Mon 5-May-2025

38 Tahun Pembakaran al Aqsha

Kamis 23-Agustus-2007

Infopalestina-Alquds: Tanggal 21 Agustus adalah salah satu hari yang paling kelabu dan tragis untuk umat Islam sejak 38 tahun silam. Pada tanggal itu di tahun 1969 seorang ekstrimis Zionis bernama Michael Rohan bersama komplotannya membakar bagian dari bangunan masjid al Aqsha. Meskipun pembakaran itu dilakukan oleh sekelompok ekstrimis Yahudi Zionis tetapi banyak bukti menunjukkan bahwa aksi brutal itu terjadi secara tersistematis di bawah kordinasi para pejabat Rezim Zionis Israel.

Masjid al Aqsha menjadi icon anarkisme kaum Zionis sebenarnya bukan hanya karena tragedi pembakaran di tahun 1969 tersebut. Dua tahun sebelumnya yaitu tahun 1967 kaum Zionis Israel merebut dan menguasai pintu gerbang timur masjid al Aqsha. Penguasaan atas gerbang bernama Bab al-Maghariba oleh kaum Zionis itu tak lain untuk meningkatkan frekuensi gangguan mereka terhadap umat Islam.

Di tahun 1967 itu pula tepatnya tanggal 15 Agustus seorang ekstrimis Zionis bernama Solomo Gorin menyatroni komplek masjid al Aqsha sambil melontarkan ancaman akan menghancurkan masjid ini untuk kemudian digantikan dengan sinagog tempat peribadatan umat Yahudi.

Tiga tahun kemudian yaitu tahun 1970 seorang warga Zionis bersenjata lengkap juga menyatroni komplek masjid al Aqsha dan memberondongkan peluru kepada para jemaah shalat. Serangan yang terjadi di bulan Oktober menjatuhkan puluhan korban luka.

Tragedi serangan serupa juga terjadi tanggal 11 April 1982. Saat itu seorang tentara Israel bernama Alan Jodman tiba-tiba masuk ke komplek masjid al Aqsha kemudian menebarkan pelurunya secara membabi buta. Puluhan Muslim Palestina gugur dan lebih dari 60 orang lainnya cidera akibat amuk serdadu Zionis tersebut.

Sampai sekarang masjid al Aqsha masih dibayangi ancaman kaum Zionis.

Israel Ingin Bagi 2 untuk Muslim dan Yahudi

Ketua Harakah Islamiyah di Palestina 1948 Syaikh Raid Shalah meminta ada respon positif atas program “Kas Islam Arab Internasional” (proyek penggalangan dana) untuk menyelamatkan al Aqsha dan kota al Quds. Dia menegaskan rezim Israel sekarang berupaya mewujudkan dua tujuan strategis pertama yahudisasi kota al Quds dan kedua membagi masjid al Aqsha untuk kaum Muslimin dan Yahudi. Untuk itu Israel memaksakan diri membangun sinagog di bawah masjid suci Islam tersebut.

Raid menyebut fase yang kini dialami oleh masjid al Aqsha sebagai fase paling membahayakan bagi eksistensi masjid suci ini sepanjang sejarahnya. Fase ini jauh lebih berbahaya dari perang salib dan kejahatan ketika ia dibakar meski kejadian ini juga sangat berbahaya.

Penjajah penjajah Israel berusaha menjadikan rencana pembagian masjid al Aqsha seakan sebagai sebuah realitas meski tanpa diumumkan dengan resmi. Misalnya Israel berusaha melarang umat Islam melaksanakan shalat di titik tertentu di area masjid al Aqsha. Personel intelijen Israel menyebutkan dalam operasi penyelidikan di al Quds terhadap para tahanan bahwa Israel benar-benar melakukan rencana pembagian masjid tersebut.

Shalah mengingatkan akibat buruk menyikapi masalah al Quds yang hanya bertitik tolak dari sisi kemanusiaan sementara pada saat yang sama Israel menyikapinya dari titik tolak agama sejarah politik dan strategi.

Para akademisi dan pengamat khusus urusan al Quds mengatakan bahaya yang mengancam al Quds dan al Aqsha sudah menjadi sebuah hakikat yang tidak terelakkan. Terutama menjelang rampungnya rencana pembangunan tembok rasial dan permukiman yahudi yang mengepung kota. Karenanya penting membuat rekomendasi untuk memberikan peran dalam menyelematkan al Quds dan al Aqsha.

Berjuang dari Generasi ke Generasi

Dalam wawancara khususnya dengan koresponden infopalestina Senin (20/8) Anggota Biro Politik Gerakan Perlawanan Islam Hamas Izet Rasyq menegaskan bahwa masjid al Aqsha adalah garis merah yang tidak boleh disentuh oleh siapapun. Hal tersebut ditegaskan Rasyq dalam rangka menyambut peringatan 38 tahun pembakaran masjid oleh seorang fundamentalis Yahudi asal Australia pada Agustus 1969 lalu. Dia menyatakan pembakaran yang dilakukan kelompok radikal Israel dengan dukungan pemerintahnya mengakibatkan ludesnya masjid Umar dan mimbar Shalahuddin yang terletak di bagian tenggara konpleks masjid al Aqsha.

Rasyq menambahkan rakyat Palestina siap mengorbankan apa saja yang mereka miliki untuk mempertahankan al Aqsha. Penodaan terhadap al Aqsha akan berdampak sangat berbahaya. Karena masjid al Aqsha adalah kiblat pertama ummat Islam dan al Haram ketiga setelah Makkah dan Madinah. Al Aqsha terkait erat dengan aqidah setiap muslim dan disebutkan dalam al Qur’an. Rasyq menegaskan kaum muslimin dimana pun tidak akan berpangku tangan jika Israel jadi menghancurkan masjid al Aqsha. Karena penodaan terhadap al Aqsha sama dengan menodai aqidah ummat dan agamanya.

Ancaman Israel terhadap masjid a -Aqsha dan tempat-tempat suci ummat tudak akan pernah berhenti walau sehari sejak mereka menjajah wilayah Palestina. Selama al Quds masih dijajah Israel maka masjid al Aqsha masih dalam bahaya.

Petinggi Hamas ini mengatakan “Kami memperingati peristiwa yang memilukan ini dengan akal yang terbuka dan fikiran waras. Kami menyerukan saudara kami dari Fatah bahwa masjid al Aqsha dan al Quds merupakan amanah di pundak kita. Kita semua wajib memadamkan api fitnah yang dikobarkan Israel. Mari bersatu bersama-sama faksi lain dalam memperjuangkan kemerdekaan wilayah Palestina dan tempat-tempat sucinya dari tangan perampok zionis.

Sementara itu PM Pemerintah Persatuan Nasional Palestina di Jalur Gaza Ismail Haniyah berjanji pihaknya tetap komitmen dan membela setiap jengkal tanah kota al Quds secara khusus dan seluruh tanah Palestina secara umum. Untuk itu pihaknya menolak perundingan apapun dengan penjajah Zionis Israel yang menuntut pembagian kota suci al Quds atau mengkotak-kotak dan melepaskannya.

Hal terebut disampaikan Haniyah dalam konferensi pertama Yayasan al Quds Internasional memeringati 38 tahun pembakaran masjid al Aqsha. Haniyah mengatakan “Kami akan berjuang dari generasi ke generasi demi melindungi masjid al Aqsha dan kota suci al Quds bahkan kami akan mengembalikannya dengan izin Allah.”

Haniyah menegaskan pembebasan Jalur Gaza dari cengkeraman penjajah Israel merupakan langkah menuju jalan pembebasan tanah Palestina. “Kami tidak akan mengabaikan al Quds dan al Aqsha di tengah-tengah perbagai peristiwa yang terjadi atau di lorong-lorong Gaza” imbuhnya.

Haniyah menambahkan “Kami tidak pernah dan tidak akan mewakilkan kepada seorangpun dan kapanpun untuk melepaskan hak atas al Quds atau apapun yang menjadi hak bangsa Palestina.” Dia melanjutkan “Tidak kami tidak akan melepaskan sejengkalpun tanah al Quds atau tanah Palestina. Kami tidak akan mengakui pembagian atau menyetujui geografi buatan yang disepakati dalam perundingan-perundingan rahasia maupun terang-terangan.”

Dia menegaskan menolak pembicaraan apapun tentang posisi al Quds di atas meja perundingan dan kesepakatan atas pertukaran tanah dan pembagian baik di atas maupun di bawah al Aqsha juga di tembok Burak kampung al Maghariba dan kampung Yahudi. Dia mengatakan “Itu semua adalah pembagian yang dibuat-buat dalam perundingan dan memasuki wilayah hak orisinil Arab dan Islam atas al Quds. Kami menolak itu. Karena al Quds telah jelas posisi geografisnya telah jelas keislaman maupun kearaban sejarah dan rambu-sambunya.”(seto)

Tautan Pendek:

Copied