Tue 6-May-2025

Terowongan Rafah Arteri Kehidupan Menuju Makam Kematian

Rabu 8-Oktober-2008

Rafah – Infopalestina: “Apa yang melemparkanmu kepada kepahitan tidak lain adalah kepahitan yang lebih pahit.” Dengan tamsil inilah warga Palestina Hasan Shaer mengantungkan kerjanya di bidang pembuatan terowongan penyelundupan di perbatasan Palestina – Mesir. Meskipun korban akibat pekerjaan ini terus berjatuhan.

Warga Palestina berusia 39 tahun ini mengatakan “Sedikitnya tangan yang terulur di tengah-tengah blokade ini dan kondisi sulit yang kami alami telah mendorong saya untuk bekerja menggali terowongan atau membawa barang melalui terowongan. Pada setiap kali saya keluar dari rumah selalu merasa bahwa saya tidak akan kembali pulang.”

Hari Berdarah 5 Korban Meninggal

Dalam satu hari yang sulit di Jalur Gaza bagi para pekerja penggali terowongan penyelundupan sebanyak 5 orang pekerja tertimbun tanah beberapa saat setelah putus kontak pada Selasa (23/09) sore.

Pasa penyelamat dan warga pada Selasa malam mengevakuasi 5 korban meningal dan dua korban luka dari dua terowongan di perbatasan Palestina – Mesir di daerah al Barazil selatan Rafah wilayah selatan Jalur Gaza. Menurut keterangan para pekerja terowongan kedua terowongan tersebut diledakan oleh otoritas keamanan Mesir.

Hasan Shaer ayah dari tujuh anak ini tidak bisa menyembunyikan akan mengalami nasib yang sama dengan rekan-rekannya tersebut. Dia mengatakan “Upaya mengeluarkan korban sangat sulit. Selama berjam-jam kami berupaya menyelamatkan sedang saya berkhayang diriku ada di dalam terowongan. Namun setelah beberapa jam kami berhasil mengeluarkan korban.”

Tetap Bekerja karena Tiada Pilihan

Meski bencana dan ancaman terus bertambah dan berulang-ulang namun Shaer demikian juga para pekerja terowngan lainnya tidak ragu mengatakan bahwa mereka akan terus dalam pekerjaannya. Shaer mengatakan “Apa alternatifnya? Apakah saya harus mati kelaparan dan menunggu sedekah? Saya punya anak-anak yang ingin hidup dan belajar.”

Bekerja di terowongan sudah menjadi profesi yang merata terutama di wilayah selatan Jalur Gaza bersamaan dengan bertambahnya jumlah terowongan secara signifikan dan memberikan lapangan kerja orang-orang yang kehilangan pekerjaan. Banyak keluarga Palestina menekuni pekerjaan ini secara khusus.

Jumlah terowongan semakin bertambah banyak dengan semakin ketatnya blokade Zionis Israel terhadap Jalur Gaza. Di mana terowongan-terowongan ini bisa memberikan apa yang dibutuhkan warga Jalur Gaza mulai dari barang-barang dan kebutuhan sehari-hari.

Meski belum ada data yang pasti tentang jumlah terowongan di sepanjang perbatasan Palestina – Mesir yang panjangnya 13 kilometer sejumlah prediksi meperkirakan jumlah terowongan mencapai 180 buah. Bahkan ada yang mengatakan jumlahnya tidak kurang dari 800 buah di sepanjang perbatasan.

Para pekerja terowongan menghadapi berbagai bahaya di antaranya adalah runtuh dan longsornya terowongan. Namun yang paling berbahaya adalah cara-cara yang digunakan pihak Mesir untuk memerangi terowongan ini akibat tekanan dari Israel dan Amerika.

Para pekerja terowongan mengatakan bahwa jumlah korban akibat peristiwa kerja biasa tidak lebih dari 5% dari jumlah korban yang terjadi. Sementara mayoritas korban jatuh akibat apa yang mereka sebut “perang Mesir” terhadap terowongan baik melalui peledakkan atau menyemprotan gas. (bersambung)

Pemerintah Mesir Bertanggung Jawab

Keluarga korban terowongan menyatakan otoritas keamanan Mesir bertanggung jawab atas sebagian besar bencana yang meruntuhkan terowongan. Dengan jatuhnya korban baru ini maka jumlah korban terowongan sejak awal tahun ini mencapai 45 orang meninggal dan sejumlah besar lainnya terluka.

Menurut keluarga korban meningkatnya jumlah korban ini tidak terlepas dari meningkatnya langkah-langkah mematikan yang dilakukan Mesir dalam perang terowongan yang bertujuan untuk menutup terowongan yang menjadi celah catu-satunya bagi warga Gaza yang terblokade. Pasukan keamanan Mesir meledakkan terowongan yang menghubungkan kota Rafah di selatan Jalur Gaza dengan tanah Mesir.

Pasukan keamanan Mesir sengaja meledakan terowongan dari arah Mesir meskipun mereka tahu bahwa di dalamnya ada banyak orang. Yang menggelikan menurut keluarga korban keamanan Mesir melakukan pencarian korban setelah mereka sendiri yang meledakkan terowongan seakan kemanusiaan sudah kembali mengontrol diri mereka.

Warga Jalur Gaza mempertanyakan sikap keamanan Mesir yang justru dianggap memerangi mereka. Seorang pekerja terowongan yang memperkenalkan dirinya kepada koresponden Infopalestina dengan nama “Abu Muhammad” mengatakan dirinya bergabung dengan para pekerja terowongan ini 6 bulan yang lalu bersama 3 orang saudaranya. Dalam banyak kejadian yang dia saksinya jatuhnya korban dari rekan-rekan seprofesinya adalah akibat ledakan atau serangan udara keamanan Mesir terhadap terowongan.

Abu Muhammad melanjutkan “Mengapa mereka memerangi kami dengan cara seperti ini. Pada dasarnya apa yang mendorong kami melakukan kerja seperti ini? Mereka seharusnya membuka gerbang perlintasan agar kami bisa bekerja secara normal dan enak. Apakah kami senang dengan penderitaan dan menginginkan bahaya? Namun bila tidak ada alternative maka kematian di dalam terowongan jauh lebih terhormat dari pada mati kelaparan atau karena tidak ada obat-obatan.”

Terowongan tetap menjadi urat nadi yang digunakan bernafas oleh warga Jalur Gaza setelah pasukan penjajah Zionis Israel memblokade Jalur Gaza dan menjadikan satu setengah juta manusia Palestina berada dalam penjara besar. Melalui terowongan-terowongan ini para pekerja bisa memenuhi kebutuhan Jalur Gaza berupa barang-barang yang dilarang Israel masuk ke sana. Yaitu melalui permintaan para pedagang Gaza dan para penyelundup di pihak Mesir yang menyupai barang-barang yang dibutuhkan.

Menurut para pekerja terowongan penggalian satu buah terowongan membutuhkan waktu 4 hingga 6 bulan yang membentang dari kota Rafah Palestina sampai kota Arisy di Mesir. Sementara kedalaman terowongan antara 10 hingga 20 meter atau lebih tergantung konstruksi tanah dengan panjang antara 300 hingga 500 meter.

Salah seorang pekerja terowongan Abu Khalil mengatakan penggalian terowongan adalah pekerjaan yang tidak mudah. Penggalian mulai dari perbatasan Rafah hingga di dalam kota Arisy atau lebih jauh sedikit membutuhkan waktu minimal 6 bulan. Penggalian adalah pekerjaan paling berbahaya yang dilakukan para pekerja terowongan. Membutuhkan orang yang memiliki nafar panjang dan kemampuan untuk berjuang dalam tempat yang sempit tanpa udara. “Setiap kami kami masuk untuk menggali kami mereka seakan kami sedang menggali kuburam kami sendiri dengan tengan-tangan kami sendiri. Namun tidak pilihan lain bagi kami kecuali melanjutkan pekerjaan ini” tegas Abu Khalil. (seto)

Tautan Pendek:

Copied