Mon 5-May-2025

Bocah-bocah Palestina Korban Teroris Israel

Selasa 29-Mei-2007

Infopalestina: Harian Filintin Rabu (09/05) menurunkan sebuah artikel yang ditulis Dr. Yusuf Kamil Ibrahim berjudul “al athfal al filistiniyun dhahaya al irhab al shahyuni” (bocah-bocah Palestina korban teroris Zionis). Artikel ini mengupas kondisi bocah-bocah Palestina yang menjadi korban kekerasan Israel baik secara fisik maupun psikologis.

Mengawali atikelnya Dr. Yusuf Kamil menulis bahwa sejak awal intifadhah al Aqsha anak-anak Palestina telah menjadi korban kekerasan Israel. Sampai akhir tahun 2006 saja Israel telah membunuh lebih 676 bocah di bawah usia 18 tahun. Di samping pembnuhan 22 bocah sejak awal tahun 2007 hingga sekarang. Selama inifadhah al Aqsha lebih 9000 bocah Palestina terluka ratusan di antaranya mengalami cacat tubuh permanent. Sementara ribuan bocah Palestina lainnya mengalami goncangan jiwa akibat berinterasi dan menyaksikan peristiwa yang menakutkan. Selain itu lebih 3000 bocah Palestina diculik dan ditahan Israel selama intifadhah al Aqsha. Sampai saat ini lebih 300 bocah Palestina masih mendekam di dalam penjara Zionis Israel. Kekerasan Zionis Israel telah meninggalkan sidik jari di berbagai sisi pelanggaran hak bocah-bocah Palestina. Baik hak mereka untuk hidup untuk belajar hak mereka untuk bebas hak dalam tingkat kehidupan dan hak mendapatkan kesehatan yang pantas. Realita hidup meskipun ada upaya gencatan nampaknya tidak memberikan kabar baik di tengah-tengah terus dibangunnya tembok pemisah rasial Israel pengisolasian komunitas-komunitas pemukiman Palestina secara menyeluruh di balik tembok pemisah rasial dibiarkannya perlintasan-perlintasan militer Israel tetap berdiri membatasi kebebasan bergerak warga Palestina di antara bagian-bagian wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza serta terus diberlakukannya sanksi massal dan praktek-praktek yang menyerang anak-anak Palestina.

Belenggu Untuk Belajar

Terkait dengan belenggu yang diterapkan untuk bisa sampai ke sekolah-sekolah sejumlah laporan menjelaskan bahwa belenggu yang diterapkan untuk mengekang kebebasan bergerak di Tepi Barat pencegatan dalam tempo lama di perlintasan perlintasan militer keterpaksaan menggunakan jalan-jalan stapan yang panjang dan berliku semua itu telah mengakibatkan ditutupnya banyak sekolah dan meningkatkan jumlah murid dan guru yang absent dari sekolah. Alporan yang dikeluarkan pada tahun ajaran 2002 – 2003 menunjukan penuntupan 95 sekolah milik Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina atau UNRWA (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East) di Tepi Barat yang menampung 25% dari jumlah siswa Palestina. Kerugian hari belajar yang dialami para siwa Palestina mencapai 1.475 hari. Sebanyak 145 gugur atau 9% dari jumlah guru UNRWA mengalami kesulitan untuk datang ke sekolah yang membuat UNRWA mengeluarkan anggaran dana 831.230 dolar.

Khusus mengenai kemerosotan tingkat pengajaran laporan ini menegaskan bahwa meskipun rendahnya siswa yang kabur dari sekolah karena sekolah di tempat lain namun tingkat pengajaran masih merosot. Itu dikarenakan penutupan yang berkelanjutan akibat tembok pemisah rasial Israel dan kekerasan di daerah penduduk sipil yang berakibat pada rendahnya tingkat kelulusan di sekolah-sekolah UNRWA secara signifikan pada tahun ajaran 2003 – 2004 bila dibandingkan dengan tahun ajaran 2002 – 2003. Secara khusus laporan ini menunjukan bahwa hasil ujian mata pelajaran Bahasa Arab untuk kelas 2 SMU menurun 112% (dari 776% menjadi 664) sementara hasil mata pelajaran matematika untuk kelas 6 sekolah dasar menurun 135% (dari 768% menjadi 633%). Penurunan juga terjadi pada mata pelajaran lainnya untuk kelas 4 sekolah dasar sebesar 533% (dari 571% menjadi 038%).

Larangan dan Kekerasan

Pusat Data dan Statistik Palestina menyatakan ank-anak Palestina mengalami larangan dan kekerasan mereka tidak bisa mendapatkan hak-hak dasarnya. Sebanyak 65% keluarga Palestina meyakini terjadi kekerasan terhadap anak-anak oleh penjajah Israel. Sebanyak 38% orang tua (ibu dan ayah) meyakini bahwa tingkat ketegangan dan tanda-tanda tekanan jiwa telah meningkat selama dua tahun 2005 dan 2006. Bahwa 2 di antara 5 orang bocah Palestina hidup dalam keluarga fakir. Informasi yang dikeluarkan Pusat Data dan Statistik Palestina mengisyaratkan bahwa ada angka yang sangat tinggi dari keluarga Palestina meyakini adanya kekerasan terhadap anak-anak di wilayah Palestina oleh Israel sebanyak 698% di Tepi Barat dan 555% di Jalur Gaza selama paroh pertama tahun 2006. Sementara itu sebanyak 56% keluarga Palestina meyakini bahwa kondisi keamanan yang ada di Palestina menjadi sumber utama kekerasan terhadap anak-anak di wilayah Palestina berikutnya adalah masalah kekacauan keamanan (96%).

Sejumlah indikator menujukan adanya perbedaan jelas antara di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Khusus mengenai kemampuan keluarga dalam memberikan perlintungan dan perhatian secara penuh kepada anak-anak hasil-hasil yang ada menjelaskan tidak kurang dari separoh keluarga di wilayah Palestina (522%) meyakini bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memberikan perlindungan dan perhatian kepada anak-anak mereka. Selain itu sebanyak 387% orang tua (ayah dan ibu) Palestina meyakini bahwa tingkat ketegangan dan tanda-tanda tekanan jiwa telah meningkat selama tahun 2005 – 2006 di kalangan anak-anak yang tinggal di dalam kendali hidup keluarga mereka.

Meskipun keranya penjajah dan apa yang dialami bocah-bocah Palestina seorang anak masih menjadi pilar utama masyarakat Palestina. Di mana lebih dari 50% masyarakat Palestina mereka adalah anak-anak berusia di bawah 18 tahun. Mereka adalah generasi yang menjadi pilar kerja perlawanan (Palestina). (pic/seto)

Tautan Pendek:

Copied