghancurkan Israel sama saja memiliki arogan dibanding bersikap bijak memilih taktik daripada strategi sama saja menginkari nilai-nilai suci kehidupan bagi tawanan yang sama saja nyawa bangsa. Inilah opini public di Israel. Ini peluang mengubah cara dalam tema yang sensitive seperti “kontak dengan Hamas”.

Di penjara Israel ada lebih dari 7000 tahanan Palestina. Di Gaza hanya ada tawanan satu serdadu Israel. kedua pihak menderita namun akan bahagia bila dicapai kesepakatan pertukaran tawanan.

Israel memiliki pilihan untuk menggelar perang lagi di masa mendatang dan ini sangat bahaya. Karenanya harus segera diumumkan bahwa Israel siap bicara dengan oposisi di Palestina. (Haaretz 9 Maret 2010) (bn-bsyr)

Tautan Pendek:

Copied