Tue 6-May-2025

Olmert Serukan Peyahudian Migrasi Baru untuk Menguatkan Demografi

Selasa 12-Februari-2008

Infopalestina: Sebuah laporan Israel menyebutkan 80% anak-anak imigran Yahudi baru yang datang ke Palestina tidak dianggap oleh institusi agama resmi Israel sebagai orang Yahudi. Alasannya adalah karena ibu-ibu mereka bukan orang Yahudi meskipun mereka dilahirkan dari orang tua laki-laki Yahudi.

Laporan ini menambahkan bahwa para imigran Yahudi setiap tahunnya melahirkan 8000 anak. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan departemen kependudukan yang diterbitkan oleh harian terkemuka Israel Ma’arev menyebutkan bahwa sekitar 320 ribu anak Yahudi yang kini hidup di Israel bukan Yahudi. Sebagian besar mereka datang dari negara-negara Eropa timur bekas Uni Soviet.

Laporan ini menyebutkan bahwa sebagian dari para imigran tersebut tidak punya perhatian untuk berubah menjadi Yahudi dan mereka lebih memilih beragama Kristen memilih hidup di komunitas-komunitas khusus mereka dan terpisah dari orang-orang Yahudi. Laporan ini mengisyaratkan bahwa hakikat bahaya yang lebih besar tersembunyi bahwa institusi para pendeta Yahudi (Hakom) terbesar melakukan proses perubahan para imigran baru yang ingin berubah agamanya menjadi Yahudi.

Laporan ini menjelaskan bahwa mereka para imigran berperilaku layaknya orang-orang Israel pada umumnya dan memegang identitas kewarganegaraan Yahudi serta menjalani wajib militer di ketentaraan Israel. Di antara mereka ada yang menjadi sukarelawan mengabdi di kesatuan-kesatuan tempur pilihan Israel mereka turut andil dalam pertembuhan ekonomi. Prosentase terbesar mereka adalah dari kalangan akademisi dan peneliti di bidang-bidang tehnologi dan ilmiah.

Ma’arev mengisyaratkan bahwa Olmert telah mengeluarkan instruksi terakhir yang mendorong proses peyahidian (perubahan menjadi Yahudi) guna menjamin tingginya angka demografi Yahudi di Palestina. Rencana ini menargetkan yahudisasi 300 ribu orang dalam jangka waktu 5 tahun. Rencana ini menegaskan agar bersandar kepada kebijakan tunggal dalam proses peyahudian ini. Disamping pemaksaan oleh institusi Hakom terhadap penetapan satu pihak yang bertanggung jawab aas proses peyahudian ini.

PM Israel Ehud Olmert sendiri telah menugaskan Skretaris Pemerintah Israel Ovad Yahezkil untuk mengkordinasi upaya dalam masalah ini mulai dari sekarang. Olmert juga menugaskan Direktur Umum Depertemen Kependudukan Erez Havon untuk membentuk sebuah komisi guna mengkordinasi rencana ini dengan institusi Hakom terbesar.

Israel memiliki defenisi etnis Yahudi yang dikenal hingga sekarang sekarang bahwa seorang Yahudi adalah seseorang yang dilahirkan dari bapak-ibu Yahudi atau dari ibu Yahudi. Seorang laki-laki Yahudi yang menikah dengan wanita non-Yahudi seperti yang banyak terjadi di Eropa dan Amerika selama ini putranya kelak tidak masuk etnis Yahudi. Definisi inilah yang kini akan dirubah pemerintahan Olmert dengan melakukan peyahudian orang-orang yang dianggap bukan Yahudi tersebut.

Pemerintah Israel mulai menarik warga non-Yahudi untuk menjaga perimbangan demografi khususnya setelah semakin jarang hijrah Yahudi ke negara Israel terakhir ini.

Bom Demografi Warga Palestina

Sejumlah pengamat melihat ledakan bom penduduk Palestina akan mengancam identitas Yahudi negara Israel dan bahkan bisa buyarkan negara Israel. Masalah ini pernah menjadi tema besar yang mendominasi media massaIsrael dan Palestina serta seminar dan konferensi sejak pertengahan Januari 2004 lalu.

Isu bom demografi Palestina sesungguhnya pernah mencuat pada pertengahan tahun 1980-an kemudian lenyap secara drastis menyusul terjadinya gelombang imigran Yahudi dari Uni Soviet pada tahun 1990-an yang mencapai hampir satu juta imigran saat itu.

Sejak intifadhah al Aqsha 2000 lalu angka imigran Yahudi ke Palestina terus mengalami penurunan. Hasil sensus terakhir yang dilakukan Desember 2007 menyatakan bahwa migrasi orang Yahudi ke Israel tahun ini mengalami penurunan drastis dipastikan penurunan tahun ini mencapai angka terendah semenjak 20 tahun.

Kementrian Kuasa mengatakan bahwa jumlah orang Yahudi yang melakukan migrasi ke Israel pada tahun 2007 mencapai 19700 jiwa lebih sedikit 6% dari tahun sebelumnya.

Zaev Belsky Kepala Agen Yahudi—Dewan Pemerintah Bidang Imigrasi—menyatakan kesedihannya atas penurunan angka imigran yang semakin merosot. Selain masalah keamanan Zaev mengklaim bahwa penurunan itu juga disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya masalah ekonomi akibat gempuran sengit perlawanan Palestina.

Hasil berbagai kajian dari lembaga-lembaga penelitian Israel menunjukkan jumlah warga Yahudi di Israel akan mengalami penurunan secara gradual dan pada suatu hari warga Yahudi bisa menjadi minoritas di Israel.

Sebagian besar hasil kajian Israel memprediksi pada tahun 2020 warga Yahudi menjadi minoritas di Israel. Pada gilirannya identitas Yahudi pada negara Israel terancam akan punah pula. Prediksi ini pernah mengentak masyarakat Yahudi di Israel yang membuat timbulnya kecenderungan opini cukup kuat bahwa Israel harus segera memisahkan diri secara sepihak dari wilayah Palestina jika tidak ingin eksistensinya lenyap dari peta dalam beberapa tahun mendatang. Sehingga Israel Ariel Sharon dalam kesempatan “Herzliya speech” yang disampaikan pertengahan Desember 2003 lalu menegaskan jika tidak mungkin mencapai kemajuan dengan konsep peta perdamaian akan dilaksanakan tindakan unilateral untuk mengurangi tingkat ketegangan antara warga Israel dan Palestina. Dalam tradisi politik Israel “Herzliya speech” adalah peristiwa diplomatik penting yang biasanya menjadi kebijakan politik negara itu. Hal itu dibuktikan dengan dikeluarkannya keputusan penarikan dan pemetaan sepihak yang puncaknya adalah pengevakuasian penghuni dari 17 permukiman Yahudi di Jalur Gaza pada pertengahan September 2005 lalu.

Pengamat politik dan anggota Dewan Nasional Palestina Abdullah Horani mengatakan substansi konsep pemikiran zionis adalah eksistensi negara hanya bisa terwujud dengan cara mengusir warga lain. Konsep itu yang sesuai dengan slogan “tanah tanpa rakyat dan rakyat tanpa tanah” menghendaki tanah Palestina dikosongkan dari penduduk aslinya seperti halnya yang dilakukan kolonial kulit putih terhadap penduduk asli dari suku Indian di Amerika dan suku Aborigin di Australia.

Perasaan cemas yang menghinggapi Israel akan terjadinya ketimpangan perimbangan demografi yang lebih menguntungkan Palestina bukan hanya disebabkan menurunnya angka pertumbuhan penduduk Yahudi dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk Palestina tetapi jumlah kaum Yahudi di dunia juga menurun.

Jumlah kaum Yahudi di dunia terus menurun. Jumlah kaum Yahudi di seantero dunia tahun 2004 hanya sekitar 13 juta jiwa yakni menurun dibandingkan dengan tahun 1967 yang mencapai 16 juta jiwa dan tahun 1945 yang mencapai 20 juta jiwa.

Pada tahun 2020 diprediksi warga Yahudi hanya berkisar 44 persen berbanding 56 persen warga Arab jika perimbangan pertumbuhan penduduk seperti saat ini. Pada tahun 2050 jumlah warga Yahudi hanya tinggal 37 persen berbanding 63 persen warga Arab. Perhitungan itu tanpa ada kembalinya pengungsi Palestina di luar negeri saat ini yang diperkirakan berjumlah antara 4 hingga 5 juta jiwa. (seto)

Tautan Pendek:

Copied