Thu 8-May-2025

Korban Agresi Tegar Ditengah Derita Rekontruksi Jalur Gaza Terlantar Karena Kepentingan Politik

Rabu 30-Desember-2009

Gaza – Infopalestina: “Kami punya rumah mungil yang bisa menjaga kami dari musim panas dan dingin. Namun pasca agresi Israel setahun lalu bersama delapan anakku terlantar di jalanan. Tidak lagi bisa memberikan tempat tinggal layak bagi anak-anakku yang masih kecil” kata-kata pedih ini keluar dari Mahmod Samiri (50) warga Jalur Gaza timur menggambarkan derita ribuan warga Palestina yang bernasib sama seperti dirinya yang terlantar akibat agresi Israel.

Bagi Samiri yang tanpak sakit ini prioritasnya adalah merekontruksi rumahnya yang dihancurkan oleh keganasan Israel.

“Saya merasa tidak berdaya melihat anak-anakku yang kecil di malam dingin dan tidak mendapatkan tempat berteduh dari hujan”.

Selama agresinya Israel menghancurkan 5000 rumah di Jalur Gaza yang hancur total 16 ribu rumah rusak-rusak sebagian. Puluhan ribu warga akhirnya terlantar. Sebagiannya hidup di kemah-kemah lusuh yang tidak bisa melindungi mereka dari panas di musim panas. Hal itu terjadi ketika tidak ada lagi alternatif sewa ruangan di rusun atau apartemen sebab pembangunan di Jalur Gaza terhenti sejak blokade Israel empat tahun lalu.

Sementara itu pihak pemberi donor bantuan seperti UNDP atau UNRWA menjanjikan mereka lebih dari 8 bulan lalu untuk memperbaiki mereka. Namun hingga kini tidak ada buktinya.

Jumlah warga Jalur Gaza yang terlantar tidak memiliki tempat tinggal hingga sekarang mencapai 23 ribu warga yang masih bertahan dengan sabar di kemah-kemah lusuh. Mereka menolak keras pemanfaatan derita mereka sebagai jembatan pemerasan politik atas mereka dan memaksa perlawanan untuk memberikan konsesasi.

Ahmad Sarsawi (40) menyatakan kepada Infopalestina” kondisi saya setelah agresi Israel ke Jalur Gaza semakin buruk. Hanya terpaksa membangun kemah dari papan zeniko bekas yang masih bocor saat hujan.”tegasnya.

“Aku akhirnya tinggal dari rumah teman ke teman lainnya bersama keluargaku selama tiga hari ataukuran. Hingga akhirnya aku merasa tidak enak dan kembali ke kemahku yang satu-satunya aku miliki setelah rumahku termahal dihancurkan Israel”.

Ia mengaku UNRWA pernah menjanjikan kepadanya rumah dibangun kembali untuk sementara. Namun sampai sekarang tidak ada realisasi.

Pemerintah Palestina pimpinan Haniya sendiri pernah membagikan 50 juta UERO kepada korban agresi Israel sebagai bantuan darurat untuk tempat tinggal dan meringankan penderitaan mereka. Pemerintah juga berjanji akan merekontruksi bangunan warga yang hancur jika perlintasan di sekitar Jalur Gaza dibuka. Puluhan rumah-rumah bongkar pasang yang diberikan Turki juga sebagai alternatif sementar mereka.

Belakangan kemudian pemerintah Otoritas Palestina pimpinan Abbas terbukti terlibat dalam menghalangi bantuan internasional dan Arab untuk rekontruksi Jalur Gaza. Ini dilakukan dalam rangka menekan dan memeras Hamas dan bangsa Palestina di Gaza agar membayar “politik” untuk rekontruksi Gaza.

“Sampai kapan kami bertahan begini hidup di kemah-kemah ini bukan kehidupan” tutur Abu Fawwaz Abdu Rabbih. “Aku kehilangan tiga anakku selama agresi namun aku sabar mencari ridla Allah meski aku tak tahan. Sebab tuntutan hidup sangat banyak aku menganggur aku tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup keluargaku di tengah blokade karena tidak ada rumah rumah murah sewa. Semuanya ingin harga tinggi. Sehingga terpaksa bertahan di kemah. Tapi saya khawatir lima anakku.” Tegas Fawwaz. Karenanya ia meminta agar Jalur Gaza segera direkontruksi. (bn-bsyr)

Tautan Pendek:

Copied