Infopalestina: Sejak dicanangkan dari konferensi Madrid tahun 1991 kemudian kesepakatan Oslo tahun 1993 hingga konferensi internasional yang dilaksanakan pada akhir November 2007 lalu di Annapolis Amerika Serikat proses kompomi politik terhadap konflik Arab – Israel diwarnai oleh banyaknya syarat yang diajukan oleh pihak Zionis Israel. Misalnya dalam konferensi
1. Pemisahan rute-rute bilateral antara satu dengan yang lainnya. Yakni tidak mengaitkan anara rute Suriyah Palestina Libanon dan Yordania.
2. Menolak adanya utusan independent Palestina. Di mana telah ada penggabungan tokoh-tokoh Palestina dalam utusan Yordania untuk perundingan-prundingan.
3. Tidak mengaitkan antara rute perundingan-perundingan bilateral (yang berkaitan dengan tanah pendudukan) dengan rute beragam perundingan (yang berkaitan dengan persoalan-pesoalan kerja sama regional dan solusi persoalan pengungsi).
4. Tidak menetapkan jadwal waktu perundingan.
Sebagaimana telah diketahui maka pada waktunya syarat-syarat ini telah disambut dengan baik. Dan hasilnya sudah diketahui semua. Di mana pihak Tel Aviv selalu menunda dan mengulur setiap yang berhubungan dengan perundingan dengan dua rutenya bilateral dan berbagai pihak. Di mana rute perundingan yang diambil dari konferensi
1. Memisahkan perundingan menjadi dua babak. Pertama babak transisi berjangka waktu
2. Penundaan perundingan seputar persoalan-persoalan solusi final dengan dalih menciptakan langkah-langkah kepercayaan antara kedua belah pihak pada babak transisi. Serta dengan dalih sensitifitas kondisi internal.
3. Berpegang teguh dengan pertimbangan bahwa rujuan perundingan-perundingan ini adalah perundingan-perundingan yang sama. Terpisah dengan rujukan internasional maupun hukum.
4. Orang-orang Palestina harus melucuti diri secara total dari sarana perlawanan kekerasan dan menempuh jalan perundingan guna menyelesaikan persoalan-persoalan yang diperselisihkan dan menjadi konflik kedua belah pihak.
5. Mengaitkan orang-orang Palestina dengan lampiran-lampiran kesepakatan keamanan ekonomi dan keuangan yang membelenggu otoritas Palestina dan memperdalam ketergantungannya kepada Tel Aviv.
Kesimpulannya bahwa negara
Hasilnya adalah meletusnya intifadhah al Aqsha tahun 2000. Kemudian pendudukan kembali kota-kota Palestina tahun 2002. Sampai akhirnya menggugurkan kesepakatan
Dan saat ini bertepatan dengan seruan dilanjutkannya perundingan Palestina – Israel dari Annapolis penjajah Israel menambah dan menambah lagi syarat-syarat yang diajukan tanpa ada kompensasi apa-apa yang diberikan. Di antaranya adalah:
1. Seruan kepada orang-orang Palestina untuk mengakui entitas
Sudah jelas bahwa syarat ini adalah syarat yang paling unik. Bertujuan untuk menghapus persoalan pengungsi Palestina. Dengan menganggap bahwa negara Palestina adalah tempat yang dituntut untuk melaksanakan hak kembali mereka. Cerdiknya lagi syarat ini mengancam ancaman serius tentang ide “transfer” yaitu pengusiran orang-orang Palestina yang menjadi warga negara di negara Yahudi ke negara Palestina. Dengan dalih itu adalah tanah air kebangsaan mereka. Sebagaimana dituntut tokoh radikal Israel Evigdor Lieberman ketua partai garis keras Yahudi “Israel Beitnu”. Atau paling tidak mengeluarkan mereka orang-orang Palestina dari lingkup kewarganegaraan
2. Pengambilan pengakuan Arab dan Palestina khususnya berkaitan dengan pendirian negera Palestina sebagai akhir bagi konflik dan akhir bagi tuntutan Palestina dalam bidang konflik dengan entitas Zionis
3. Penginterpretasian hak kembali pengungsi Palestina hanya sebatas kembali mereka ke negara Palestina. Dengan kesiapan keterbuaan pihak Tel Aviv atas kemungkinan melihat pemberian andil dalam masalah ini. Berupa kembalinya para pengungsi Palestina untuk tujuan-tujuan kemanusiaan.
4. Asumsi bahwa penerimaan Israel untuk memberikan kemudahan kepada orang-orang Palestina di wilayah pendudukan dan kesiapan Israel untuk mengakui pendirian negara Palestina seyogianya disertai dengan keterbukaan negara-negara Arab untuk kesempatan bagi normalisasi hubungannya dengan Israel. bersamaan dengan langkah-langkah yang pasti dan bukan setelahnya.
5. Menghubungkan pemberian hasil apapun terkait dengan proses kompromi yang menjamin keamanan penjajah
6. Di atas semua itu negara penjajah
7.
Dari daftar syarat-syarat yang ada mungkin juga bisa disimpulkan bahwa Tel Aviv tidak ingin atau tidak siap untuk pergi jauh dalam proses kompromi. Hal ini didasarkan pada realita-realita berikut:
1. Bahwa Israel lebih banyak melangsungkan perundingan dengan dirinya sendiri dari pada berunding dengan orang-orang Palestina. Ehud Olmert nampaknya seakan dia mengalahkan para pesaingnya dari dalam partainya sendiri Kadima dan juda dari partai-partai lain (terutama partai Buruh Likud Shas dan Israel Beitnu).
2. Bahwa Israel masih mengingkari pihak lain yaitu orang-orang Palestina.
3. Bahwa tekanan internasional dan regional dan itu bukan pada tingkat yang sesuai dari sisi kekuatan dan kegigihan mendorong