Al-Quds – Infopalestina: Pembicaraan di kalangan militer Israel mulai mengarah dengan kuat ke penghentian agresi ke Jalur Gaza setelah dua pekan dimulai. Mereka tidak mau terpeleset dalam fase terjebak yang sulit keluar. Hal itu dikaitkan dengan kritikan yang semakin kuat dari komandan-komandan militer Israel dan media mereka dimana target agresi Israel semakin tidak jelas atau mustahilnya mewujudkannya. Termasuk perbedaan segitiga antara Olmert Barack dan Livni soal jalan keluar dari agresi yang dilematis ini.
Para pengamat menegaskan perubahan sikap Israel ini terkait dengan ketegaran Hamas dan faksi-faksi perlawanan dalam mengadapi agresi Israel. Mereka juga memiliki kemampuan memukul balik pukulan-pukulan Israel dengan menciptakan kerugian-kerugian tertentu di pihak pasukan Israel. Disamping itu rakyat Palestina memiliki kemampuan dalam bertahan dengan baik di tengah kebrutalan Israel dan meningkatnya jumlah korban di kalangan Palestina dan tingkat kehancuran begitu parah di Jalur Gaza yang menjurus kepada krisis kemanusiaan.
Sikap tegar di Gaza
Di tengah upaya Israel melalui selebaran yang disebarkan kepada warga Jalur Gaza yang isinya menuding Hamas bertanggungjawab ancaman membantu gerakan perlawanan dan upaya menggulingkan Hamas justru respon warga Jalur Gaza semakin kuat mendukung perlawanan. Faksi-faksi perlawanan Palestina di Jalur Gaza juga semakin kuat dalam mengadapi Israel yang terwujud dalam koordinasi serangan Israel.
Sejak Ahad kemarin media-media Israel banyak melansir tuntutan dihentikannya agresi ke Jalur Gaza. Seperti harian Yediot Aharonot yang meminta dihentikannya perang dan harian Haaretz yang meminta agar Israel mengambil prakarsa Mesir dan Sarkozi.
Semantara itu panglima perang Israel Gabi Eskanzi menegaskan tidak ingin perang akan diperluas dan tim pasukan cadangan tidak perlu didikerahkan ke Jalur Gaza. Seorang pengamat menyebutkan bahwa Eskanzi justru ingin menghentikan serangan dan tidak masuk dalam fase ke tiga.
Barack pun menolak perang dilanjutkan
Harian Israel Yediot Aharonit edisi (8/1) menegaskan bahwa sikap Menhan Israel Ehud Barack tersimpulkan bahwa operasi militer Israel sudah selesai. Gerakan Hamas sudah mengalami pukulan keras dan sudah mungkin dilakukan perundingan dengan mereka soal gencatan senjata.
Dalam sidang tertutup pemerintah Israel para pengamat Israel Nahom Barneng dan Simon Shaver pada Rabu lalu menegaskan bahwa Mehan Israel menolak dilanjutkan agresi militer Israel ke Jalur Gaza. Mereka menegaskan bahwa operasi militer menyebabkan perbedaan tajam terjadi di Israel. Barack sendiri ingin menghindari operasi darat Israel di Jalur Gaza.
Sikap PM Ehud Olmert menegaskan dirinya mendukung operasi militer ke Jalur Gaza.
Haaretz dalam redaksionalnya menilai bahwa perbedaan antara anggota Majlis Perdana Menteri Israel soal waktu menarik diri dari Jalur Gaza dan menghentikan serangan adalah perbedaan yang tidak bisa diterima. Ia mengisyaratkan bahwa pelajaran dari masa lalu menegaskan bahwa setiap perang ke Gaza digelar maka alat-alat tempur Israel akan terjebak dalam kubangan seperti halnya yang terjadi di Libanon. Dimana Israel menjerumuskan pasukan Israel ke dalam aksi pembunuhan sipil dan menjerumuskan pasukan Israel dalam bahaya. Kondisi ini akan menyebabkan front internal Israel lemah.
Dalam redaksionalnya harian ini menulis artikelnya dengan judul “keluarlah cukup” dan mengisyaratkan bahwa ada perbedaan antara anggota majlis PM Israel terutama antara PM Ehud Olmert Menhan Ehud Barack yang ingin menarik diri dari Jalur Gaza dan bisa melakukan kesepakatan dengan Hamas melalui Mesir dan AS. Sementara Tsivi Livni Menlu Israel ingin melalukan penarikan sepihak Israel dari Jalur Gaza.
Harian ini menilai bahwa kedua sikap di inetrnal pemerintah Israel ini menjurus kepada satu hasil yakni ada kebutuhan untuk menghentikan perang dan keluar dari Jalur Gaza segera. Harian juga mengisyaratkan bahwa tekanan dari dalam dan luar negeri semakin menguat terhadap Israel.
Harian ini juga mengisyaratkan bahwa apa yang dikatakan oleh ketua badan intelijen militer Israel dua hari lalu bahwa pasukan Israel melakukan peperangan di wilayah yang padat penduduk. Jika semakin menyerang Israel ke wilayah-wilayah itu maka akan semakin pelik dan berbahaya.
Target semakin tidak jelas
Pengamat strategi Israel Rofen Bedzor menegaskan bahwa target militer Israel semakin tidak jelas dalam agresi ini sejak awal. Ia menyebutkan sejumlah kesalahatan militer Israel dalam agresi ke Jalur Gaza. Kesalahan itu pada perencanaan militer Israel karena memulai serangan Israel ke titik yang sulit dicapai oleh Israel sehingga Israel hanya bisa menghancurkan melalui udara.
Bahkan setelah 100 target sudah dicapai Israel Hamas belum menyerah terhadap Israel.
Hamas dan perlawanan ubah perimbangan kekuatan
Bedzor menegaskan bahwa serangan Israel ke infrastruktur Palestina di Jalur Gaza hanya membunuh warga sipil. Ini mengingatkan politik “Body Count” yang dilakukan oleh Amerika dalam perang di Vietnam setelah mereka tidak berhasil menaklukkan kekuatan perlawanan. Karenanya pada tahun 1990 an Amerika mengguakan pasukan yang berlebihan dalam menyerang Vietnam.
Sikap Israel mengarah kepada penghentian perang ke Jalur Gaza dinilai sebagai langkah “terpaksa bukan gagah” dan kekhawatiran Israel terjebak dalam situasi baru yang semakin merugikan Israel. (bn-bsyr)