Mon 5-May-2025

Asma Kabha…Kisah Ibu Muda yang Dirampas Kebahagiaannya

Selasa 29-Mei-2007

Infopalestina-Jenin: Ini adalah cerita seorang ibu muda Palestina yang dirampas kebahagiaannya oleh penjajah Israel. Namanya Asma Abdullah Kabha berusia 25 tahun. Ibu muda berasal dari sebuah desa di sebelah timur distrik Jenin wilayah selatan Tepi Barat ini baru saja menjalani operasi cesar di sebuah rumah sakit di kota. Warga Palestina ini tidak mampu melawan instruksi para serdadu penjajah Israel untuk berjalan kaki turun dari kendaraan yang membawanya. Dia harus berjalan kaki dengan jarak sangat jauh sebelum menjalani pemeriksaan dan dilihat apakah mungkin diizinkan melewati pintu elektronik di perlintasan militer Israel yang didirikan di pintu gerbang desanya Bertha sebelah timur distrik Jenin.

Seperti ditulis harian al ayyam Rabu (09/05/07) hari itu Asma mendekap bayinya dan terpaksa jalan kaki di bawah terik panas matahari yang membakar. Namun tubuhnya gemetar dan tak sangguh berjuang melawan paksaan itu. Dia pun jatuh tersungkur ke tanah di bawah tatapan para serdadu Zionis Israel. Ketua Dewan Desa Bertha Timur Ghasam Kabha mengatakan jalan menuju desa yang ada di belakang tembok pemisah rasial Israel sangat panjang dan penuh galian penghalang dan perlintasan militer yang telah berubah menjadi stasiun untuk menghinakan warga Palestina dan mengintimidasi mereka.

Dalam perbincangan kepada harian al ayyam Kabha mengatakan “Anda tidak sampai ke gerbang desa yang terblokade itu sehingga anda mulai melakukan perjalanan lain yang menyiksa. Karena otoritas penjajah Israel sejak 3 tahun terakhir mendirikan check point militer dan gerbang baru yang disebut “Raihan”. Di sana semua warga Palestina dipaksa berdiri mengantri panjang sampai datang waktu pemeriksaan melalui isyarat salah seorang serdadu penjajah Israel yang berkonsentrasi di pos militer tersebut.

Ghasan Kabha melanjutkan “Tiga hari yang lalu seorang warga desa bernama Asma Kabha yang melahirkan anak pertamanya melalui operasi cesar di rumah sakit Asy Syifa di kota Jenin menghadapi penyiksaan ini. Hanya saja dia tidak sangguh menahan derita itu dan jatuh tersungkut tanah bersama bayinya hingga urusannya selesai di salah satu rumah sakit di dalam wilayah green line (jalur hijau) Israel.

Hari itu dalam keadaan sangat lemah Asma Kabha sampai di pos militer Israel ‘Raihan” bersama istri dan bayinya. Salah seorang serdadu Israel yang ada di pos yang menjadi gerbang masuh desa tersebut mamaksanya turun dari kendaraan dan bejalan kaki sejauh setengah kilometer. Ini adalah jarak minimum yang terpaksa harus ditempuh setiap warga desa sebelum sampai di pintu elektronik.

Dengan menahan rakit akibat persalinan dan jahitan diperutnya Asma berjalan sangat pelan dan berat sambil mendekap anaknya dari sengatan panas matahari. Dia pun terjatuh dan pinsan tak sadarkan diri. Teriakan sang suami dan warga yang berjubel di pos militer tak sangguh menyadarkannya. Selanjutnya militer Zionis Israel mendatangkan mobil ambulan militer dan mengevakuasi Asma ke rumah sakit Halil Yafa di kota Khadira di dalam wilayah garis hijau. Diapun didiagnosa mengalami pendarahan internal.

Menurut penuturan ketua dewan desa berdasarkan informasi dari para saksi mata sebenarnya istri korban sudah berusaha meyakinkan serdadu Israel yang menjaga pos militer bahwa istrinya tida bisa jalan karena sehabis menjalani operasi cesar. Namun komandan militer Israel yang tertanggung jawab di pos militer yang telah mendapatkan kepastian bebenaran cerita sang suami setelah melihat langsung istrinya yang sedang mendekap bayinya yang masih merah di dalam mibil tetap keukeuh memaksa Asma Kabha harus berjalan kaki menuju pintu elektronik seperti yang lainnya guna menjalani pemeriksaan.

Menghadapi bualan dan arogansi yang menjadi ciri khas kaum agresor ini ibu muda Palestina ini terpaksa turun dari mobil berjalan kaki sambil mendekap bayi merahnya untuk melindunginya sari sengatan panas mata hari yang membakar. Sebentar lagi ibu muda Palestina ini sampai di ruangan pemeriksaan elektronik (metal detector) namun tiba-tiba tubuhnya limbuh dan jatuh tersungkur tanah. Sementara darah mengucur dari luka bekas operasi.

Asma Kabha berbaring tak sadarkan diri di rumah sakit selama 3 hari dan mendapatkan pengawasan medis secara internsif karena kondisi kesehatannya semakin buruk. Setelah sadar Asma meninggalkan rumah sakit dan pulang ke rumahnya setelah para dokter memutuskan kondisi kesehatannya mulai membaik. Asma tak mampu lagi mengingat kembali kebahagiaan yang telah direnggut para serdadu Israel darinya hari itu. Sementara ingatannya akan terus menanggung bekas luka itu. Ingatan yang tak mampu melindunginya dari saat-saat mengerikan ketika dia berusaha melindungi bayi merahnya yang berayun-ayun di antara kedua tangannya saat dia terjatuh berlumuran darah.

Dewan Desa Bertha Timur mengungkapkan sangat cemas dengan prosedur keamanan super ketat yang mulai diberlakukan Israel di pintu militer ‘Raihan”. Terlebih setelah tugas penjagaan pos militer ini diserhkan kepada sebuah perusahaan keamanan Israel. Warga Palestina di desa tersebut yang jumlahnya mencapai 4 ribu jiwa terpaksa harus menunggu selama lebih satu jam sampai mereka diizinkan melewati pos militer dan gerbang “Raihan”.

Seperti dikatakan Ketua Dewan Desa Bertha Timur Ghasan Kabha otoritas penjajah Israel melarang anak-anak wanita yang menikah dari luar desa mengunjungi kerabat mereka dengan karena alasan keamanan. Ghasan menambahkan dalam banyak kesempatan para wanita itu tidak bisa ikut acara khusus yang diadakan keluarganya. Sangat jarang otoritas penjajah Israel memberi izin mereka untuk sehari saja. Apabila salah seorang dari mereka pernah mendapatkan izin untuk kunjungan terbatas jikapun itu ada maka sama sekali tidak ada lagi kesempatan untuk kedua kalinya.

Ghasan menegaskan otoritas penjajah Israel menerapkan larangan keamanan buat sebagian besar pemuda yang namanya ada di pos militer dan pintu elektronik. Mereka harus menjalani prosedur pemeriksaan pelecehan dan ditahan untuk jangka waktu lama sebagai hukuman buat mereka.

Otoritas Israel juga melarang warga desa kecil yang terisolasi dengan tembok pemisah rasal ini memasukan alat-alat listrik atau kebutuhan lainnya yang dibeli dari kota Jenin kecuali sayur-sayuran buah-buahan dan bahan kebutuhan pokoh lainnya. (pic/seto)

Tautan Pendek:

Copied