Mon 5-May-2025

Bagaimana Sikap Kita Terhadap Bahasa Arab di Al-Quds ?

Selasa 13-November-2007

Apa peduli Kita Bila Bahasa Arab Hilang Dari Palestina ?
(sambungan)

Kholil Ahmad Farahidi menjenguk sahabatnya seorang ahli nahwu di Al-Quds. disampingnya ada seseorang yang juga sahabatnya. Sahabatnya itu kemudian berkata pada yang sakit “Bukalah matamu gerakanlah bibirmu ! Abu Muhammad datang menjengukmu !. sebelum yang sakit itu menjawab Kholil (Abu Muhammad) bangkit mendekati yang sakit dan ia berkata jangan dulu banyak bicara !.

Sejak hari pertama Israel menjajah Al-Quds tak henti-hentinya melakukan berbagai uapaya untuk menjauhkan warga Al-Quds dari identitas aslinya sebagai bangsa Arab dan kaum muslimin. Diantaranya dengan menghilangkan bahasa arab dari benak warga Arab. Setelah al-Quds dikuasai Israel secara administratif maupun politik mereka melancarkan sejumlah program yang intinya menghilangkan hubungan antara bahasa Arab dengan kaum muslimin untuk menghilangkan identitas asli warga Al-Quds.

Pada tanggal 29 Juni 1967 Israel berhasil menduduki Dewan Amanah Al-Quds Timur dengan merampas segala kekayaanya. Mereka kemudian menggabungkanya dengan distrik Barat Al-Quds dan membatalkan semua peraturan yang dulu dibuat Yordania ketika al-Quds Timur berada dalam otoritasnya dan diganti dengan peraturan Israel. Mereka juga membekukan bank-bank Arab serta pusat pelayanan kesehatan warga. Disamping membatalkan semua hukum dan undang-undang yang berbau Islam.

Pada tanggal 9 Agustus 2001 Israel menurut Kamar Dagang dan pabrik di Al-Quds memaksa kalangan professional dan ekonom serta perusahaan-perusahaan untuk tunduk di bawah peraturan dan institusi Israel. Mereka dipaksa menjalankan peraturan Israel di bidang administrasi dan keuangan dan dalam setiap aktivitasnya. Peraturan ini mereka kenakan kepada para insinyur dokter pengacara akuntan dan yang lainya.

Mereka juga merubah kurikulum pelajaran Bahasa Arab agar disesuaikan dengan pekerjaan di lembaga mereka. Inilah awal pengusiran bahasa Arab dan penjajahan bahasa Ibrani kepada bahasa Arab.

Lalu Israel melancarkan westernisasi yang dibungkus dengan yahudisasi al-Quds. Mereka menginginkan tidak tersisa sedikitpun identitas Arab di Al-Quds. pemerintah Israel senantiasa menjalankan proyek yahudisasi kota Al-Quds di semua relung kehidupan warganya. Mulai dari perubahan kurikulum pengajaran bekas peninggalan Yordania serta melemahkan program pembelajaran di kota tersebut. Mereka tidak peduli terhadap kondisi siswa pengajar maupun lembaga sekolahnya. Hal ini jelas berpengaruih negative terhadap keseluruhan proses belajar-mengajar terutama terkait dengan pelajaran Bahasa Arab.

Keadaan semacam itu diperparah dengan adanya tembok rasial yang membatasi ruang gerak mereka bahkan memisahkanya satu lembaga dengan yang lainya terutama bagi lembaga-lembaga yang mempunyai keunggulan tersendiri di wilayah Tepi Barat. Akibatnya ongkos pendidikan menjadi lebih tinggi karena jarak ataupun kebutuhan pendidikan lainya yang berada di luar al-Quds.

Akhirnya bisa ditebak banyak anak-anak yang seusia sekolah meninggalkan bangku pendidikan dan memilih kerja untuk membantu kehidupan keluarganya.

Di samping itu pemerintah Israel menghancurkan sejumlah bangunan dan bangunan bersejarah di lingkungan distrik Kota Lama. Mereka meratakan sejumlah kampung yang berada di luar Al-Quds. Dengan demkian tidak bisa dibedakan lagi antara satu kampong dengan yang lainya. Yang terakhir mereka hancurkan adalah Gedung Dewan Tinggi Islam yang berada di depan sebalah Barat Al-Quds. Selain itu mereka mengadakan perubahan besar-besaran terhadap semua yang berbau kearaban. Seperti bentuk tulisan nama-nama jalan petunjuk arah nama tempat baliho gapura dan yang lainya seperti

Deryasin menjadi Jebat Shaol

Saris menjadi Sharish

Jabal Abu Ganem jadi Harhumah

Qostol menajdi Castil

Mawaz menjadi Tasiun

Dinding Al-Buraq menjadi Katil

Masjid Al-Aqsha menjadi Har Habit

Jabal Masyaraif menjadi Hartasavem.

Disamping itu mereka mendirikan sejumlah bangunan public dan diberinama nama-nama Ibrani seperti Stasiun Ramat Sharit di bagian selatan Al-Quds untuk mengingat menteri Musa Syarit. Selain itu mereka membuat sejumlah perkampungan yahudi seperti Ramat Ashkul Ja’vat Hamgatar yang terletak di wilayah Levta dan lain sebagainya.

Dari sisi bahasa mereka juga mengganti beberapa istilah Arab dirubah dengan bahasa Ibrani. Seperti

Dharibah (pajak rumah) diganti dengan Urnuna

Sunduq al-Mardha (dompet social untuk yang sakit) diganti dengan Kubat Holem

Amin (mudah-mudahan diijabah) diganti dengan Bethon

Hajij (blockade) diganti Mahsum

Isyarat Dhauiyah (isyarat lampu) menjadi Ramzor

Mukayif (pengatur udara) Mazjam

Marhaban (selamat datang) menjadi Shalom

Buyut Plastikiyah (rumah plestik) menjadi Hamamut

Mauqif (tempat pemberhentian) menjadi Haniya

Selain itu bahasa-bahasa asing semakin gencar memasuki bahasa Palestina seperti wow hi bye chow why not bravo good hardillac mercy say you week end dan kata-kata lain yang sudah taka sing lagi bagi mereka.

Yang lebih menyedihkan lagi kebanyakan dari para pemuda Palestina lebih memilih bahasa-bahasa yang digunakan oleh bangsa Israel dari pada bahasa merela sendiri. Seperti penyebutan terhadap beberapa tempat bersejarah nama barang atau kesenangan mendengarkan lagu-lagu atau musik-musik asing yang sering disetel di mobil-mobil mereka. Di samping itu mereka lebih senang menggunakan pakaian-pakaian khas Israel atau atau hasil budaya ibrani.

Bahasa adalah melambangkan ibu bagi manusia dari sisi kecintaan atau kasih sayang dalam melestarikanya. Bahasa adalah alat untuk mempersatukan atau berhubungan satu sama lainya. Melalui bahasa orang bisa saling memahami bertukar pikiran atau syiar-syiar. Dengan bahasalah masyarakat akan bersatu. Dari bahasa orang bisa disatukan atau dipisahkan.

Oleh karena itu Israel menyerang Palestina dari segi bahasa untuk melemahkan persatuan bangsa Arab termasuk di dalamnya Palestina. Disamping melindungi dan melestarikan tempat-tempat yang dianggap suci oleh mereka agar tidak tersisa lagi bekas atau akar sejarah bangsa Arab di Palestina. Bangsa Arab Palestina nantinya sudah kehilangan identitasnya. Mereka akan mudah untuk berpaling dari agamanya karena tidak ada ikatan agama maupun budaya dengan bahasa Arab. Oleh karena itu tak heran bila kebanyakan bangsa Arab di Palestina kurang peduli terhadap nasib sesame bangsa Arab serta peninggalanya. (asy)

oleh : Nabil Hamudah

Tautan Pendek:

Copied