Auni Furshakh
El-Haleej Emirat
Bangsa Palestina dan Arab saat ini menghadapi tantangan yang menentukan nasib eksistensi mereka. Bahkan kali ini paling berbahaya dalam sejarah konflik bangsa-bangsa. Banyak persepsi dan analisis tentang pertumpahan darah hancurnya prana nasionalisme menduanya pemerintahan yang terjadi di Jalur
Tak diragunkan konflik antara pimpinan faksi-faksi Palestina meski menjurus kepada peperangan tidak membuat bangsa Palestina aib atau citranya tercoreng dakan ketegarannya dalam perlawanan. Dalam hukum sejarah tidak ada gerakan nasional atau keagamaan yang tidak terlibat dalam konflik bersaudara dalam wewenang pengambilan keputusan. Perang Jamal dan Siffin dalam sejarah Arab Islam dan koflik pimpinan dalam sejarah revolusi Perancis adalah contoh paling dekat. Orang bilang “revolusi seperti kucing yang memakan anak-anaknya”.
Di samping itu konflik faksi-faksi perlawanan Palestina tidak keluar dari frame efek jangka panjang periode
Ketika ini menjadi realita “saudara-saudara Palestina yang sedang bermusuhan” maka semua keputusan dan tindakan yang diambil oleh pemerintahan Palestina dalam hal ini dipimpin Mahmod Abbas tidak lagi logis dan obyektif karena menilai pihak Palestina yang melakukan perlawanan sebagai bertanggungjawab atas apa yang terjadi. Apalagi Abbas melupakan langkah yang sudah pernah ditempu berupakan keteledoran dan kesalahan akibat kesepakatan
Dengan tetap menghormati seruan Kementerian Luar Negeri Arab untuk berdialog dengan prinsip supremasi konstitusi pemerintahan dan parlemen Palestina untuk menemukan solusi dengan jaminan-jaminan Arab bisa jadi tidak keluar dari esensi kesepakatan Mekah yang didukung Arab. Namun prakarsa ini tidak akan banyak memberikan keberhasilan memecahkan masalah. Sebab bukan saja sejumlah penasehat presiden Abbas dan jubirnya sudah menolak ajakan ini namun ajakan ini bertentangan dengan syarat Amerika
Tak ada perbedaan bahwa ajakan menjatuhkan pemerintahan otoritas darurat secara teori benar karena ia divonis oleh keputusan Amerika
Jika prakarsa ini berhasil mungkin sebatas gencatan senjata sementara seperti halnya kesepakatan Mekah. Jika pemerintah otoritas berhasil dijatuhnya dan membebankan rakyat Palestina kepada pemerintahan penjajah
Jadi jelas respon seharusnya terhadap tantangan yang dihadapi oleh rakyat Palestina yang penuh semangat perlawanan adalah dengan melakukan Konferensi Nasional yang diwakili oleh semua kekuatan politik dan pemikiran Palestina untuk membahas restrukturisasi parlemen nasional Palestina berdasarkan pemilu jika mungkin reefektifitas PLO dan lembaga di bawahnya menjauhi revisi piagam nasional tahun 1996 membentuk mahkamah nasional untuk mengkaji semua pelanggaran-pelanggaran sejak penerapan program 10 tahun 1973 hingga sesudah peperangan “saudara-saudara Palestina yang bermusuhan” di Jalur Gaza dab Tepi Barat dan meletakkan strategi menagemen konflik dengan koalisi Amerika Israel. Tidak ada perbedaan bahwa penyelenggaraan konferensi semacam ini akan menghadapi problema penentuan tempat penyelenggaraan yang bisa menjamin kebebasan penuh kepada peserta dan penyediaan logistis. Siapkan para elit di Palestina melakukan ini?(hatb)