Tue 6-May-2025

Poin-poin Solusi Final Menurut Israel

Jumat 21-Desember-2007

Infopalestina: Presiden Palestina Mahmud Abbas dan PM Israel Ehud Olmert telah bertemu untuk memulai perundingan antara kedua belah pihak. Ketua Jururunding PLO Shaib Uraikat mengatakan bahwa utusan dari kedua belah pihak telah menyiapkan pelaksanaan pertemuan antara Abbas dan Olmert yang dijadwalkan akan diikuti anggota utusan resmi dari kedua belah pihak. Kedua belah pihak segera mengkodifikasi apa-apa yang telah disepakati antara Abbas dan Olmert. Pertemuan ini didahului dengan penyelipan ide-ide tentang solusi final yang diusulkan.

Di antara poin usulan Olmert ini adalah memberikan perkampungan Arab di kota al Quds timur kepada otoritas Palestina dan perkampungan Yahudi termasuk di dalamnya permukiman-permukiman Yahudi yang ada di wilayah sisi timur yakni di Tepi Barat kepada entitas Israel. Penetapan pengelolaan bersama terhadap kota kuno (Baldah Qadimah) yang berada di dalam pagar pada lengkung baitul maqdis termasuk di dalamnya tempat-tempat suci 3 agama seperti masjid al Aqsha gereja Kiamat dan tembok Ratapan. Wilayah ini diperkirakan luasnya sekitar satu kilometer persegi.

Ide ini sendiri mendapatkan tentangan di dalam kalangan Partai Kadima pecahan dari partai Likud yang beraliran kanan. Wakil PM Israel Haim Ramon mencoba menawarkan usulan ini di kalangan Kadima. Dalam pertemuan terakhir dengan partai ini Ramon mendorong ide ini kepada para anggota pimpinan pusat partai dengan mengatakan “Saya telah mengkaji dalam program-program politik semua partai Yahudi Israel baik yang beralisan kanan maupun kiri dan kami dapatkan ide bersama ini.” Dia menambahkan “Bahkan Partai Israel Betnu (partai beraliran kanan radikal dan fasis yang dipimpinan anggota parlemen beraliran fasis radikal Avgidor Lieberman) dalam program politiknya menyerukan untuk melepaskan perkampungan Arab.”

Orang-orang Palestina (Otoritas Palestina) menunjukan fleksibelitas soal kampung Yahudi bersejarah di al Quds (gang Yahudi) agar tetap dalam otoritas Yahudi. Namun mereka tidak bersikap keras pada hak mereka secara penuh atas bagian-bagian kota yang diduduki negara penjajah pada Juni 1967 termasuk di dalamnya kota lama (Baldah Qadimah) dan tanah yang didirikan diatasnya permukiman-permukiman Yahudi.

Kedua belah pihak menghadapi tantangan besar pada persoalan perbatasan. Partai-partai poros besar di Israel menganggap bahwa tembok pemisah yang mencaplok 10% wilayah Tepi Barat merupakan perbatasan antara kedua negara Palestina dan Israel. Sementara orang-orang Palestina (Otoritas Palestina) gigih menganggap bahwa green line batas yang memisahkan antara negara Israel dengan tanah pendudukan tahun 1967 sebagai batas kedua negara.

Untuk mengatasi tantangan ini Tel Aviv mengusulkan pertukaran (tukar guling) tanah antara kedua negara. Namun pengganti yang diajukan Israel untuk tanah Tepi Barat yang subur dan kaya air (yang dikuasai Israel) adalah wilayah padang pasir tandus di Nagev. Israel mencoba menawarkan hal itu dengan mengisyaratkan akan pentingnya tanah tersebut untuk perluasan (ekstensifikasi) Jalur Gaza yang padat penduduk.

Tantangan lain adalah perspalan pengungsi Palestina. Pihak Israel gigih menolak kembalinya pengungsi Palestina meski satu orang sekalipun ke wilayah yang sudah mereka duduki. Atau hanya sekadar mengakui bertanggung jawab secara historis atas penderitaan para pengungsi Palestina. Sementara pihak Palestina gigih agar pihak penjajah Israel mengakui prinsip hak kembali pengungsi Palestina. Pihak Palestina juga menunjukan sikap fleksibelitas soal pelaksanaannya.

Banyak pejabat Palestina yang menunjukan sikap memahaminya terahdap penolakan entitas Israel agar menerima kembalinya seluruh perngungsi Palestina (yang berjumlah lebih dari 5 juta jiwa) ke tanah dan fasilitas mereka di negara Israel sesuai dengan yang ditegaskan dalam resolusi-resolusi PBB. Namun mereka meminta kembali meski hanya sekadar simbolik dan pengakuan secara historis hak kembali para pengungsi tersebut ke rumah-rumah mereka.

Kedua belah pihak menghadapi kesulitan lain terkait persoalan air dan keamanan. Negara penjajah Israel sampai saat ini masih menguasai dan memanfaatkan 80% sumber air Palestina. Untuk menyelesaikan masalah keburuhan air orang-orang Palestina ini diusulkan adanya proyek-proyek internasional seperti impor air dari Turki atau mendirikan pusat penyulingan air laut.

Terkait masalah keamanan pihak penjajah Israel gigih mempertahankan kontrol militernya terhadap bagian luas dari dataran tinggi yang terletak di perbatasan dengan Yordania yang merupakan 27% dari luas Tepi Barat karena alasan yang disebutnya keamanan. Menghadapi kesulihan besar ini para pejabat otoritas Palestina tidak banyak menunjukan optimismenya untuk mencapai kesepakatan. (seto)

Tautan Pendek:

Copied