Tue 6-May-2025

Rancangan Finishing Haikal Israel Tahun 2020

Selasa 15-Januari-2008

Direktur Biro Cartography lembaga Pengkajian Arab di Al-quds Kholil al-Tafkaji mengingatkan bahwa Israel yang membuat krisis Palestina berkepanjangan. Mereka berupaya semaksimal mungkin menghapus identitas Palestina dari kota Al-Quds. Terbukti dengan dilanjutkanya proyek yahudisasi di wilayah tersebut. pada saat yang sama media Arab dan Palestina memantau ada peningkatan aktivis keagamaan di wilayah itu yang semakin mengancam keberadaan Masjid Al-Aqsha.

Dalam pernyataan persnya Tafkaji menjelaskan pengaruh yang paling besar dari proyek mereka ini adalah meningkatnya penderitaan warga Palestina di Al-Quds itu sendiri. Proyek penjajahan dengan system yahudisai secara geografis dan demografis sangat berbahaya. Mereka bermimpi ingin menjadikan Al-Quds sebagai ibu kota abadai Israel tanpa memeperhatikan kedudukan kota tersebut bagi warga kaum muslimin dan Kristen. Menjadikan maslah ini seperti bom waktu yang saat siap meledak kapan saja.

Tafkaji menambahkan Israel sengaja memakai satu system yang dapat melompat ke tahap akhir dengan memberlakukan peraturan ketat di wilayah Al-Quds secara politis. Yaitu sejumlah warga Palestina yang berada di dalam wilayah perbatasan distrik ke luar perbatasan lalu menempatkan koloni permukiman Israel di dalamnya. Aksi ini mereka lakukan melalui pembangunan tembok rasial yang memisahkan warga Palestina dengan lainya. Proyek ini sebenarnya bagian dari rencana perdana menteri Israel Ehud Olmert ketika ia menjadi kepala distrik wilayayh tersebut. Dia menginginkan agar bangsa Arab di wilayah al-Quds tak lebih dari 12 % sementara sisanya adaah penduduk yahudi.

Tafkaji menambahkan sebenarnya dari sisi demografis bangsa Palestina telah kehilangan al-Quds disamping dari sisi otoritas al-Quds berada pada pemerintahan Israel. kehilangan demografi setidaknya tercermin dari dua masalah yang mendasar. Pertama masalah penduduk kedua dari setatus kewarganegaraan.

Masalah demografi bagi warga Palestina di Al-Quds terbentur pada dua realita. Pertama tetap berada dalam otoritas Israel yang menghadapkanya pada dua pilihan. Apakah mau menjadi jadi warga Negara Israel dengan kondisi mereka tidak punya daya tawar apapun karena sudah menjadi warga Israel. Atau tetap menjadi warga Palestina dengan konsekwensi ia jadi warga Negara asing di wilayah tersebut. Setelah tiga bulan ia akan diusir dari sana sebagaimana undang-undang Israel yang mengatur seperti itu.

Warga Palestina di Al-Quds mengalami ketidak jelasan identitas yang kadang bertolak belakang hingga pase akhirnya. Ditambah dengan realisasi rencana Israel pada tahun 2020 yang mengharuskan semua warga ke luar dari Al-Quds.

Bangsa Israel merealisasikan proyek yahudisasi dengan menggunakan undang-undang penjabelan tanah untuk fasilitas umum undang-undang pembangunan dan UU tanah yang ditinggalkan pemiliknya. Disamping itu Israel mengekang jalur-jalur kesehatan pendidikan perdagangan perindustrian dan bantuan social dan perampasan KTP demi kepentingan Israel.

Tautan Pendek:

Copied