Tue 6-May-2025

Liburan Berdarah di Pantai Gaza

Rabu 16-Januari-2008

Suasana tragis dan memilukan menyelimuti rumah duka keluarga Ghalia. Sebagian besar anggota keluarga ini menjadi korban pembantain berdarah yang baru dilakukan pasukan penjajah Israel. Sebuah pembantaian yang terjadi di antara pelanggaran-pelanggaran atas hak-hak rakyat Palestina.

Kejahatan Zionis ini terjadi pada pukul 17:30 selepas ashar Jumat (09/06) di pantai Beit Lahia wilayah utara Gaza. Sore itu banyak keluarga Palestina menghabiskan waktu untuk mengisi libur pekanan. Mereka tentu ingin riang gembira dan menghibur diri bersama anak-anak mereka. Apalagi akan mulai liburan panjang. Sebuah pamandangan yang seharusnya berakhir dengan bahagia dan menyenangkan.

Semuanya duduk menikmati pemandangan alam pantai. Mendadak atmosfir pantai terpecahkan oleh suara desing roket yang kemudian menggelegar. Sebuah awal yang akan mengubah suasana suka menjadi duka. Keluarga-keluarga Palestina tak bisa berbuat banyak kecuali pasrah. Roket-roket itu bak monster haus darah yang memburu mereka. Hawa sejuk berubah menjadi penuh asap mematikan. Teriak riang berubah menjadi jerit luka. Semua berusaha mencari selamat. Anak-anak wanita kaum laki-laki dewasa dan orang tua. Sebagian menemukan jalan untuk selamat. Sebagian lagi hanya berdiri menunggu maut menjemput.

Keluarga Ghalia ikut terbawa suasana kelangkabut. Mereka berusaha mencari alat transportasi mengindar dari daerah target serdadu Israel. Namun langkah mereka tak jauh lebih cepat dengan roket Israel yang melesat bak kilat. Sebagian keluarga Ghalia akhirnya menemui ajalnya gugur syahid. Kepala keluarga Ali Ghalia (45) istrinya yang kedua Raisah (27) dan kelima anaknya Shabri (3) Haitsam yang usianya masih empat bulan Hani (2) Ilham (14) dan Aliyah (25). Tak hanya sampai di situ enam anggota keluarga lainnya mengalami luka-luka dalam tragedi ini. Satu dari kelima korban luka tangannya terputus dan mengalami luka amat serius di bagian perut akibat pecahan roket yang dilancarkan serdadu Israel.

Bersamaan ledakan roket yang mengenai sasaran keluarga Ghalia tubuh-tubuh korban syahid tercecer di atas pasir pantai. Roket-roket laut Israel mengenai sasaran secara langsung.

Seperti biasa alasan Israel seperti yang diungkap jubir militer serangan ini adalah balasan atas serangan roket Palestina yang dilepaskan ke permukiman Israel Sedirot. Padahal wilayah yang menjadi target Israel kali ini kosong dari pejuang perlawanan yang melepaskan roket. Di Jalur Gaza hanya pantai dan laut yang menjadi tempat berlibur bagi warga yang diembargo dan setiap hari diserang roket-roket Israel ini.

Siapa yang menyaksikan pembantaian ini pasti menyebutnya sebagai “pemandangan mengerikan”. Bocah-bocah menangisi ayah ibu dan saudara mereka. Yang lain berenang dalam darah padahal mereka datang bertujuan untuk berenang riang di pantai. Tubuh-tubuh tercecer bercampur darah menutupi bekas pakaian mereka yang tercabik-cabik oleh serpihan roket yang menimpa mereka.

Ketika bocah perempuan Hudail Ghalia mendengar musibah itu ia langsung menuju lokasi kejadian. Namun di pantai berdarah itu ia tak mendapatkan seorangpun untuk dijadikan sandaran. Ia mendapati ayahnya tenggelam dalam darah tak bernyawa lagi. Betapa pilu perasaan Hudail sekarang. Kepiluannya bercampur dengan rasa benci dan dendam setelah dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan kejahatan Israel yang telah menghabisi keluarganya ayahnya ibu tirinya dan kelima saudaranya. Kini ia takut dan tidak ingin melihat kejadian di depan matanya berulang. Tiada lagi yang menggantikan kasih sayang ayahnya. Kini ia hanya ditemani oleh ibu kandungnya yang tergeletak di rumah sakit bersama dua saudaranya yang lain salah satunya dievakusi ke RS dalam kondisi kritis. Ia juga masih memiliki tiga saudara tiri dua di antaranya dirawat intensif di rumah sakit akibat kejadian mengerikan itu.

“Keadilan apa yang mereka bicarakan syarat apa yang mereka inginkan dari kami kompromi apalagi yang mereka minta dari kami ketika eskalasi kejahatan Israel berlangsung tanpa jeda terhadap kami. Siapa dulu yang harus komitmen dengan tuntutan dan ketentuan penjajah Israel? Keadilan macam apa aturan macam apa yang membolehkan sebuah kelompok untuk membunuh keluarga di depan mata seorang bocah tak berdosa yang mencari tempat agar hidup bahagia layaknya bocah-bocah di dunia lain??” hanya itu yang diucapkan oleh saudara laki-laki Hudail Ghalia.

Yunus seorang tetangga dekat keluarga Ghalia mengisahkan kepergian mereka ke pantai “Usai shalat Jumat di masjid Ali Ghalia bersama keluarganya pergi ke pantai untuk sekedar berlibur. Karena hanya pantai itulah satu-satunya daerah yang dianggap aman untuk “wisata”. Ketika serdadu Israel mulai melepaskan serangan mereka sudah berhasil mengontak sebuah mobil yang akan membawa mereka pulang. Namun ketika mereka menuju jalan besar misil-misil yang dikendalikan serdadu Zionis yang tak bernurani menghabisi mereka semua.”

“Sisa keluarga yang masih hidup namun mengalami luka usai pembantaian masih trauma. Tujuh anggota keluarga ini meninggal syahid. Enam lainnya dirawat di RS hingga sekarang istri kedua Ghalia tiga anak perempuan dan satu pemuda yang dievakuasi ke RS di Israel karena kondisinya parah. Tiga lainnya berada di RS Asy Syifa di Gaza. Artinya semua keluarga Ghalia menjadi korban kekejaman Israel kecuali bocah perempuan yang selamat Hudail dan anak tertua di keluarga itu”

Ummu Ghassan saudari korban Ali Ghalia sambil menangis terseduh di depan rumah duka di Beit Lahia mengatakan “Kami yakin dengan takdir Allah. Karena kami mencintai mereka maka kami sabar dan tabah… cukup Allah bagi kami Dialah sebaik-baik penolong.” Ummu Ghasan memiliki lima anak yang semuanya gugur syahid oleh tembakan tank-tank Israel Februari tahun lalu.

Sebelum pembantaian berdarah di pantai Gaza ini paginya Zionis Israel mengelar operasi pembantaian terhadap tokoh perlawanan Palestina Jamal Abu Samhadana Direktur Umum Keamanan Depdari Palestina bersama 3 orang pembantunya. Amerika menolak mengecam Israel atas pembantaian berdarah ini. Alih-alih mengecam Jubir Sean McCormack menyatakan apa yang dilakukan Israel itu sebagai hak membela diri.

Tak urung respon Amerika ini semakin membuat Israel bartambah haus darah. Dua hari berikutnya Ahad (12/06) misil-misil Israel melumatkan mobil yang dikendarai pejuang Hamas di Gaza dan mengakibatkan dua pejuang gerakan ini gugur syahid. Tidak berhenti di situ Selasa (13/06) Israel kembali menggeber serangan misil-misilnya ke Jalur Gaza dan melumatkan mobil yang dikendarai anggota Jihad Islam dua pejuang gerakan ini gugur dan 9 warga sipil di dekat lokasi serangan meregang nyawa. Pembantaian mungkin tidak akan pernah lepas dari bahasa komunikasi Zionis Israel!! (atb/seto)

Tautan Pendek:

Copied