London – Infopalestina: Mantan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter mengatakan bahwa Israel memiliki 150 senjata nuklir. Hal tersebut disampaikan Carter menjawab pertanyaan bagaimana seharusnya seorang presiden AS menyikapi ancaman nuklir Iran dalam festival sastra Hay-on-Wye di Wales Inggris Senin (26/05).
Carter mengatakan bahwa pemerintah AS harus melakukan pembicaraan langsung dengan Iran jika ingin membujuk negara itu mau meninggalkan program nuklirnya. “Saran saya kepada AS adalah mulai berbicara degan Iran sekarang” ungkapnya.
Pernyataan itu tampaknya merupakan komentar pertama seorang mantan presiden AS yang disampaikan secara terbuka mengenai jumlah hulu ledak nuklir yang dimiliki Israel. “AS memiliki lebih dari 12 ribu senjata nuklir bekas negara Uni Sovyet juga memiliki senjata nuklir dengan jumlah yang hampir sama Inggris Raya dan Perancis punya ratusan dan Israel memiliki lebih dari 150 senjata nuklir ” kata Carter dalam transkrip pidatonya yang dirilis panitia festival.
Sejauh ini pemerintah Israel menolak berkomentar mengenai hal itu. Mark Regev jurubicara Perdana Menteri Ehud Olmert mengatakan “Tuan Carter bertanggung jawab atas apa yang dikatakannya itu.” Sementara itu mantan kepala intelijen militer Israel Aharon Zeevi Farkash mengecam pernyataan Carter itu sebagai “tidak bertanggung jawab”.
Para pakar sudah sering mengungkapkan bahwa Israel adalah satu-satunya negara di Timur Tengah yang memiliki kekuatan persenjataan nuklir. Namun selama puluhan tahun Israel memiliki kebijakan yang mendua. Antara tidak menolak atau membantah apakah memiliki senjata nuklir atau tidak. Kebijakan ini diambil untuk mencegah negara-negara Arab menyerang Israel.
Masalah senjata nuklir Israel ini mulai terungkap ketika seorang mantan teknisi nuklir Israel Mordechai Vanunu membocorkannya pada media massa. Bahwa rejim Zionis Israel sudah membuat 100-200 senjata nuklir. Vanunu menjalani hukuman 18 tahun penjara karena dianggap telah membocorkan rahasia nuklir Israel.
Kerjasama Keamanan Nuklir dengan Amerika
Harian terkemuka Israel Ha’aretz sebelumnya menyatakan Israel dan Amerika telah menandatangani kesepakatan peningkatan kerjasama nuklir antara kedua belah pihak sebagai bagian dari langkah upaya Israel untuk mendapatkan bantuan luar demi memastikan keamanan reactor nuklirnya di Dimona yang dianggap sudah kuno.
Naskah MoU kerjasama keamanan nuklir itu sudah ditandatangani dua lembaga antara Komisi Energi Atom Israel (Israel Atomic Energy Comission/IAEC) dengan US Nuclear Regulatory Comission (NRC) beberapa waktu lalu. Di antaranya akan dilakukan kerja sama bidang penelitian pengembangan nuklir.
Keputusan untuk melakukan kerja sama nuklir ini merupakan lanjutan dari pengembangan reaktor di Dimona yang telah dilakukan oleh Israel bekerja sama dengan Prancis pada 1960 silam. Sekaligus merupakan pengembangan dari kesepakatan sebelumnya antara Israel dan Amerika yang ditandatangani selama 20 tahun terakhir. NRC dalam pernyataan resminya mengungkapkan berbagi informasi keamanan nuklir Israel didasarkan pedoman berbagi informasi versi Departemen Luar Negeri AS. Perjanjian ini termasuk penelitian di Nahal Soreq selatan Tel Aviv.
“Hingga saat ini IAEC hanya mendapatkan akses informasi dari NRC. Saat ini Isael bisa melihat 93% hasil riset dari NRC” kata Jurubicara Komisi Energi Atom Israel Nili Lifshitz Lifshitz Selasa (15/4/2008).
Dia menambahkan dengan kerjasama baru ini IAEC akan memiliki kemampuan untuk belajar dan membandingkan teknologi milik AS. Selain itu Israel juga bisa mengirimkan ilmuwan untuk belajar ke AS guna transfer teknologi soal nuklir. Israel sangat berharap bisa mendapatkan bantuan asing demi memastikan keselamatan reactor nunlirnya yang dibangun dengan tehnologi lama.
Selama ini banyak Negara termasuk seperti Amerika lebih memilih untuk tidak melakukan kerjasama di bidang nuklir dengan Israel karena yang disebut terakhir ini tidak menandatangani Ratifikasi Traktat Bebas Senjata Nuklir. Namun demikian Amerika memiliki kesepakatan-kesepakatan dengan Israel seputar kerjasama keamanan nuklir. Israel juga memiliki kesepakatan kerjasama terbatas dalam masalah keamanan nuklir dengan Badan Tenaga Atom Internasional International (Atomic Energy Agency/IAEA).
Dalam beberapa tahun terakhir Israel banyak melakukan upaya untuk memperbaiki dan memperluas hubungannya dalam masalah nuklir dengan sejumlah Negara. Tujuannya untuk menerabas pengisolasian dari masalah ini. Bahkan demi urgensinya mendapatkan bantuan pihak-pihak asing untuk menjaga keamanan lembaga penelitian nuklir di Dimona.
Berdasarkan sejumlah sumber reactor nuklir di Dimona yang digunakan
Israel untuk mengembangkan senjata nuklir telah dibangun sejak 50 tahun lalu. Sejumlah pakar bidang nuklir sebelumnya telah mengungkapkan kekhawatiran kemungkinan terjadi masalah keamanan di
sana. Namun
Israel mengklaim telah melakukan pengembangan reaktornya selama beberapa tahun terakhir. Dengan begitu tingkat keamanannya masih tertinggi di dunia. Komisi Energi Atom
Israel mengatakan bahwa di Amerika ada reactor-reaktor yang umurnya sudah tua dan telah mengalami pengembangan serupa sampai diizinkan untuk beroperasi selama puluhan tahun.
Dimona Berdiri Tahun 1958 Atas Bantuan Perancis
Israel memiliki pangkalan reactor nuklir Demona yang mulai aktivitas pembangunannya pada tahun 1958 atas bantuan Perancis. Namun reactor ini mulai aktif bekerja antara tahun 1962 dan 1964. Tujuan yang terang dinyatakan dari pendirian rekator nuklir ini adalah untuk penyediakan energi bagi fasilitas-fasilitas yang bekerja untuk memperbaiki dan memulihkan daerah Nagev. Disebutkan bahwa kekuatan energi panas yang dihasilkan pada awal tahun 1970-an dari semula sebesar 24 megawatt menjadi 3 atau 4 kali lipatnya.
Diyakini bahwa operasional di industri pengayaan plutonium berkaitan dengan rector nuklir ini diluncurkan beberapa waktu setelah pengaktifan reactor nuklir. Diperkirakan kemampuan industri pembrosesan kembali dalam satu tahun sekitar 20 sampai 40 kilogram plutonium yang digunakan pada industri senjata atau cukup untuk membuat 5 sampai 10 kepala hulu ledak setiap tahunnya. Fasilitas nuklir Dimona Israel masih beraktivitas di luar perjanjian perlindungan nuklir internasional NPT (Non-Proliferation Treaty). Pada tahun 1955 dilakukan pembukaan Pusat Penelitian Nuklir Israel “Nahal Soreq” dekat Beer Sheba selatan Tel Aviv. Disempurnakan dengan pembangunan fasilitas reactor nuklir khusus di Nahal Soreq yang mampu menghasilkan energi panas sekitar 5 megawatt pata tahun 1960.
Sumber-sumber departemen luar negeri Israel mengisyaratkan bahwa infrastruktur nuklir Israel juga mencakup sejumlah industri dan fasilitas pembuatan senjata strategis dua fasilitas penyimpanan senjata nuklir yaitu Tirosh dan Elyabon lembaga Ravaiel untuk pengembangan dan penelitian senjata teknologi modern. Lembaga ini berada di bawah departemen pertahanan dan menghasilkan rudal-rudal dan kepala hulu ledak. Infrastruktur lainnya adalah sebuah kantot pusat komando berada di bawah gedung departemen pertahanan dan berkumpul di dalamnya para pejabat Israel saat terjadi krisis dan mengendalikan dari sana semua jenis perang.
Adapun fasilitas-fasilitas pembuatan rudal berada di “Herbat Zakhariya” yang bisa menghasilkan sekitar 100 rudal jenis “Jerico-1” dan “Jerico-2”. Fasilitas pembuatan rudal lainnya adalah Beir Yakuv. Ini merupakan fasilitas utama Israel untuk memproduksi rudal. Di sini dihimpun segala rudal dari jenis Jerico hingga alat peluncur rudal. Ada pula fasilitas di pangkalan Angkatan Udara Israel yang merupakan fasilitas pengembangan dan penelitian utama angkatan bersenjata Israel. Di sini dilakukan penghimpunan dan pemilihan rudal dan roket.
Selain itu ada lagi pangkalan angkatan udara Israel “Tel Nov” yang menjadi pangkalang pesawat-pesawat pembawa rudal berhululedak nuklir. Beberapa mil dari Tirosh adalah fasilitas penyimpanan senjata nuklir. (seto)